Perang Suku Bunga Perbankan pada 2019 Makin Sengit
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan moneter 2019 masih akan cenderung ketat, walaupun tidak seagresif 2018.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan minimal dua kali mengikuti kenaikan suku bunga The Fed. Kebijakan tersebut akan mendorong perang suku bunga perbankan semakin sengit.
“Artinya, suku bunga acuan 2019 akan berada pada kisaran 6,5%- 6,75%,” kata Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Piter, di tengah kebijakan moneter yang ketat tersebut, perbankan dipastikan akan berebut dana, terutama di bank-bank kelompok bank buku I sampai buku III yang sudah mulai mengalami ketatnya likuiditas.
Perang suku bunga yang sudah terjadi tahun ini akan semakin keras tahun depan. Selain itu, juga berpotensi mendorong suku bunga simpanan ke atas melewati suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Kenaikan suku bunga simpanan di bank buku I sampai buku III dapat dipastikan akan mengundang kenaikan suku bunga di bank buku IV,” ungkapnya.
Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, tahun depan sebagai konsekuensi peningkatan bunga acuan, maka bank akan semakin berebut menaikkan bunga.
Sementara bank yang terlambat menaikkan bunga, likuiditasnya makin ketat. Dia mengungkapkan, tekanan likuiditas paling dirasakan bank buku I dan II. “Adapun saat ini loan to deposito ratio (LDR) bank umum sudah 94%,” imbuhnya.
Menurut dia, kejar-kejaran bunga ini sebenarnya kurang sehat lantaran bunga simpanan yang naik berimbas pada bunga kredit. “Cost of borrowing yang terus meningkat menyulitkan pelaku usaha untuk ekspansi,” cetusnya.
Dia menjelaskan, yang perlu diwaspadai tahun depan adalah pemerintah masih menerbitkan utang dengan yield yang menarik. “Jadi, ada crowding out effect alias berpindahnya dana pihak ketiga perbankan ke kantong pemerintah seiring memegang utang lebih tinggi bunganya dari deposito bank,” jelasnya.
BI sebagai pembuat kebijakan moneter menyatakan, selama 2018 sudah menaikkan suku bunga acuan hingga ke level 6,00% dan suku bunga deposit facility sebesar 5,25% serta suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, tingkat suku bunga kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi ber jalan ke dalam batas yang aman dan untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
“Kami juga sudah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan,” imbuh Perry. BI juga mengatakan, inflasi sudah terkendali yang ditandai dengan inflasi inti sebesar 3,03% (yoy) atau relatif stabil dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya.
“Ke depan, kami terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, yang pada 2019 diperkirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 3,5±1%,” bebernya. (Kunthi Fahmar Sandy)
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan minimal dua kali mengikuti kenaikan suku bunga The Fed. Kebijakan tersebut akan mendorong perang suku bunga perbankan semakin sengit.
“Artinya, suku bunga acuan 2019 akan berada pada kisaran 6,5%- 6,75%,” kata Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Piter, di tengah kebijakan moneter yang ketat tersebut, perbankan dipastikan akan berebut dana, terutama di bank-bank kelompok bank buku I sampai buku III yang sudah mulai mengalami ketatnya likuiditas.
Perang suku bunga yang sudah terjadi tahun ini akan semakin keras tahun depan. Selain itu, juga berpotensi mendorong suku bunga simpanan ke atas melewati suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Kenaikan suku bunga simpanan di bank buku I sampai buku III dapat dipastikan akan mengundang kenaikan suku bunga di bank buku IV,” ungkapnya.
Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, tahun depan sebagai konsekuensi peningkatan bunga acuan, maka bank akan semakin berebut menaikkan bunga.
Sementara bank yang terlambat menaikkan bunga, likuiditasnya makin ketat. Dia mengungkapkan, tekanan likuiditas paling dirasakan bank buku I dan II. “Adapun saat ini loan to deposito ratio (LDR) bank umum sudah 94%,” imbuhnya.
Menurut dia, kejar-kejaran bunga ini sebenarnya kurang sehat lantaran bunga simpanan yang naik berimbas pada bunga kredit. “Cost of borrowing yang terus meningkat menyulitkan pelaku usaha untuk ekspansi,” cetusnya.
Dia menjelaskan, yang perlu diwaspadai tahun depan adalah pemerintah masih menerbitkan utang dengan yield yang menarik. “Jadi, ada crowding out effect alias berpindahnya dana pihak ketiga perbankan ke kantong pemerintah seiring memegang utang lebih tinggi bunganya dari deposito bank,” jelasnya.
BI sebagai pembuat kebijakan moneter menyatakan, selama 2018 sudah menaikkan suku bunga acuan hingga ke level 6,00% dan suku bunga deposit facility sebesar 5,25% serta suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, tingkat suku bunga kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi ber jalan ke dalam batas yang aman dan untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
“Kami juga sudah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan,” imbuh Perry. BI juga mengatakan, inflasi sudah terkendali yang ditandai dengan inflasi inti sebesar 3,03% (yoy) atau relatif stabil dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya.
“Ke depan, kami terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, yang pada 2019 diperkirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 3,5±1%,” bebernya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)