PT GUN: Demo Mantan Sopir Tangki Seharusnya Ditujukan ke Kami
A
A
A
JAKARTA - Aksi demonstrasi yang mengatasnamakan buruh awak mobil tangki Pertamina dan tergabung dalam Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki (SP-AMT) di depan Istana Negara Rabu (9/1) lalu disesalkan PT Garda Utama Nasional (GUN).
Pasalnya, para pendemo tersebut adalah mantan karyawan yang dulu pernah bekerja di PT GUN sebagai awak mobil tangki (AMT) di area lokasi kerja PT Pertamina Patra Niaga. PT GUN menyayangkan aksi yang telah membuat ketidaknyamanan banyak pihak, terutama PT Pertamina Patra Niaga, dan bahkan masyarakat di sekitar lokasi demo yaitu di Plumpang dan sekitar Istana Negara.
"Mereka melakukan aksi karena adanya masalah hubungan kerja antara PT Guna Utama Nasional dengan mantan karyawannya, tetapi yang dituntut malah Pertamina Patra Niaga. Kalau mereka tidak puas seharusnya kami yang didemo, bukan Pertamina. Apalagi berdemo di Istana," ujar Direktur PT GUN Rudi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Rudi menegaskan, Pertamina sama sekali tidak ada hubungannya terkait unjuk rasa yang dilakukan oleh mantan pekerja perusahaan yang menjadi vendor PT Pertamina Patra Niaga tersebut. Rudi menambahkan, sebenarnya pihak perusahaan telah melakukan berbagai macam upaya untuk dapat memperbaiki hubungan kerja.
"Namun akhirnya perusahaan tidak dapat menghindari untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)," ungkapnya.
Menurut dia, keputusan itu diambil setelah melalui tahapan verifikasi sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, jelas dia, juga terdapat hal-hal lain yang membuat perusahaan harus melakukan PHK terhadap para AMT tersebut karena kewajiban karyawan dinilai tidak berjalan semestinya. "Jadi bagaimana mungkin bisa dipertahankan?" ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, dalam proses PHK ini PT GUN telah melakukan tindakan yang disyaratkan dan diatur dalam peraturan perusahaan, Undang-Undang Ketenagakerjaaan dan peraturan-peraturan lain terkait tenaga kerja. "Kami telah melaksanakan kewajiban menurut hukum terhadap mantan karyawan kami terkait dengan PHK itu," tegasnya.
Sekadar diketahui, sebelumnya, ketika PT SSS telah berakhir kontrak kerjanya dengan Pertamina Patra Niaga, penyediaan tenaga outsourcing sopir tangki dilanjutkan oleh PT GUN. Seluruh tenaga outsourcing sopir tangki tersebut termasuk yang melakukan aksi demo bahkan diberikan pesangon, walau dalam perjanjian kerja dengan mereka tidak ada kewajiban itu.
Ketika peralihan vendor dari PT SSS ke PT GUN, para mantan sopir tangki juga diberi kesempatan untuk kembali menjadi sopir tangki BBM dan menjadi pekerja tanpa terbatas waktu atau bukan lagi kontrak dua tahunan seperti sebelumnya. Namun, sekitar 100 orang sopir menolak dan bahkan menuntut diangkat menjadi tenaga kerja tetap Pertamina.
Pasalnya, para pendemo tersebut adalah mantan karyawan yang dulu pernah bekerja di PT GUN sebagai awak mobil tangki (AMT) di area lokasi kerja PT Pertamina Patra Niaga. PT GUN menyayangkan aksi yang telah membuat ketidaknyamanan banyak pihak, terutama PT Pertamina Patra Niaga, dan bahkan masyarakat di sekitar lokasi demo yaitu di Plumpang dan sekitar Istana Negara.
"Mereka melakukan aksi karena adanya masalah hubungan kerja antara PT Guna Utama Nasional dengan mantan karyawannya, tetapi yang dituntut malah Pertamina Patra Niaga. Kalau mereka tidak puas seharusnya kami yang didemo, bukan Pertamina. Apalagi berdemo di Istana," ujar Direktur PT GUN Rudi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Rudi menegaskan, Pertamina sama sekali tidak ada hubungannya terkait unjuk rasa yang dilakukan oleh mantan pekerja perusahaan yang menjadi vendor PT Pertamina Patra Niaga tersebut. Rudi menambahkan, sebenarnya pihak perusahaan telah melakukan berbagai macam upaya untuk dapat memperbaiki hubungan kerja.
"Namun akhirnya perusahaan tidak dapat menghindari untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)," ungkapnya.
Menurut dia, keputusan itu diambil setelah melalui tahapan verifikasi sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, jelas dia, juga terdapat hal-hal lain yang membuat perusahaan harus melakukan PHK terhadap para AMT tersebut karena kewajiban karyawan dinilai tidak berjalan semestinya. "Jadi bagaimana mungkin bisa dipertahankan?" ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, dalam proses PHK ini PT GUN telah melakukan tindakan yang disyaratkan dan diatur dalam peraturan perusahaan, Undang-Undang Ketenagakerjaaan dan peraturan-peraturan lain terkait tenaga kerja. "Kami telah melaksanakan kewajiban menurut hukum terhadap mantan karyawan kami terkait dengan PHK itu," tegasnya.
Sekadar diketahui, sebelumnya, ketika PT SSS telah berakhir kontrak kerjanya dengan Pertamina Patra Niaga, penyediaan tenaga outsourcing sopir tangki dilanjutkan oleh PT GUN. Seluruh tenaga outsourcing sopir tangki tersebut termasuk yang melakukan aksi demo bahkan diberikan pesangon, walau dalam perjanjian kerja dengan mereka tidak ada kewajiban itu.
Ketika peralihan vendor dari PT SSS ke PT GUN, para mantan sopir tangki juga diberi kesempatan untuk kembali menjadi sopir tangki BBM dan menjadi pekerja tanpa terbatas waktu atau bukan lagi kontrak dua tahunan seperti sebelumnya. Namun, sekitar 100 orang sopir menolak dan bahkan menuntut diangkat menjadi tenaga kerja tetap Pertamina.
(fjo)