Harga Avtur Pertamina Lebih Murah Dibandingkan Singapura
A
A
A
JAKARTA - Meningkatnya harga tiket maskapai penerbangan nasional untuk rute domestik bukan disebabkan oleh harga bahan bakar avtur yang dijual PT Pertamina. Data WFS Shell, China National Aviation Fuel (CNAF) dan Soekarno menilai harga avtur Pertamina termasuk murah dibandingkan negara Asia lainnya.
Data Blue Sky yang selalu diterbitkan secara periodik, menyebutkan harga avtur dari Pertamina di Bandara Intenasional Soekarno-Hatta senilai USD42,3 sen per liter.
Harga tersebut lebih murah dibandingkan di Bandara Internasional Changi di Singapura yang mencapai USD56,8 sen per liter, dan bandara di China yang sebesar USD46,12 sen per liter. Dan harga avtur Pertamina tersebut jauh dibawah harga avtur di Bandara Sydney (Kingsford Smith) di Australia dengan harga USD1,03 per liter.
"Dan avtur itu bukan BBM Bersubsidi. Bisnis avtur adalah bisnis yang murni antar korporasi yang harusnya tidak boleh ada pengaturan tentang harga," tegas Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Dibalik pola business to business (B to B) dalam penjualan avtur, kata dia, pasti ada diskon yang pemberlakuannya berbeda-beda. Pembelian dalam jumlah besar dan pembayaran tunai tentu bisa mendapat diskon khusus.
Sementara pembelian yang membayar dengan cara berutang apalagi jangka waktunya yang lama, tentu harga avturnya tidak bisa sama dengan harga yang membeli dengan cara tunai atau pembayaran dengan jangka waktu pendek.
"Disinilah Pertamina harusnya menyampaikan ke publik soal skema dan kebijakan penentuan avtur agar dipahami semua pihak termasuk Presiden Jokowi," tegas Sofyano.
Lanjut Sofyano, seharusnya dalam masalah mahalnya harga tiket pesawat, otoritas dapat memeriksa struktur pembentuk harga tiket pesawat. Berapa sebenarnya Harga Pokok Produksi (HPP) yang membentuknya dan berapa margin yang diambil maskapai.
Dengan mengetahui HPP ini, maka akan dapat diketahui dengan tepat pos pembiayaan yang membentuk atau membebani harga tiket pesawat. Misalnya biaya perbaikan dan perawatan, biaya sewa pesawat, biaya asuransi, handling fee bandara, dan lain-lain.
Menurutnya, mahalnya harga tiket pesawat bukan semata-mata disebabkan oleh harga avtur. Terdapat hal-hal lain yang menyebabkan naiknya biaya operasional maskapai. Jadi, Presiden harus bijak menyikapi soal harga avtur ini.
"Pesiden harus memahami bahwa ini adalah bisnis murni, B to B. Saya sangat yakin Pertamina menjual avtur dengan harga yang memberikan keuntungan bagi BUMN ini walau harganya diturunkan," kata dia.
Dia menjelaskan, avtur bukanlah jenis BBM bersubsidi. Karena itu, tata niaga maupun harganya berdasarkan bisnis murni yang tidak diatur oleh pemerintah. Namun demikian, tegas dia, hal itu bukan berarti produsen lantas dengan semena-mena menjual avtur dengan harga tinggi.
Data Blue Sky yang selalu diterbitkan secara periodik, menyebutkan harga avtur dari Pertamina di Bandara Intenasional Soekarno-Hatta senilai USD42,3 sen per liter.
Harga tersebut lebih murah dibandingkan di Bandara Internasional Changi di Singapura yang mencapai USD56,8 sen per liter, dan bandara di China yang sebesar USD46,12 sen per liter. Dan harga avtur Pertamina tersebut jauh dibawah harga avtur di Bandara Sydney (Kingsford Smith) di Australia dengan harga USD1,03 per liter.
"Dan avtur itu bukan BBM Bersubsidi. Bisnis avtur adalah bisnis yang murni antar korporasi yang harusnya tidak boleh ada pengaturan tentang harga," tegas Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Dibalik pola business to business (B to B) dalam penjualan avtur, kata dia, pasti ada diskon yang pemberlakuannya berbeda-beda. Pembelian dalam jumlah besar dan pembayaran tunai tentu bisa mendapat diskon khusus.
Sementara pembelian yang membayar dengan cara berutang apalagi jangka waktunya yang lama, tentu harga avturnya tidak bisa sama dengan harga yang membeli dengan cara tunai atau pembayaran dengan jangka waktu pendek.
"Disinilah Pertamina harusnya menyampaikan ke publik soal skema dan kebijakan penentuan avtur agar dipahami semua pihak termasuk Presiden Jokowi," tegas Sofyano.
Lanjut Sofyano, seharusnya dalam masalah mahalnya harga tiket pesawat, otoritas dapat memeriksa struktur pembentuk harga tiket pesawat. Berapa sebenarnya Harga Pokok Produksi (HPP) yang membentuknya dan berapa margin yang diambil maskapai.
Dengan mengetahui HPP ini, maka akan dapat diketahui dengan tepat pos pembiayaan yang membentuk atau membebani harga tiket pesawat. Misalnya biaya perbaikan dan perawatan, biaya sewa pesawat, biaya asuransi, handling fee bandara, dan lain-lain.
Menurutnya, mahalnya harga tiket pesawat bukan semata-mata disebabkan oleh harga avtur. Terdapat hal-hal lain yang menyebabkan naiknya biaya operasional maskapai. Jadi, Presiden harus bijak menyikapi soal harga avtur ini.
"Pesiden harus memahami bahwa ini adalah bisnis murni, B to B. Saya sangat yakin Pertamina menjual avtur dengan harga yang memberikan keuntungan bagi BUMN ini walau harganya diturunkan," kata dia.
Dia menjelaskan, avtur bukanlah jenis BBM bersubsidi. Karena itu, tata niaga maupun harganya berdasarkan bisnis murni yang tidak diatur oleh pemerintah. Namun demikian, tegas dia, hal itu bukan berarti produsen lantas dengan semena-mena menjual avtur dengan harga tinggi.
(ven)