AS-China Tawar-Menawar Masalah Terberat dalam Negosiasi Dagang
A
A
A
WASHINGTON - Negosiator AS dan China tengah melakukan tawar-menawar atas perincian serangkaian perjanjian yang bertujuan mengakhiri perang dagang antara kedua negara. Proses tersebut makin intens mengingat hanya tersisa satu minggu sebelum tenggat waktu yang diberlakukan Washington, sebelum langkah kenaikan tarif kembali dilakukan.
Seperti dikutip dari Reuters, kedua belah pihak mulai membuat sketsa kesepakatan tentang masalah struktural dan merancang bahasa untuk enam nota kesepahaman tentang reformasi yang diusulkan China.
Jika kedua pihak gagal mencapai kesepakatan pada 1 Maret, tarif AS untuk impor China senilai USD200 miliar akan naik menjadi 25% dari sebelumnya 10%. Selanjutnya, pembalasan oleh China dengan menaikkan tarif impor dari AS dipastikan akan mengganggu perdagangan internasional dan memperlambat laju ekonomi global.
Para negosiator telah berjuang seminggu ini untuk mengatasi perbedaan pada hal-hal tertentu guna mengatasi tuntutan keras AS untuk perubahan struktural dalam ekonomi China. Masalahnya termasuk mekanisme penegakan hukum untuk memastikan bahwa China mematuhi perjanjian apa pun.
"Tidak mengherankan bahwa minggu ini lebih menantang," kata sumber industri yang akrab dengan pembicaraan tersebut, seperti dikutip Reuters, Jumat (22/2/2019). "Begitu Anda beralih dari menyusun garis besar ke mengisi detail, di situlah segalanya akan menjadi lebih menantang," tandasnya.
Sementara, para pejabat China disebut tidak menjawab pertanyaan ketika mereka meninggalkan kantor Perwakilan Dagang AS pada Kamis (21/2) malam setelah lebih dari sembilan jam perundingan.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa batas waktu 1 Maret dapat saja diperpanjang jika kemajuan yang dibuat dalam negosiasi tersebut dinilai cukup.
Sumber yang akrab dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters bahwa memorandum akan mencakup transfer teknologi paksa dan pencurian siber, hak kekayaan intelektual, layanan, mata uang, pertanian dan hambatan non-tarif untuk perdagangan.
Kedua belah pihak masih belum memperoleh titik temu pada tuntutan pemerintahan Trump kepada China untuk mengakhiri praktik pada isu-isu yang sejak awal menyebabkan Trump mengenakan bea pada impor China.
Namun, untuk memenuhi tuntutan tersebut, Presiden China Xi Jinping dinilai perlu melakukan reformasi ekonomi struktural yang sulit. Sementara, AS tidak menawarkan konsesi nyata sebagai imbalan, selain untuk menghilangkan hambatan tarif yang dikenakan Trump untuk memaksa perubahan dari China.
Salah satu tuntutan Trump yang lebih mudah untuk dipenuhi oleh Beijing adalah untuk mengurangi ketimpangan perdagangan antara kedua negara. Defisit perdagangan AS dengan China tercatat mencapai rekor USD382 miliar selama 11 bulan pertama tahun 2018.
Kedua belah pihak telah mencapai konsensus tentang cara mengurangi ketidakseimbangan perdagangan, kata beberapa sumber pemerintah China. Washington dan Beijing sedang melihat daftar 10 item untuk itu, termasuk pembelian tambahan China untuk hasil pertanian, energi dan barang-barang seperti semikonduktor.
Seperti dikutip dari Reuters, kedua belah pihak mulai membuat sketsa kesepakatan tentang masalah struktural dan merancang bahasa untuk enam nota kesepahaman tentang reformasi yang diusulkan China.
Jika kedua pihak gagal mencapai kesepakatan pada 1 Maret, tarif AS untuk impor China senilai USD200 miliar akan naik menjadi 25% dari sebelumnya 10%. Selanjutnya, pembalasan oleh China dengan menaikkan tarif impor dari AS dipastikan akan mengganggu perdagangan internasional dan memperlambat laju ekonomi global.
Para negosiator telah berjuang seminggu ini untuk mengatasi perbedaan pada hal-hal tertentu guna mengatasi tuntutan keras AS untuk perubahan struktural dalam ekonomi China. Masalahnya termasuk mekanisme penegakan hukum untuk memastikan bahwa China mematuhi perjanjian apa pun.
"Tidak mengherankan bahwa minggu ini lebih menantang," kata sumber industri yang akrab dengan pembicaraan tersebut, seperti dikutip Reuters, Jumat (22/2/2019). "Begitu Anda beralih dari menyusun garis besar ke mengisi detail, di situlah segalanya akan menjadi lebih menantang," tandasnya.
Sementara, para pejabat China disebut tidak menjawab pertanyaan ketika mereka meninggalkan kantor Perwakilan Dagang AS pada Kamis (21/2) malam setelah lebih dari sembilan jam perundingan.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa batas waktu 1 Maret dapat saja diperpanjang jika kemajuan yang dibuat dalam negosiasi tersebut dinilai cukup.
Sumber yang akrab dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters bahwa memorandum akan mencakup transfer teknologi paksa dan pencurian siber, hak kekayaan intelektual, layanan, mata uang, pertanian dan hambatan non-tarif untuk perdagangan.
Kedua belah pihak masih belum memperoleh titik temu pada tuntutan pemerintahan Trump kepada China untuk mengakhiri praktik pada isu-isu yang sejak awal menyebabkan Trump mengenakan bea pada impor China.
Namun, untuk memenuhi tuntutan tersebut, Presiden China Xi Jinping dinilai perlu melakukan reformasi ekonomi struktural yang sulit. Sementara, AS tidak menawarkan konsesi nyata sebagai imbalan, selain untuk menghilangkan hambatan tarif yang dikenakan Trump untuk memaksa perubahan dari China.
Salah satu tuntutan Trump yang lebih mudah untuk dipenuhi oleh Beijing adalah untuk mengurangi ketimpangan perdagangan antara kedua negara. Defisit perdagangan AS dengan China tercatat mencapai rekor USD382 miliar selama 11 bulan pertama tahun 2018.
Kedua belah pihak telah mencapai konsensus tentang cara mengurangi ketidakseimbangan perdagangan, kata beberapa sumber pemerintah China. Washington dan Beijing sedang melihat daftar 10 item untuk itu, termasuk pembelian tambahan China untuk hasil pertanian, energi dan barang-barang seperti semikonduktor.
(fjo)