BRI Harus Benahi Pemberdayaan Nasabah UMKM Berbasis Klaster
A
A
A
DEPOK - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) siap meningkatkan dampak sosial (social finance) produk kredit UMKM, khususnya dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Hasil riset menunjukkan kontribusi kredit dari perseroan dalam memberdayakan klaster usaha para nasabah masih cukup rendah dan harus dibenahi kedepannya (room of improvement). Riset ini dilakukan oleh Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
Ketua Tim Peneliti dan juga Komisaris Bank BRI Rofikoh Rokhim mengatakan, penyaluran KUR dan Kupedes oleh BRI harus lebih berdampak signifikan dalam ekonomi yang berkelanjutan. Misalnya pemilik usaha yang mendapat pinjaman harus turut menjaga lingkungan dan para pekerjanya terdaftar dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Dalam menjalankan bisnisnya, nasabah tersebut juga harus memiliki tata kelola (Good Corporate Governance) yang baik sehingga tidak merugikan orang lain.
“Kami juga ingin kredit UMKM khususnya KUR dan Kupedes harus membangun klaster usaha. Jadi mereka tumbuh bersama-sama, tidak boleh individual. Ini yang masih menjadi tugas bersama perbankan pada umumnya. Jangan hanya sekedar membesarkan aset dan mencari laba saja,” ujar Rofikoh di Universitas Indonesia, Depok.
Lebih lanjut dia mengutarakan, peneliti FEB UI melakukan riset bidang social finance dan sustainable finance tentang creating shared value (CSV) dengan sampel nasabah KUR dan Kupedes dari nasabah BRI. Survei dilakukan kepada 80.090 nasabah KUR dan 95.195 nasabah Kupedes melalui kuesioner yang diisi secara online pada periode 17-20 Desember 2018.
Perseroan memberikan izin mengakses data nasabah KUR dan Kupedes sehingga memudahkan pencarian data primer. Bagi perseroan, hasil riset dapat dijadikan sebagai masukan dalam memperbaiki proses maupun pengembangan bisnis ke depan. Sedangkan bagi pemerintah, hasil riset ini jadi evaluasi kebijakan untuk kredit program dan kredit mikro, khususnya dalam akses pendanaan bagi masyarakat.
“Survey ini untuk melihat persepsi nasabah mengenai seberapa penting penyaluran KUR dan Kupedes dari BRI dalam membantu nasabah menciptakan dampak sosial (shared value) bagi stakeholder,” ujarnya.
BRI merupakan pionir dalam pembiayaan UMKM yang berkelanjutan tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Hasil survei ini akan menjadi masukan bagi BRI dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembangunan. Bahwa dalam melakukan penyaluran pembiayaan, BRI tidak hanya berorientasi pada keuntungan namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan nasabah dan pemangku kepentingan nasabah.
Hasil survei menunjukkan bahwa bahwa rata-rata skor persepsi nasabah KUR mencapai angka 4,53 dan KUPEDES sebesar 4,34 dari nilai maksimal sebesar 5 untuk persepsi CSV Level 1. Angka ini menunjukkan nasabah menganggap penyaluran KUR dan KUPEDES BRI memiliki peran penting dalam membantu nasabah untuk menciptakan shared value dari proses redefinisi produk dan pasar.
Sementara itu untuk CSV Level 2 yaitu penciptaan shared value dari proses redefinisi value chain, rata-rata skor persepsi nasabah KUR adalah 4,37 dan nasabah KUPEDES adalah 4,21 dari nilai maksimal 5. Skor ini memperlihatkan bahwa nasabah memiliki persepsi bahwa penyaluran KUR dan KUPEDES BRI memiliki peran penting dalam membantu nasabah untuk menciptakan shared value dari proses perbaikan produktivitasnya.
CSV Level 3 memperlihatkan bagaimana suatu bisnis dapat menciptakan shared value dari pengembangan klaster usaha. Perolehan nilai rata rata untuk nasabah KUR adalah 4,34 dan Kupedes adalah 4,17. Hal ini berarti bahwa nasabah menganggap penyaluran KUR dan KUPEDES oleh BRI penting dalam upaya mereka menciptakan shared value melalui pengembangan klaster usaha.
“Skor di CSV level 3 dalam pembentukan klaster usaha, masih relatif lebih rendah dibandingkan skor CSV level 1 dan 2. Hal Ini dapat dijadikan evaluasi oleh BRI agar lebih memberdayakan klaster usaha nasabahnya,” ujarnya.
Dijelaskan Rofikoh, perbankan juga harus memperluas penyaluran KUR ke sektor produktif yang tidak hanya menyasar ke sektor perdagangan, tetapi juga ke sektor produksi. Pada 2018, BRI misalnya mendapat alokasi pembiayaan KUR senilai Rp 79 triliun. Jumlah tersebut setara 68% penyaluran KUR secara nasional yakni sebesar Rp116 triliun.
Sebagai bank BUMN, kata Rofikoh, BRI tidak hanya berorientasi pada keuntungan, namun BRI juga harus berkontribusi dalam menciptakan shared value bagi nasabahnya. Hingga triwulan III-2018, BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 808,9 triliun. Penyaluran kredit tersebut naik 16,5% dibandingkan periode September 2017 sebesar Rp 694,2 triliun.
Dari komposisi kredit, Bank BRI menyalurkan senilai Rp621,8 triliun atau sekitar 76,9% dari total kredit ke segmen UMKM hingga akhir September 2018. Hingga akhir September 2018, BRI menyalurkan KUR senilai Rp69 triliun atau 86,6% dari target penyaluran tahun 2018 sebesar Rp79,7 triliun. KUR tersebut disalurkan kepada lebih dari 3,4 juta debitur.
Ketua Tim Peneliti dan juga Komisaris Bank BRI Rofikoh Rokhim mengatakan, penyaluran KUR dan Kupedes oleh BRI harus lebih berdampak signifikan dalam ekonomi yang berkelanjutan. Misalnya pemilik usaha yang mendapat pinjaman harus turut menjaga lingkungan dan para pekerjanya terdaftar dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Dalam menjalankan bisnisnya, nasabah tersebut juga harus memiliki tata kelola (Good Corporate Governance) yang baik sehingga tidak merugikan orang lain.
“Kami juga ingin kredit UMKM khususnya KUR dan Kupedes harus membangun klaster usaha. Jadi mereka tumbuh bersama-sama, tidak boleh individual. Ini yang masih menjadi tugas bersama perbankan pada umumnya. Jangan hanya sekedar membesarkan aset dan mencari laba saja,” ujar Rofikoh di Universitas Indonesia, Depok.
Lebih lanjut dia mengutarakan, peneliti FEB UI melakukan riset bidang social finance dan sustainable finance tentang creating shared value (CSV) dengan sampel nasabah KUR dan Kupedes dari nasabah BRI. Survei dilakukan kepada 80.090 nasabah KUR dan 95.195 nasabah Kupedes melalui kuesioner yang diisi secara online pada periode 17-20 Desember 2018.
Perseroan memberikan izin mengakses data nasabah KUR dan Kupedes sehingga memudahkan pencarian data primer. Bagi perseroan, hasil riset dapat dijadikan sebagai masukan dalam memperbaiki proses maupun pengembangan bisnis ke depan. Sedangkan bagi pemerintah, hasil riset ini jadi evaluasi kebijakan untuk kredit program dan kredit mikro, khususnya dalam akses pendanaan bagi masyarakat.
“Survey ini untuk melihat persepsi nasabah mengenai seberapa penting penyaluran KUR dan Kupedes dari BRI dalam membantu nasabah menciptakan dampak sosial (shared value) bagi stakeholder,” ujarnya.
BRI merupakan pionir dalam pembiayaan UMKM yang berkelanjutan tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Hasil survei ini akan menjadi masukan bagi BRI dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembangunan. Bahwa dalam melakukan penyaluran pembiayaan, BRI tidak hanya berorientasi pada keuntungan namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan nasabah dan pemangku kepentingan nasabah.
Hasil survei menunjukkan bahwa bahwa rata-rata skor persepsi nasabah KUR mencapai angka 4,53 dan KUPEDES sebesar 4,34 dari nilai maksimal sebesar 5 untuk persepsi CSV Level 1. Angka ini menunjukkan nasabah menganggap penyaluran KUR dan KUPEDES BRI memiliki peran penting dalam membantu nasabah untuk menciptakan shared value dari proses redefinisi produk dan pasar.
Sementara itu untuk CSV Level 2 yaitu penciptaan shared value dari proses redefinisi value chain, rata-rata skor persepsi nasabah KUR adalah 4,37 dan nasabah KUPEDES adalah 4,21 dari nilai maksimal 5. Skor ini memperlihatkan bahwa nasabah memiliki persepsi bahwa penyaluran KUR dan KUPEDES BRI memiliki peran penting dalam membantu nasabah untuk menciptakan shared value dari proses perbaikan produktivitasnya.
CSV Level 3 memperlihatkan bagaimana suatu bisnis dapat menciptakan shared value dari pengembangan klaster usaha. Perolehan nilai rata rata untuk nasabah KUR adalah 4,34 dan Kupedes adalah 4,17. Hal ini berarti bahwa nasabah menganggap penyaluran KUR dan KUPEDES oleh BRI penting dalam upaya mereka menciptakan shared value melalui pengembangan klaster usaha.
“Skor di CSV level 3 dalam pembentukan klaster usaha, masih relatif lebih rendah dibandingkan skor CSV level 1 dan 2. Hal Ini dapat dijadikan evaluasi oleh BRI agar lebih memberdayakan klaster usaha nasabahnya,” ujarnya.
Dijelaskan Rofikoh, perbankan juga harus memperluas penyaluran KUR ke sektor produktif yang tidak hanya menyasar ke sektor perdagangan, tetapi juga ke sektor produksi. Pada 2018, BRI misalnya mendapat alokasi pembiayaan KUR senilai Rp 79 triliun. Jumlah tersebut setara 68% penyaluran KUR secara nasional yakni sebesar Rp116 triliun.
Sebagai bank BUMN, kata Rofikoh, BRI tidak hanya berorientasi pada keuntungan, namun BRI juga harus berkontribusi dalam menciptakan shared value bagi nasabahnya. Hingga triwulan III-2018, BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 808,9 triliun. Penyaluran kredit tersebut naik 16,5% dibandingkan periode September 2017 sebesar Rp 694,2 triliun.
Dari komposisi kredit, Bank BRI menyalurkan senilai Rp621,8 triliun atau sekitar 76,9% dari total kredit ke segmen UMKM hingga akhir September 2018. Hingga akhir September 2018, BRI menyalurkan KUR senilai Rp69 triliun atau 86,6% dari target penyaluran tahun 2018 sebesar Rp79,7 triliun. KUR tersebut disalurkan kepada lebih dari 3,4 juta debitur.
(akr)