Jika Berlanjut, Perang Dagang AS-China Picu Kemerosotan Ekonomi
A
A
A
JENEWA - United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), organisasi yang menangani isu perdagangan dan pembangunan di bawah PBB, memperingatkan bahwa jika berlanjut, perang dagang AS-China akan berdampak sangat negatif.
Diketahui, AS berencana untuk kembali menaikkan tarif atas barang-barang impor dari China bulan depan jika tidak terjadi kesepakatan antara kedua negara. Menurut studi UNCTAD, selain akan memicu kemerosotan ekonomi, hal itu juga akan menyebabkan sekitar USD200 miliar ekspor China diambil alih oleh negara-negara lain.
AS diketahui telah memungut bea tambahan antara 10% dan 25% atas barang-barang China senilai USD250 miliar tahun lalu dengan alasan China melakukan praktik perdagangan yang tidak adil. Tarif 10% tersebut rencananya akan naik menjadi 25% kecuali ada kemajuan signifikan pada kesepakatan dagang sebelum 1 Maret mendatang.
"Implikasinya akan sangat besar," ungkap Kepala Perdagangan Internasional UNCTAD Pamela Coke-Hamilton, seperti dkutip Reuters, Selasa (5/2/2019). Dalam sebuah konferensi pers dia menegaskan bahwa implikasinya bagi seluruh sistem perdagangan internasional akan sangat negatif.
Pamela mengatakan bahwa kenaikan tarif AS dan langkah pembalasan oleh China akan memicu penurunan ekonomi karena ketidakstabilan di pasar komoditas dan keuangan. Sementara, langkah perusahaan untuk beradaptasi akan memberikan tekanan pada pertumbuhan global.
"Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang mengarah pada kehilangan pekerjaan dan pengangguran yang lebih tinggi dan yang lebih penting, kemungkinan efek penularan, atau apa yang kita sebut efek reaksioner, yang mengarah ke riam langkah distorsi perdagangan lainnya," paparnya. Negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin, sambung dia, akan berjuang untuk mengatasi guncangan eksternal itu.
Di sisi lain, biaya yang lebih tinggi dari perdagangan AS-China akan mendorong perusahaan untuk beralih dari rantai pasokan Asia Timur saat ini. Namun, dampak pengenaan tarif itu tidak akan menguntungkan perusahaan-perusahaan AS.
Kajian UNCTAD tersebut memperkirakan, perusahaan-perusahaan AS hanya akan menangkap 6% dari USD250 miliar ekspor China yang terpengaruh. Sementara perusahaan-perusahaan China akan memperoleh 12%, namun dengan biaya perdagangan yang lebih tinggi.
Negara-negara lain diperkirakan akan menangkap 82% dari nilai ekspor China senilai USD250 miliar dan 85% dari ekspor AS senilai USD85 miliar yang terkena tarif. "UE akan menangkap UD70 miliar dari perdagangan AS-China. Jepang, Meksiko, dan Kanada masing-masing akan memperoleh lebih dari USD20 miliar," ujarnya.
Diketahui, AS berencana untuk kembali menaikkan tarif atas barang-barang impor dari China bulan depan jika tidak terjadi kesepakatan antara kedua negara. Menurut studi UNCTAD, selain akan memicu kemerosotan ekonomi, hal itu juga akan menyebabkan sekitar USD200 miliar ekspor China diambil alih oleh negara-negara lain.
AS diketahui telah memungut bea tambahan antara 10% dan 25% atas barang-barang China senilai USD250 miliar tahun lalu dengan alasan China melakukan praktik perdagangan yang tidak adil. Tarif 10% tersebut rencananya akan naik menjadi 25% kecuali ada kemajuan signifikan pada kesepakatan dagang sebelum 1 Maret mendatang.
"Implikasinya akan sangat besar," ungkap Kepala Perdagangan Internasional UNCTAD Pamela Coke-Hamilton, seperti dkutip Reuters, Selasa (5/2/2019). Dalam sebuah konferensi pers dia menegaskan bahwa implikasinya bagi seluruh sistem perdagangan internasional akan sangat negatif.
Pamela mengatakan bahwa kenaikan tarif AS dan langkah pembalasan oleh China akan memicu penurunan ekonomi karena ketidakstabilan di pasar komoditas dan keuangan. Sementara, langkah perusahaan untuk beradaptasi akan memberikan tekanan pada pertumbuhan global.
"Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang mengarah pada kehilangan pekerjaan dan pengangguran yang lebih tinggi dan yang lebih penting, kemungkinan efek penularan, atau apa yang kita sebut efek reaksioner, yang mengarah ke riam langkah distorsi perdagangan lainnya," paparnya. Negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin, sambung dia, akan berjuang untuk mengatasi guncangan eksternal itu.
Di sisi lain, biaya yang lebih tinggi dari perdagangan AS-China akan mendorong perusahaan untuk beralih dari rantai pasokan Asia Timur saat ini. Namun, dampak pengenaan tarif itu tidak akan menguntungkan perusahaan-perusahaan AS.
Kajian UNCTAD tersebut memperkirakan, perusahaan-perusahaan AS hanya akan menangkap 6% dari USD250 miliar ekspor China yang terpengaruh. Sementara perusahaan-perusahaan China akan memperoleh 12%, namun dengan biaya perdagangan yang lebih tinggi.
Negara-negara lain diperkirakan akan menangkap 82% dari nilai ekspor China senilai USD250 miliar dan 85% dari ekspor AS senilai USD85 miliar yang terkena tarif. "UE akan menangkap UD70 miliar dari perdagangan AS-China. Jepang, Meksiko, dan Kanada masing-masing akan memperoleh lebih dari USD20 miliar," ujarnya.
(fjo)