Investasi Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Dibidik Rp130 Triliun

Jum'at, 04 Januari 2019 - 15:54 WIB
Investasi Industri Kimia,...
Investasi Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Dibidik Rp130 Triliun
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi nilai investasi yang akan masuk di industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) sebesar Rp130 triliun pada tahun 2019. Dari penanaman modal tersebut, diyakini dapat memperdalam struktur sektor manufaktur di Indonesia sekaligus mensubstitusi produk impor.

“Di tahun politik ini, sejumlah investor jangka panjang masih tetap jalan. Kami berharap investasi itu turut mendongkrak pertumbuhan industri nasional,” ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Jumat (4/1/2019)..

Menurutnya dari sektor IKFT, investasi di industri kimia diperkirakan paling besar nilainya karena tergolong padat modal dan membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu, industri kimia dinilai berperan strategis sebagai sektor hulu lantaran produksinya dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri lain.

“Sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk ekspansi di industri hulu kimia. Misalnya dari Korea Selatan, yang hingga saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” ungkapnya.

Investasi tersebut merupakan komitmen PT Lotte Chemical Indonesia yang menggelontorkan dananya sebesar USD3,5 miliar untuk menghasilkan naphtha cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. Selain itu, PT Chandra Asri Petrochemical menyuntik dana hingga USD5,4 miliar, yang di antaranya guna memproduksi naphtha cracker mencapai 2,5 juta ton per tahun.

“Kami bertekad mendorong percepatan pembangunan kompleks petrokimiatersebut, sehingga akan mendukung pengurangan impor produk petrokimia minimal 50 persen. Kami juga berharap agar proyek ini lebih mengutamakan penggunaan komponen lokal dan melibatkan tenaga kerja dari dalam negeri,” paparnya.

Dalam upaya memasok tenaga kerja yang kompeten, Kemenperin bakal memfasilitasi pembanguan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon pada tahun 2019. Melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operator atau tenaga kerja lainnya untuk industri petrokimia. “Pemerintah juga tengah berupaya memfasilitasi untuk pemberian tax holiday,” imbuhnya.

Di samping itu, Sigit optimistis, pertumbuhan industri farmasi di Indonesia mampu menembus level 7-10 persen pada tahun 2019. Selain dipacu peningkatan investasi, kinerja positif industri farmasi terkatrol dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Program itu masih menjadi magnet bagi investor untuk menanamkan modalnya, karena meningkatkan demand,” terang dia

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi khususnya di sektor industri manufaktur. “Pada era pemerintahan Bapak Jokowi, di klaster Cilegon misalnya, sudah ada tambahan investasi di sektor industri baja dan kimia. Jadi, dari segi mother of industry, kita semakin kuat,” ungkapnya.

Menperin pun berharap, upaya itu diharapkan dapat memberikan efek kepercayaan diri kepada investor lain karena dilakukan menjelang tahun politik. “Artinya, investor tidak perlu lagi menunggu, bahwa kondisi ekonomi dan politik Indonesia dinilai stabil. Nah, ini kesempatan Indonesia untuk terus memacu investasi,” imbuhnya.

Hingga Desember 2018, investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp226,18 triliun. “Populasi industri besar dan sedang bertambah sebesar 6 ribu unit usaha. Industri kecil mengalami penambahan jumlah industri yang mendapatkan izin sebanyak 10 ribu unit usaha,” paparnya.

Dari capaian tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0836 seconds (0.1#10.140)