Filipina Buka Kembali Pasar Kopi Instan Indonesia Senilai Rp8 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) berhasil melobi Filipina terkait ekspor kopi instan Indonesia yang sempat dihentikan karena persoalan keamanan pangan. Dalam hasil pertemuan konsultasi antara dua belah pihak yang digelar di Jakarta pada Jumat (19/12), otoritas Filipina menyatakan segera membuka kembali pasarnya untuk ekspor Indonesia tersebut.
Pihak Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Barantan, Banun Harpini, menyatakan Filipina sudah berjanji segera menerbitkan surat edaran bea cukai atau Custom Memorandum Circular (CMC) yang akan digunakan untuk mencabut kebijakan pengamanan atau Special Safeguard (SSG) terhadap kopi instan asal Indonesia.
"Alhamdulilah, kita berhasil melakukan negosiasi untuk kembali mengantarkan produk petani kopi kita ke Filipina," kata Banun melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (22/12/2018).
Diskusi antara kedua belah pihak merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada 15 Desember lalu yang membahas isu perdagangan kedua negara, terutama terkait kebijakan Filipina tentang SSG duty atas produk kopi instan Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah Filipina memberlakukan SSG, dengan meningkatkan bea masuk terhadap ekspor kopi dari Indonesia.
Hal tersebut tentunya sangat merugikan petani kopi dan juga neraca perdagangan kita. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk yang tengah dikenakan kebijakan pengamanan pemerintah Filipina berkisar antara USD350 juta-USD400 juta per tahun atau sekitar Rp5,67 triliun, ditambah dengan pendapatan lainnya yang dapat mencapai USD600 juta atau Rp8,64 triliun.
"Sesuai arahan Pak Presiden, pertemuan ini menjadi sangat penting guna memperkuat kerja sama dalam menghadapi perdagangan global, dan sejalan dengan semangat kedua negara di Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam mendukung kemitraan ekonomi komprehensif regional," tutur Banun.
Direktur Layanan Riset Kebijakan, Kementerian Pertanian Filipina, Noel A. Padre yang mewakili delegasi Filipina menyatakan, pihaknya berjanji segera mengomunikasikan dengan pihak terkait di negaranya guna penerbitan CMC, paling lambat dua bulan kedepan.
Delegasi Filipina juga menyampaikan permohonan terhadap komoditas pertanian Filipina berupa pisang cavendis, nanas dan bawang merah agar dapat masuk ke Indonesia melalui pintu pemasukan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Hal ini juga disepakati pihak Indonesia sepanjang dua persyaratan dari Indonesia terpenuhi, yakni keamanan pangan dan daerah bebas hama penyakit tumbuhan atau pest free area.
Sebagai negara mitra dagang, Barantan menyatakan siap melakukan fasilitasi sesuai dengan prosedur perkarantinaan. "Kami segera menyerahkan Indonesian Quarantine Pest List bagi komoditas baru yang akan masuk Indonesia, dan ke depan hendaknya segera dibangun Manajemen Risk Communications, agar lalu lintas perdagangan komoditas pertanian Indonesia-Filipina menjadi lebih lancar," pungkas Banun.
Pertemuan dihadiri juga oleh Duta Besar Indonesia untuk Republik Filipina, Sinyo Harry Sarundajang dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, Direktur Asia Pasifik, Kementerian Luar Negeri dan pejabat dari Kementerian Pertanian.
Pihak Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Barantan, Banun Harpini, menyatakan Filipina sudah berjanji segera menerbitkan surat edaran bea cukai atau Custom Memorandum Circular (CMC) yang akan digunakan untuk mencabut kebijakan pengamanan atau Special Safeguard (SSG) terhadap kopi instan asal Indonesia.
"Alhamdulilah, kita berhasil melakukan negosiasi untuk kembali mengantarkan produk petani kopi kita ke Filipina," kata Banun melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (22/12/2018).
Diskusi antara kedua belah pihak merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada 15 Desember lalu yang membahas isu perdagangan kedua negara, terutama terkait kebijakan Filipina tentang SSG duty atas produk kopi instan Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah Filipina memberlakukan SSG, dengan meningkatkan bea masuk terhadap ekspor kopi dari Indonesia.
Hal tersebut tentunya sangat merugikan petani kopi dan juga neraca perdagangan kita. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk yang tengah dikenakan kebijakan pengamanan pemerintah Filipina berkisar antara USD350 juta-USD400 juta per tahun atau sekitar Rp5,67 triliun, ditambah dengan pendapatan lainnya yang dapat mencapai USD600 juta atau Rp8,64 triliun.
"Sesuai arahan Pak Presiden, pertemuan ini menjadi sangat penting guna memperkuat kerja sama dalam menghadapi perdagangan global, dan sejalan dengan semangat kedua negara di Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam mendukung kemitraan ekonomi komprehensif regional," tutur Banun.
Direktur Layanan Riset Kebijakan, Kementerian Pertanian Filipina, Noel A. Padre yang mewakili delegasi Filipina menyatakan, pihaknya berjanji segera mengomunikasikan dengan pihak terkait di negaranya guna penerbitan CMC, paling lambat dua bulan kedepan.
Delegasi Filipina juga menyampaikan permohonan terhadap komoditas pertanian Filipina berupa pisang cavendis, nanas dan bawang merah agar dapat masuk ke Indonesia melalui pintu pemasukan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Hal ini juga disepakati pihak Indonesia sepanjang dua persyaratan dari Indonesia terpenuhi, yakni keamanan pangan dan daerah bebas hama penyakit tumbuhan atau pest free area.
Sebagai negara mitra dagang, Barantan menyatakan siap melakukan fasilitasi sesuai dengan prosedur perkarantinaan. "Kami segera menyerahkan Indonesian Quarantine Pest List bagi komoditas baru yang akan masuk Indonesia, dan ke depan hendaknya segera dibangun Manajemen Risk Communications, agar lalu lintas perdagangan komoditas pertanian Indonesia-Filipina menjadi lebih lancar," pungkas Banun.
Pertemuan dihadiri juga oleh Duta Besar Indonesia untuk Republik Filipina, Sinyo Harry Sarundajang dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, Direktur Asia Pasifik, Kementerian Luar Negeri dan pejabat dari Kementerian Pertanian.
(ven)