Staf Presiden Sebut Pembangunan Kebun Plasma di Papua Kewajiban Hukum
A
A
A
JAKARTA - Staf Kepresidenan Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, untuk melihat perkembangan industri sawit yang berada di sana. Dari kunjungan tersebut, ditemukan masih adanya kendala dalam pembangunan kebun plasma akibat kampanye negatif LSM asing.
Usai Rapat Koordinasi yang diadakan di Kantor Bupati Merauke, Iwan Nurdin dari Kantor Staf Presiden melalui Tim Percepatan Konflik Agraria (TPPKA) menjelaskan, pihaknya menerima laporan masyarakat tentang lambatnya proses pembangunan plasma.
Sementara itu, ada juga laporan dari perusahaan bahwa pembangunan plasma tidak dapat dilakukan karena ada kampanye tuduhan deforestrasi. Misalnya kampanye deforestrasi dari LSM Mighty Earth asal Amerika Serikat (AS) terhadap unit-unit bisnis usaha Korindo Group selama ini.
TPPKA Kantor Staf Presiden ini mengunjungi Merauke karena mengkhawatirkan potensi konflik sosial akibat kebun plasma belum dibangun. "Kami khawatir malah akan memicu masalah sosial, sebab masyarakat sekitar dijanjikan untuk dibangunkan kebun plasma," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (22/12/2018).
Dilanjutkannya, tujuan kunjungan ini adalah untuk mencari jalan keluar dan memahami mengapa kebun-kebun plasma sebagai kewajiban inti tidak segera dibangun. "Padahal pembangunan kebun plasma adalah kewajiban yang sudah diatur dalam undang-undang perkebunan," ujar Iwan Nurdin.
Hadir dalam rapat tersebut, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) Iwan Nurdin dan Sandoro Purba, Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke Daniel Pauta, pihak perusahaan, Abraham Yolmen selaku pemilik hak ulayat PT Dongin Prabhawa dan Richard Nosai Koula pemilik hak ulayat di PT Papua Agro Lestari (PAL).
Kedua perusahaan tersebut merupakan bagian usaha dari Korindo Group yang berada di Papua. Dalam Rapat Koordinasi tersebut, Iwan menegaskan pihaknya akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam percepatan proses agar dapat menghindari munculnya potensi konflik agraria ke depan.
Sementara itu, Tulus Sianipar yang mewakili pihak perusahaan mengatakan, pihaknya menyambut baik iktikad TPPKA tersebut dan akan sentiasa terus mentaati seluruh aturan serta ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Untuk menindaklanjuti pertemuan tersebut, rencananya akan akan dilakukan Rapat Koordinasi lanjutan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perusahaan, masyarakat, pemerintah daerah dan semua pihak terkait agar percepatan pembangunan solusi menyeluruh yang dibutuhkan masyarakat dapat segera direalisasikan.
"Kami khawatir, sebab masyarakat dijanjikan plasma, pimpinan masyarakat menjanjikan plasma kepada komunitasnya. Sementara perusahaan tidak dapat membangun plasma karena tuduhan saat membangun kebun khususnya land clearing dianggap deforestrasi. Padahal izin dan kesiapan sudah lengkap. Ini bisa memicu konflik sosial di dalam masyarakat. Kita wajib menyegerakan solusi bersama," pungkasnya.
Usai Rapat Koordinasi yang diadakan di Kantor Bupati Merauke, Iwan Nurdin dari Kantor Staf Presiden melalui Tim Percepatan Konflik Agraria (TPPKA) menjelaskan, pihaknya menerima laporan masyarakat tentang lambatnya proses pembangunan plasma.
Sementara itu, ada juga laporan dari perusahaan bahwa pembangunan plasma tidak dapat dilakukan karena ada kampanye tuduhan deforestrasi. Misalnya kampanye deforestrasi dari LSM Mighty Earth asal Amerika Serikat (AS) terhadap unit-unit bisnis usaha Korindo Group selama ini.
TPPKA Kantor Staf Presiden ini mengunjungi Merauke karena mengkhawatirkan potensi konflik sosial akibat kebun plasma belum dibangun. "Kami khawatir malah akan memicu masalah sosial, sebab masyarakat sekitar dijanjikan untuk dibangunkan kebun plasma," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (22/12/2018).
Dilanjutkannya, tujuan kunjungan ini adalah untuk mencari jalan keluar dan memahami mengapa kebun-kebun plasma sebagai kewajiban inti tidak segera dibangun. "Padahal pembangunan kebun plasma adalah kewajiban yang sudah diatur dalam undang-undang perkebunan," ujar Iwan Nurdin.
Hadir dalam rapat tersebut, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) Iwan Nurdin dan Sandoro Purba, Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke Daniel Pauta, pihak perusahaan, Abraham Yolmen selaku pemilik hak ulayat PT Dongin Prabhawa dan Richard Nosai Koula pemilik hak ulayat di PT Papua Agro Lestari (PAL).
Kedua perusahaan tersebut merupakan bagian usaha dari Korindo Group yang berada di Papua. Dalam Rapat Koordinasi tersebut, Iwan menegaskan pihaknya akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam percepatan proses agar dapat menghindari munculnya potensi konflik agraria ke depan.
Sementara itu, Tulus Sianipar yang mewakili pihak perusahaan mengatakan, pihaknya menyambut baik iktikad TPPKA tersebut dan akan sentiasa terus mentaati seluruh aturan serta ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Untuk menindaklanjuti pertemuan tersebut, rencananya akan akan dilakukan Rapat Koordinasi lanjutan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perusahaan, masyarakat, pemerintah daerah dan semua pihak terkait agar percepatan pembangunan solusi menyeluruh yang dibutuhkan masyarakat dapat segera direalisasikan.
"Kami khawatir, sebab masyarakat dijanjikan plasma, pimpinan masyarakat menjanjikan plasma kepada komunitasnya. Sementara perusahaan tidak dapat membangun plasma karena tuduhan saat membangun kebun khususnya land clearing dianggap deforestrasi. Padahal izin dan kesiapan sudah lengkap. Ini bisa memicu konflik sosial di dalam masyarakat. Kita wajib menyegerakan solusi bersama," pungkasnya.
(ven)