Belanja, Kantong Plastik Harus Bayar
A
A
A
JAKARTA - Para pengusaha ritel bersepakat tidak lagi menggratiskan kantong plastik kepada konsumen. Mulai hari ini (Jumat, 1/3) setiap belanja di ritel modern, konsumen akan dikenai biaya Rp200 jika memakai kantong plastik dari toko.
Ini bukan pertama kali peritel modern menerapkan kebijakan plastik berbayar. Pada 2006 silam kebijakan serupa pernah diterapkan, namun tidak bertahan lama karena memicu pro-kontra dan tidak efektif. Padahal, kebijakan plastik berbayar tersebut sedianya diterapkan untuk mengurangi sampah plastik.
Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) berharap, kebijakan kantong belanja plastik berbayar atau gerakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) akan membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik.
“Ini adalah langkah nyata dari peritel modern untuk mengajak masyarakat mengurangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik di Indonesia,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy Mandey di Jakarta kemarin.
Sama seperti tiga tahun lalu, keputusan Aprindo kali ini juga mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meragukan efektivitas pengenaan biaya plastik kepada konsumen bisa mengurangi konsumsi plastik.
“Harga Rp200 tak akan mengurungkan niat konsumen menggunakan plastik. Sebab kalau lima tas plastik saja, cuma Rp1.000, dan 10 kantong plastik cuma Rp2.000. Apalah artinya?” ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi kepada KORAN SINDO tadi malam.
Ketua Umum Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I) Puput TD Putra berpendapat, rencana peritel menerapkan plastik berbayar kepada konsumen harus lebih dicermati. Sebab, program plastik berbayar yang sebelumnya sempat berjalan, akhirnya terhenti karena tidak ada evaluasi dan monitoring terumata terkait dana konsumen dari pembelian plastik.
“Jadi pemanfaatannya itu seperti apa dari hasil penjualan plastik yang pernah berjalan. Itu kita tidak tahu. Adapun KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga tidak melakukan monitoring dan evaluasinya,” ujar dia.
Puput menambahkan, apabila peritel menerapkan kembali program plastik berbayar, maka uang masyarakat yang digunakan untuk membeli plastik harus bermanfaat dan diketahui publik.
“Harusnya pemanfaatannya juga untuk pengelolaan lingkungan dari sampah plastik. Yang penting konsumsi plastik dari masyarakat itu jelas peruntukannya. Karena Rp200 itu tidak sedikit, kalau jutaan masyarakat yang membeli dan belum sadar tentang sampah plastik,” ujarnya.
Dia menambahkan, peran pemerintah masih kurang tegas mengenai kebijakan sampah plastik di Indonesia. Di satu sisi punya kebijakan mengenai pengurangan penggunaan plastik, namun di sisi lain membebankan belanja plastik kepada konsumen.
“Kebijakan ini agak rancu. Kalau mau ya selesaikan dulu yang satu baru kemudian jalan yang lain,” pungkasnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, apa yang dilakukan oleh Aprindo merupakan inisiatif sendiri. Dia mengaku, KLHK hingga saat ini belum mendapatkan laporan dari Aprindo terkait kebijakan kantong plastik berbayar tersebut.
“Mendukung atau tidak saya bilang belum tahu kebijakannya seperti apa. Tapi tentu akan mengurangi sampah plastik karena orang kemudian malas membeli plastik karena berbayar,” kata Rosa.
KLHK, kata dia, saat ini tengah menyiapkan aturan terkait penggunaan plastik nabati supaya ke depan tidak lagi menggunakan plastik biasa. Aturan tersebut sedang dibicarakan dengan Kementerian Perindustrian dan asosiasi. Rencananya peraturan terkait penggunaan plastik nabati tersebut akan dikeluarkan paling lambat akhir tahun ini.
“Kami sedang membicarakan ini dengan Kementerian Perindustran dan asosiasi. Targetnya mungkin akhir tahun ini sudah selesai,” ungkapnya.
Kurangi 30% Sampah
Aprindo sebagai asosiasi resmi yang menaungi usaha ritel di Indonesia menyatakan, pemberlakuan plastik berbayar untuk mendukung salah satu visi pemerintah pada 2025, yakni mengurangi 30% sampah. Komitmen tersebut juga disampaikan dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2019.
Roy Mandey menegaskan, Aprindo siap mendukung usaha pemerintah yang bertujuan mengurangi konsumsi plastik khususnya kantong belanja plastik sekali pakai di masyarakat.
“Aprindo turut serta secara aktif berkontribusi terhadap masalah tersebut karena merupakan bagian dari masyarakat yang harus ikut serta bertanggung jawab,” katanya.
Dia menambahkan, sebagai bentuk tanggung jawab kepada konsumen, Aprindo menyarankan kepada pembeli untuk menggunakan tas belanja yang bisa pakai berulang. Tas tersebut akan disediakan di setiap gerai ritel modern.
“Kita akan sosialisasikan KPTG ini di gerai-gerai ritel modern melalui pengumuman poster, sosial media dan ajakan langsung dari kasir,” ujar Roy.
Selain itu Aprindo merekomendasikan penggunaan kantong belanja plastik sesuai SNI yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) atas rekomendasi Pusat Standarisasi KLKH, yaitu kantong plastik yang telah mempunyai kriteria mudah terurai (oxo-degradable atau bio-degradable).
“Mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan, untuk itu kita coba secara perlahan mulai sekarang,” katanya.
Aprindo berharap, kebijakan kantong belanja plastik berbayar di ritel modern bisa membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, diikuti oleh industri lain. Dia juga berharap adanya dukungan dari pemerintah sebagai bentuk upaya pengurangan penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai di Indonesia.
Head of Corporate Communication Matahari Group Fernando Repi mengatakan, penerapan plastik berbayar kepada konsumen peritel diterapkan dalam rangka kampanye kepada masyarakat tidak memanfaatkan plastik.
“Jadi bukan soal kita menjual plastiknya. Tapi lebih kepada kampanye supaya masyarakat konsumen sadar untuk kantong belanjaan sekali pakai. Tahap awal kita sosialisasi, nanti di akhir Maret kami di matahari Group akan mengimplementasi,” ujar dia.
Menurutnya, selama ini banyak peraturan yang dikeluarkan di pemerintahan daerah soal larangan penggunaan plastik. Namun karena aturan yang berbeda-beda membuat kalangan peritel berinisiatif mengimplementasikan plastik berbayar.
“Aturannya banyak di pemerintahan daerah, sedangkan kita punya cabang dari Sabang-Merauke. Makanya daripada bingung jadi diinisiasi kalangan peritel,” ucap dia.
Dia menambahkan, plastik berbayar akan menjadi tanggungan konsumen. Hal itu seperti halnya barang dagangan lain yang kena pajak.
Sementara itu Peneliti Center of Reforms on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, kebijakan plastik berbayar ini sebenarnya sangat baik karena dapat sekaligus sebagai alat kontrol membatasi limbah plastik. Namun, kata dia, masalahnya adalah kebijakan tersebut perlu proses pembudayaan yang tidak mudah. "Pada awalnya bisa dipastikan akan memunculkan penolakan," ujarnya. (Nanang Wijayanto/Ichsan Amin/Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy)
Ini bukan pertama kali peritel modern menerapkan kebijakan plastik berbayar. Pada 2006 silam kebijakan serupa pernah diterapkan, namun tidak bertahan lama karena memicu pro-kontra dan tidak efektif. Padahal, kebijakan plastik berbayar tersebut sedianya diterapkan untuk mengurangi sampah plastik.
Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) berharap, kebijakan kantong belanja plastik berbayar atau gerakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) akan membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik.
“Ini adalah langkah nyata dari peritel modern untuk mengajak masyarakat mengurangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik di Indonesia,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy Mandey di Jakarta kemarin.
Sama seperti tiga tahun lalu, keputusan Aprindo kali ini juga mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meragukan efektivitas pengenaan biaya plastik kepada konsumen bisa mengurangi konsumsi plastik.
“Harga Rp200 tak akan mengurungkan niat konsumen menggunakan plastik. Sebab kalau lima tas plastik saja, cuma Rp1.000, dan 10 kantong plastik cuma Rp2.000. Apalah artinya?” ujar Ketua Harian YLKI Tulus Abadi kepada KORAN SINDO tadi malam.
Ketua Umum Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I) Puput TD Putra berpendapat, rencana peritel menerapkan plastik berbayar kepada konsumen harus lebih dicermati. Sebab, program plastik berbayar yang sebelumnya sempat berjalan, akhirnya terhenti karena tidak ada evaluasi dan monitoring terumata terkait dana konsumen dari pembelian plastik.
“Jadi pemanfaatannya itu seperti apa dari hasil penjualan plastik yang pernah berjalan. Itu kita tidak tahu. Adapun KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga tidak melakukan monitoring dan evaluasinya,” ujar dia.
Puput menambahkan, apabila peritel menerapkan kembali program plastik berbayar, maka uang masyarakat yang digunakan untuk membeli plastik harus bermanfaat dan diketahui publik.
“Harusnya pemanfaatannya juga untuk pengelolaan lingkungan dari sampah plastik. Yang penting konsumsi plastik dari masyarakat itu jelas peruntukannya. Karena Rp200 itu tidak sedikit, kalau jutaan masyarakat yang membeli dan belum sadar tentang sampah plastik,” ujarnya.
Dia menambahkan, peran pemerintah masih kurang tegas mengenai kebijakan sampah plastik di Indonesia. Di satu sisi punya kebijakan mengenai pengurangan penggunaan plastik, namun di sisi lain membebankan belanja plastik kepada konsumen.
“Kebijakan ini agak rancu. Kalau mau ya selesaikan dulu yang satu baru kemudian jalan yang lain,” pungkasnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, apa yang dilakukan oleh Aprindo merupakan inisiatif sendiri. Dia mengaku, KLHK hingga saat ini belum mendapatkan laporan dari Aprindo terkait kebijakan kantong plastik berbayar tersebut.
“Mendukung atau tidak saya bilang belum tahu kebijakannya seperti apa. Tapi tentu akan mengurangi sampah plastik karena orang kemudian malas membeli plastik karena berbayar,” kata Rosa.
KLHK, kata dia, saat ini tengah menyiapkan aturan terkait penggunaan plastik nabati supaya ke depan tidak lagi menggunakan plastik biasa. Aturan tersebut sedang dibicarakan dengan Kementerian Perindustrian dan asosiasi. Rencananya peraturan terkait penggunaan plastik nabati tersebut akan dikeluarkan paling lambat akhir tahun ini.
“Kami sedang membicarakan ini dengan Kementerian Perindustran dan asosiasi. Targetnya mungkin akhir tahun ini sudah selesai,” ungkapnya.
Kurangi 30% Sampah
Aprindo sebagai asosiasi resmi yang menaungi usaha ritel di Indonesia menyatakan, pemberlakuan plastik berbayar untuk mendukung salah satu visi pemerintah pada 2025, yakni mengurangi 30% sampah. Komitmen tersebut juga disampaikan dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2019.
Roy Mandey menegaskan, Aprindo siap mendukung usaha pemerintah yang bertujuan mengurangi konsumsi plastik khususnya kantong belanja plastik sekali pakai di masyarakat.
“Aprindo turut serta secara aktif berkontribusi terhadap masalah tersebut karena merupakan bagian dari masyarakat yang harus ikut serta bertanggung jawab,” katanya.
Dia menambahkan, sebagai bentuk tanggung jawab kepada konsumen, Aprindo menyarankan kepada pembeli untuk menggunakan tas belanja yang bisa pakai berulang. Tas tersebut akan disediakan di setiap gerai ritel modern.
“Kita akan sosialisasikan KPTG ini di gerai-gerai ritel modern melalui pengumuman poster, sosial media dan ajakan langsung dari kasir,” ujar Roy.
Selain itu Aprindo merekomendasikan penggunaan kantong belanja plastik sesuai SNI yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) atas rekomendasi Pusat Standarisasi KLKH, yaitu kantong plastik yang telah mempunyai kriteria mudah terurai (oxo-degradable atau bio-degradable).
“Mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan, untuk itu kita coba secara perlahan mulai sekarang,” katanya.
Aprindo berharap, kebijakan kantong belanja plastik berbayar di ritel modern bisa membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, diikuti oleh industri lain. Dia juga berharap adanya dukungan dari pemerintah sebagai bentuk upaya pengurangan penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai di Indonesia.
Head of Corporate Communication Matahari Group Fernando Repi mengatakan, penerapan plastik berbayar kepada konsumen peritel diterapkan dalam rangka kampanye kepada masyarakat tidak memanfaatkan plastik.
“Jadi bukan soal kita menjual plastiknya. Tapi lebih kepada kampanye supaya masyarakat konsumen sadar untuk kantong belanjaan sekali pakai. Tahap awal kita sosialisasi, nanti di akhir Maret kami di matahari Group akan mengimplementasi,” ujar dia.
Menurutnya, selama ini banyak peraturan yang dikeluarkan di pemerintahan daerah soal larangan penggunaan plastik. Namun karena aturan yang berbeda-beda membuat kalangan peritel berinisiatif mengimplementasikan plastik berbayar.
“Aturannya banyak di pemerintahan daerah, sedangkan kita punya cabang dari Sabang-Merauke. Makanya daripada bingung jadi diinisiasi kalangan peritel,” ucap dia.
Dia menambahkan, plastik berbayar akan menjadi tanggungan konsumen. Hal itu seperti halnya barang dagangan lain yang kena pajak.
Sementara itu Peneliti Center of Reforms on Economics (Core) Piter Abdullah menilai, kebijakan plastik berbayar ini sebenarnya sangat baik karena dapat sekaligus sebagai alat kontrol membatasi limbah plastik. Namun, kata dia, masalahnya adalah kebijakan tersebut perlu proses pembudayaan yang tidak mudah. "Pada awalnya bisa dipastikan akan memunculkan penolakan," ujarnya. (Nanang Wijayanto/Ichsan Amin/Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)