Ajinomoto Ungkap Fakta Keamanan MSG melalui Pakar Gizi & BPOM RI
A
A
A
JAKARTA - Dalam upaya untuk terus menyosialisasikan fakta-fakta keamanan monosodium glutamat (MSG), PT. Ajinomoto Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Gizi Kuliner (YASMIN) menggelar acara dialog ilmiah di Madrasah Istiqlal Jakarta, dengan menghadirkan pakar gizi dan pangan, serta expertise dari Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM RI), Sabtu (15/12/2018).
Profesor Made Astawan (Pakar Gizi IPB), Deksa (Kasubdit Standardisasi Keamanan Pangan BPOM RI) merupakan para pakar di bidangnya turut menjadi pembicara dalam acara bertajuk “Dialog Ilmiah Bersama Pakar Gizi & Kesehatan: Kupas Tuntas Bahan Tambahan Pangan MSG, antara Mitos dan Fakta”, .
Untuk mengupas fakta-fakta keamanan pangan MSG, Prof. Made Astawan mencoba menjelaskan unsur-unsur pembentuk MSG. Menurutnya, sesuai dengan namanya monosodium glutamat terdiri dari mineral/sodium (Na), asam amino glutamat, dan air. Tiga unsur tersebut sebenarnya merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Prof. Made Astawan juga mengungkapkan perihal bahan baku pembuat MSG yang sekarang ini dibuat oleh produsen-produsen mecin atau MSG dan terus berkembang.
“Dalam skala industri, perusahaan produsen MSG membuat produknya dari bahan baku seperti tetes tebu, singkong, jagung, dan sebagainya. Seperti yang diproduksi oleh Ajinomoto, menggunakan tetes tebu,” ujar Prof. Made.
Selain itu, isu-isu kesehatan seputar MSG juga dibahas dalam diskusi ilmiah yang dihadiri oleh 135 peserta dari kalangan guru, pelajar, orangtua wali murid, dan dokter ini.
“Masih banyak masyarakat yang salah persepsi mengenai ‘generasi micin’. Mereka berpikir MSG atau micin itu membuat otak menjadi bodoh,” ujar Prof. Made.
“Padahal, tadi saya sampaikan bahwa MSG itu mengandung asam amino glutamat. Glutamat merupakan salah satu penyusun protein. Sekitar 20% dari bobot tubuh kita adalah protein, dan glutamat itu paling banyak terdapat di otak dan otot,” sambungnya.
Berdasarkan pemaparan Prof. Made tersbut, sudah jelas bahwa isu micin atau MSG dapat menyebabkan kerusakan otak atau menjadi bodoh dapat terbantahkan.
Dilihat dari segi regulasi pun, MSG yang termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) kategori penguat rasa, diizinkan penggunaannya di Indonesia karena telah diatur melalui PERMENKES No. 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan.
“Bahan tambahan pangan diizinkan jika dinyatakan aman oleh JECFA (Joint Expert Committee FAO/WHO on Food Additive) dan didukung kajian keamanan oleh Tim Ahli Indonesia. Selain itu tercantum dalam regulasi terkait BTP di Indonesia,” ungkap Deksa.
“Penggunaan MSG juga tidak dibatasi angka numerik. Karena MSG masuk ke dalam kategori BTP yang diizinkan penggunaannya dalam jumlah secukupnya, yang diperlukan untuk menghasilkan modifikasi rasa sesuai keinginan atau selera pemakai,” lanjut Deksa.
MSG itu merupakan bumbu UMAMI (Gurih) yang merupakan rasa dasar kelima, seperti gula untuk rasa manis dan garam untuk rasa asin.
Secara keseluruhan, acara diskusi ilmiah untuk mengupas fakta-fakta keamanan MSG yang diselenggarakan Ajinomoto Indonesia mendapat respons yang positif, dan peserta sangat antusias mengikuti diskusi tersebut. Hal ini dapat terlihat dari jumlah peserta yang mengajukan pertanyaan kepada dua narasumber yang dihadirkan.
Ada dari peserta yang berprofesi sebagai seorang dokter, antusias menanyakan tentang jurnal ilmiah mengenai ambang batas maksimal penggunaan MSG. Kemudian ada juga Bapak Roby sebagai salah satu orangtua wali murid di Madrasah Istiqlal. Dia menanyakan seputar masa kedaluarsa bahan-bahan pangan dan bedanya dengan makanan cepat saji.
Para peserta yang mengikuti acara diskusi ilmiah tersebut juga merespon dengan baik materi yang disampaikan oleh pembicara. Beberapa dari mereka sebelum mengikuti diskusi ilmiah memang sangat jarang menggunakan penguat rasa terutama MSG dalam olahan masakan sehari-hari yang dibuatnya.
“Sebelum mengikuti diskusi ilmiah dari para pakar di sini, memang saya dalam memasak masakan di rumah jarang menggunakan MSG. Nah, setelah dengar materi dari para pakar di sini, saya jadi mengerti dan pemikiran saya menjadi lebih terbuka, terimakasih,” ucap salah seorang peserta.
Profesor Made Astawan (Pakar Gizi IPB), Deksa (Kasubdit Standardisasi Keamanan Pangan BPOM RI) merupakan para pakar di bidangnya turut menjadi pembicara dalam acara bertajuk “Dialog Ilmiah Bersama Pakar Gizi & Kesehatan: Kupas Tuntas Bahan Tambahan Pangan MSG, antara Mitos dan Fakta”, .
Untuk mengupas fakta-fakta keamanan pangan MSG, Prof. Made Astawan mencoba menjelaskan unsur-unsur pembentuk MSG. Menurutnya, sesuai dengan namanya monosodium glutamat terdiri dari mineral/sodium (Na), asam amino glutamat, dan air. Tiga unsur tersebut sebenarnya merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Prof. Made Astawan juga mengungkapkan perihal bahan baku pembuat MSG yang sekarang ini dibuat oleh produsen-produsen mecin atau MSG dan terus berkembang.
“Dalam skala industri, perusahaan produsen MSG membuat produknya dari bahan baku seperti tetes tebu, singkong, jagung, dan sebagainya. Seperti yang diproduksi oleh Ajinomoto, menggunakan tetes tebu,” ujar Prof. Made.
Selain itu, isu-isu kesehatan seputar MSG juga dibahas dalam diskusi ilmiah yang dihadiri oleh 135 peserta dari kalangan guru, pelajar, orangtua wali murid, dan dokter ini.
“Masih banyak masyarakat yang salah persepsi mengenai ‘generasi micin’. Mereka berpikir MSG atau micin itu membuat otak menjadi bodoh,” ujar Prof. Made.
“Padahal, tadi saya sampaikan bahwa MSG itu mengandung asam amino glutamat. Glutamat merupakan salah satu penyusun protein. Sekitar 20% dari bobot tubuh kita adalah protein, dan glutamat itu paling banyak terdapat di otak dan otot,” sambungnya.
Berdasarkan pemaparan Prof. Made tersbut, sudah jelas bahwa isu micin atau MSG dapat menyebabkan kerusakan otak atau menjadi bodoh dapat terbantahkan.
Dilihat dari segi regulasi pun, MSG yang termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) kategori penguat rasa, diizinkan penggunaannya di Indonesia karena telah diatur melalui PERMENKES No. 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan.
“Bahan tambahan pangan diizinkan jika dinyatakan aman oleh JECFA (Joint Expert Committee FAO/WHO on Food Additive) dan didukung kajian keamanan oleh Tim Ahli Indonesia. Selain itu tercantum dalam regulasi terkait BTP di Indonesia,” ungkap Deksa.
“Penggunaan MSG juga tidak dibatasi angka numerik. Karena MSG masuk ke dalam kategori BTP yang diizinkan penggunaannya dalam jumlah secukupnya, yang diperlukan untuk menghasilkan modifikasi rasa sesuai keinginan atau selera pemakai,” lanjut Deksa.
MSG itu merupakan bumbu UMAMI (Gurih) yang merupakan rasa dasar kelima, seperti gula untuk rasa manis dan garam untuk rasa asin.
Secara keseluruhan, acara diskusi ilmiah untuk mengupas fakta-fakta keamanan MSG yang diselenggarakan Ajinomoto Indonesia mendapat respons yang positif, dan peserta sangat antusias mengikuti diskusi tersebut. Hal ini dapat terlihat dari jumlah peserta yang mengajukan pertanyaan kepada dua narasumber yang dihadirkan.
Ada dari peserta yang berprofesi sebagai seorang dokter, antusias menanyakan tentang jurnal ilmiah mengenai ambang batas maksimal penggunaan MSG. Kemudian ada juga Bapak Roby sebagai salah satu orangtua wali murid di Madrasah Istiqlal. Dia menanyakan seputar masa kedaluarsa bahan-bahan pangan dan bedanya dengan makanan cepat saji.
Para peserta yang mengikuti acara diskusi ilmiah tersebut juga merespon dengan baik materi yang disampaikan oleh pembicara. Beberapa dari mereka sebelum mengikuti diskusi ilmiah memang sangat jarang menggunakan penguat rasa terutama MSG dalam olahan masakan sehari-hari yang dibuatnya.
“Sebelum mengikuti diskusi ilmiah dari para pakar di sini, memang saya dalam memasak masakan di rumah jarang menggunakan MSG. Nah, setelah dengar materi dari para pakar di sini, saya jadi mengerti dan pemikiran saya menjadi lebih terbuka, terimakasih,” ucap salah seorang peserta.
(akn)