Genjot Elektrifikasi, Pemerintah Siap Salurkan 98.481 LTSHE Tahun Ini
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan listrik menjadi komitmen mutlak. Karena itu, peningkatan rasio elektrifikasi menjadi salah satu target utama dalam menjalankan program di sektor ESDM.
Hingga tahun 2018, rasio elektrifikasi nasional tercatat sebesar 98,30%, melampaui target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang dipatok 97,5% pada akhir 2019. Rasio elektrifikasi ini menggambarkan jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibandingkan dengan jumlah rumah tangga nasional.
"Pemerintah sadar benar akan pentingnya akses energi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," tegas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (5/1/2019).
Terkait dengan itu, pemerintah telah mencetuskan program LTSHE yang mulai digulirkan di tahun 2017. Payung hukum diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) bagi Masyarakat yang Belum Mendapatkan Akses Listrik.
"Program bantuan gratis melalui pembiayaan APBN ini mampu menjadi solusi penerangan bagi wilayah-wilayah yang belum terlistriki oleh jaringan PLN," jelas Agung.
Selama dua tahun terakhir, imbuh Agung, sudah ada 255.338 rumah yang sudah menikmati manfaat LTSHE. Rinciannya, 79.556 rumah tangga di tahun 2017 tersebar di wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara dan sebanyak 175.782 rumah pada 2018 yang tersebar di 15 provinsi.
"Untuk tahun 2019, Kementerian ESDM memiliki target untuk menyalurkan 98.481 LTSHE ke rumah-rumah yang belum menikmati listrik sama sekali," kata Agung.
LTSHE sendiri merupakan perangkat pencahayaan berupa lampu terintegrasi dengan baterai yang energinya bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik.
Energi listrik di dalam baterai ini yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu. LTSHE dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam.
Agung mengatakan, LTSHE merupakan terobosan program untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita, yang jumlahnya mencapai lebih dari 2.500 desa di seluruh Indonesia.
Paket program LTSHE antara lain mencakup panel surya (photovoltaik) berkapasitas 20 watt peak, 4 lampu Light Emitting Diode (LED), baterai, 2 buah hub, 1 usb untuk charger hp, biaya pemasangan, dan layanan purna jual selama tiga tahun.
Dia menjelaskan, LTSHE yang dibagikan memiliki tiga mode kecerahan, yakni kecerahan maksimal, sedang, dan redup. Di mode penerangan maksimal, lampu ini dapat menyala selama 5 jam. Untuk mode sedang bisa bertahan selama 11 jam dan untuk mode redup dapat menyala hingga 47 jam nonstop.
"Setiap paket juga dilengkapi dengan barcode, jadi nanti sudah terdata, terverifikasi dan sudah dibagi sesuai dengan daerahnya, tidak boleh dijual atau dialihkan," tutupnya.
Hingga tahun 2018, rasio elektrifikasi nasional tercatat sebesar 98,30%, melampaui target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang dipatok 97,5% pada akhir 2019. Rasio elektrifikasi ini menggambarkan jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibandingkan dengan jumlah rumah tangga nasional.
"Pemerintah sadar benar akan pentingnya akses energi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," tegas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (5/1/2019).
Terkait dengan itu, pemerintah telah mencetuskan program LTSHE yang mulai digulirkan di tahun 2017. Payung hukum diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) bagi Masyarakat yang Belum Mendapatkan Akses Listrik.
"Program bantuan gratis melalui pembiayaan APBN ini mampu menjadi solusi penerangan bagi wilayah-wilayah yang belum terlistriki oleh jaringan PLN," jelas Agung.
Selama dua tahun terakhir, imbuh Agung, sudah ada 255.338 rumah yang sudah menikmati manfaat LTSHE. Rinciannya, 79.556 rumah tangga di tahun 2017 tersebar di wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara dan sebanyak 175.782 rumah pada 2018 yang tersebar di 15 provinsi.
"Untuk tahun 2019, Kementerian ESDM memiliki target untuk menyalurkan 98.481 LTSHE ke rumah-rumah yang belum menikmati listrik sama sekali," kata Agung.
LTSHE sendiri merupakan perangkat pencahayaan berupa lampu terintegrasi dengan baterai yang energinya bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik.
Energi listrik di dalam baterai ini yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu. LTSHE dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam.
Agung mengatakan, LTSHE merupakan terobosan program untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita, yang jumlahnya mencapai lebih dari 2.500 desa di seluruh Indonesia.
Paket program LTSHE antara lain mencakup panel surya (photovoltaik) berkapasitas 20 watt peak, 4 lampu Light Emitting Diode (LED), baterai, 2 buah hub, 1 usb untuk charger hp, biaya pemasangan, dan layanan purna jual selama tiga tahun.
Dia menjelaskan, LTSHE yang dibagikan memiliki tiga mode kecerahan, yakni kecerahan maksimal, sedang, dan redup. Di mode penerangan maksimal, lampu ini dapat menyala selama 5 jam. Untuk mode sedang bisa bertahan selama 11 jam dan untuk mode redup dapat menyala hingga 47 jam nonstop.
"Setiap paket juga dilengkapi dengan barcode, jadi nanti sudah terdata, terverifikasi dan sudah dibagi sesuai dengan daerahnya, tidak boleh dijual atau dialihkan," tutupnya.
(fjo)