Genjot Produksi Minyak, Iklim Investasi Harus Diperbaiki
A
A
A
JAKARTA - Minyak sebagai sumber energi di Indonesia dipastikan masih berperan besar hingga 2050, karena konsumsi yang diproyeksi terus meningkat. Untuk itu, produksi minyak dalam negeri harus ditingkatkan guna mengimbangi pertumbuhan konsumsinya.
Berbicara dalam seminar energi bertema "Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas" yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, potensi migas Indonesia sebetulnya masih cukup besar.
Indonesia memiliki 128 cekungan dan yang sudah dieksplorasi dan eksploitasi baru sebanyak 54 cekungan. Dari 54 cekungan yang telah dieksplorasi, imbuh dia, Indonesia saat ini memiliki cadangan sebanyak 3,2 miliar barel minyak.
Dia menyebutkan, kesenjangan antara produksi dan kebutuhan minyak akibat pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan bagi negara ini. Untuk itu, dibutuhkan tambahan cadangan minyak yang dapat dieksploitasi untuk meningkatkan produksi. "Kalau ada giant discovery, diharapkan cadangan bisa meningkat," kata Dwi di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
(Baca Juga: Diambang Defisit Migas, Pemerintah Dorong Kegiatan Eksplorasi)
Menurut Dwi, menyikapi potensi hulu migas yang masih besar tersebut, pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi. Berbagai langkah menurutnya telah dilakukan SKK Migas untk memperbaiki iklim investasi, antara lain penyederhanaan perizinan dan peningkatan kegiatan eksplorasi melalui roadshow ke calon investor.
Sementara, panelis lain dalam diskusi tersebut, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro mengatakan, dengan asumsi peran minyak sampai 2035 masih penting, Indonesia perlu melakukan sesuatu.
"Tahun 2035-2040 kombinasi defisit gasoline ditambah diesel bisa sampai 1 juta barel per hari. Konsumsi energi yang besar itu good for us, drive the economy. Tapi kita harus produktif," tegasnya.
Untuk itu, kata dia, Indonesia harus berani berkompetisi. Salah satunya bisa ditunjukkan dengan penerapan kebijakan fiskal yang menarik. "Pertama fiskal harus menarik, kedua harus dihormati sampai akhir kontrak. Ketiga accelerate development. Ini kalau mau naik produksinya," tandasnya.
Berbicara dalam seminar energi bertema "Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas" yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, potensi migas Indonesia sebetulnya masih cukup besar.
Indonesia memiliki 128 cekungan dan yang sudah dieksplorasi dan eksploitasi baru sebanyak 54 cekungan. Dari 54 cekungan yang telah dieksplorasi, imbuh dia, Indonesia saat ini memiliki cadangan sebanyak 3,2 miliar barel minyak.
Dia menyebutkan, kesenjangan antara produksi dan kebutuhan minyak akibat pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan bagi negara ini. Untuk itu, dibutuhkan tambahan cadangan minyak yang dapat dieksploitasi untuk meningkatkan produksi. "Kalau ada giant discovery, diharapkan cadangan bisa meningkat," kata Dwi di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
(Baca Juga: Diambang Defisit Migas, Pemerintah Dorong Kegiatan Eksplorasi)
Menurut Dwi, menyikapi potensi hulu migas yang masih besar tersebut, pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi. Berbagai langkah menurutnya telah dilakukan SKK Migas untk memperbaiki iklim investasi, antara lain penyederhanaan perizinan dan peningkatan kegiatan eksplorasi melalui roadshow ke calon investor.
Sementara, panelis lain dalam diskusi tersebut, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro mengatakan, dengan asumsi peran minyak sampai 2035 masih penting, Indonesia perlu melakukan sesuatu.
"Tahun 2035-2040 kombinasi defisit gasoline ditambah diesel bisa sampai 1 juta barel per hari. Konsumsi energi yang besar itu good for us, drive the economy. Tapi kita harus produktif," tegasnya.
Untuk itu, kata dia, Indonesia harus berani berkompetisi. Salah satunya bisa ditunjukkan dengan penerapan kebijakan fiskal yang menarik. "Pertama fiskal harus menarik, kedua harus dihormati sampai akhir kontrak. Ketiga accelerate development. Ini kalau mau naik produksinya," tandasnya.
(fjo)