Kementan Siapkan Teknologi untuk Rawa Produktif

Jum'at, 08 Februari 2019 - 21:33 WIB
Kementan Siapkan Teknologi...
Kementan Siapkan Teknologi untuk Rawa Produktif
A A A
JAKARTA - Dengan potensi yang sangat besar, lahan rawa memerlukan penanganan khusus sebelum dijadikan areal persawahan. Kementan telah menyiapkan teknologi khusus untuk mengatasi sejumlah tantangan seperti manajemen pengairan, teknologi olah lahan hingga, penyiapan varietas padi unggul untuk rawa.

"Lahan rawa sebenarnya punya kesuburan yang cukup baik. Namun ada beberapa permasalahan perlu diatasi, diantaranya kondisi biofisik lahan seperti kemasaman tanah tinggi, dan kandungan besi umumnya tinggi. Lalu cekaman air seperti kekeringan dan genangan. Kondisi inilah yang harus ditangani agar produktivitas tanaman di lahan rawa lebih optimal dan produktif," kata Staf Ahli Bidang Lingkungan Pertanian, Pending Dadih Permana, Jumat (8/2/2019).

Upaya tersebut meliputi pengaturan tata air untuk mengatur tinggi muka air pada lahan budidaya. Terkait upaya pencucian terhadap lahan yang masam, dilakukan dengan mengalirkan air dari sungai induk ke lahan secara periodik dengan sistem polder dan kanal yang digerakkan oleh pompa kapasitas besar selain juga penggunaan Kapur Pertani. Lahan rawa didominasi oleh tanah masam (pH <4), sehingga tidak semua jenis tanaman pangan dapat tumbuh dengan baik di lahan tersebut.

Padi lokal misalnya, merupakan tanaman indegenious yang adaptif dan banyak ditanam petani di lahan rawa. Hampir 90% persawahan di lahan rawa ditanami padi lokal pada musim kemarau.

"Keunggulan padi lokal adalah adaptif terhadap kemasaman tanah, cekaman air, dan kandungan besi tinggi, memerlukan input produksi minim, pemeliharaan tidak intensif, rasa nasi pera disukai petani lokal dan harga jual cukup tinggi," jelas Dadih.

Padi lokal yang berkembang di lahan rawa memiliki beragam jenis nama, antara lain Bayar, Lemo, Pandak dan beragam jenis Siam. Karakteristik padi lokal umumnya adaptif dengan kondisi agroekologi rawa, umurnya panjang 8-10 bulan, tetapi hasilnya rendah, yaitu 2-3 ton per hektar. Pola tanam yang digunakan petani umumnya padi lokal sekali dalam setahun (IP 1).

Peningkatan IP dapat dilakukan dengan penggunaan padi unggul adaptif lahan rawa. Pengembangan padi ke lahan rawa memerlukan varietas yang adaptif terhadap cekaman lingkungan terutama kemasaman tanah dan keracunan besi di LRPS dan cekaman air (kekeringan/genangan) di LRL.

Kementan memeperkenalkan varietas Inpara (inbrida padi rawa) yang merupakan varietas padi adaptif lahan rawa. Ada sembilan varietas yang sudah dilepas, yaitu Inpara 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Varietas Inpara dirakit dengan memiliki keunggulan toleran terhadap keracunan besi (Inpara 1, 2, 3, 6, 7, 8 dan 9) dan toleran rendaman (varietas Inpara 4 dan Inpara 5).

Sementara, varietas toleran rendaman yang dikembangkan dari gen Sub-1 memiliki kemampuan recovery dengan cepat setelah mendapat cekaman genangan. Potensi hasil 5,0-7,6 ton per hektar dengan potensi hasil rata-rata di atas 5 ton per hektar.

"Beberapa padi juga punya hasil yang khusus, seperti Inpara 2 dan 7 yang punya bentuk tekstur nasi pulen, sementara Inpara 1, 3, 4, 8, dan 9 teksturnya pera, lalu tekstur sedang untuk Inpara 5, dan 6 dengan umur panen 114-135 hari," terang Dadih.

Varietas Inpara 2 memiliki adaptasi yang baik di LRPS maupun LRL. Varietas ini cukup berkembang dan diminati petani di Kalimantan Selatan, Tengah, dan Bengkulu dengan hasil 3-5,0 ton per ha. Varietas Inpara 3 memiliki adaptasi luas dapat ditanam pada beberapa agroekosistem, baik di lahan LRPS, lebak, irigasi semi teknis dan tadah hujan di Kalimantan Selatan, Tengah, dan Barat. Daya hasil Inpara 3 relatif stabil antara 3,0-4,0 ton per ha.

"Adaptasi kedua varietas tersebut cukup baik di lahan rawa, sehingga pada daerah dimana varietas Ciherang kurang adaptif, kedua varietas tersebut masih dapat berproduksi dengan baik," pungkas Dadih.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0862 seconds (0.1#10.140)