Investasi Tumbuhkan Industri Substitusi Impor dan Berorientasi Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah giat mendorong peningkatan investasi, baik berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA). Upaya strategis ini dinilai penting untuk menumbuhkan industri substitusi impor dan berorientasi ekspor sehingga dapat menguatkan struktur perekonomian nasional saat ini.
"Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, salah satu program prioritasnya adalah menarik minat investasi asing. Hal ini dapat memberikan transfer teknologi ke perusahaan lokal, terutama dalam penerapan digitalisasi seiring dengan kesiapan kita memasuki era industri 4.0," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Oleh karena itu, menurut Menperin, pemerintah terus memfasilitasi kemitraan antara perusahaan global dengan pelaku industri lokal. Diharapkan, melalui transfer teknologi, akan terjadi peningkatan pengetahuan dan keahlian bagi tenaga kerja lokal sehingga makin kompeten dan kompetitif. "Selain itu, kemitraan juga dapat memperluas jaringan usaha termasuk untuk pasar ekspor,” sebutnya.
Lebih lanjut, peningkatan investasi khususnya di sektor industri manufaktur, selama ini konsisten membawa efek berantai yang luas bagi perekonomian seperti pengoptimalan pada nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa dari ekspor.
Dia mencontohkan, di Morowali, hilirisasi tambang berhasil mengolah nickel ore menjadi stainless steel. "Kalau nickel ore dijual sekitar USD40-60, sedangkan ketika menjadi stainless steel harganya di atas USD2.000. Selain itu, kita sudah mampu ekspor dari Morowali senilai USD4 miliar, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerka Serikat dan China," paparnya.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar di tahun 2018. "Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30.000 orang," imbuhnya.
Guna mereplikasi ke wilayah lain atas capaian-capaian positif dari investasi manufaktur tersebut, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam perizinan usaha. Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi.
Kemenperin mencatat, investasi di sektor industri manufaktur terus tumbuh signifikan. Pada tahun 2014, penanaman modal masuk sebesar Rp195,74 triliun, kemudian naik mencapai Rp222,3 triliun di 2018. Peningkatan investasi ini turut mendongkrak penyerapan tenaga kerja hingga 18,25 juta orang di 2018. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72% terhadap total tenaga kerja nasional.
"Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4% dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di tahun 2019 seiring adanya realisasi investasi," kata Menperin.
Selanjutnya, selama empat tahun terakhir, ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat. Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai USD108,6 miliar, naik menjadi USD110,5 miliar di tahun 2016. Pada 2017, ekspor nonmigas tercatat di angka USD125,1 miliar, melonjak hingga USD130 miliar di tahun 2018 atau naik sebesar 3,98%.
"Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, salah satu program prioritasnya adalah menarik minat investasi asing. Hal ini dapat memberikan transfer teknologi ke perusahaan lokal, terutama dalam penerapan digitalisasi seiring dengan kesiapan kita memasuki era industri 4.0," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Oleh karena itu, menurut Menperin, pemerintah terus memfasilitasi kemitraan antara perusahaan global dengan pelaku industri lokal. Diharapkan, melalui transfer teknologi, akan terjadi peningkatan pengetahuan dan keahlian bagi tenaga kerja lokal sehingga makin kompeten dan kompetitif. "Selain itu, kemitraan juga dapat memperluas jaringan usaha termasuk untuk pasar ekspor,” sebutnya.
Lebih lanjut, peningkatan investasi khususnya di sektor industri manufaktur, selama ini konsisten membawa efek berantai yang luas bagi perekonomian seperti pengoptimalan pada nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa dari ekspor.
Dia mencontohkan, di Morowali, hilirisasi tambang berhasil mengolah nickel ore menjadi stainless steel. "Kalau nickel ore dijual sekitar USD40-60, sedangkan ketika menjadi stainless steel harganya di atas USD2.000. Selain itu, kita sudah mampu ekspor dari Morowali senilai USD4 miliar, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerka Serikat dan China," paparnya.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar di tahun 2018. "Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar hingga 30.000 orang," imbuhnya.
Guna mereplikasi ke wilayah lain atas capaian-capaian positif dari investasi manufaktur tersebut, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam perizinan usaha. Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi.
Kemenperin mencatat, investasi di sektor industri manufaktur terus tumbuh signifikan. Pada tahun 2014, penanaman modal masuk sebesar Rp195,74 triliun, kemudian naik mencapai Rp222,3 triliun di 2018. Peningkatan investasi ini turut mendongkrak penyerapan tenaga kerja hingga 18,25 juta orang di 2018. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72% terhadap total tenaga kerja nasional.
"Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4% dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di tahun 2019 seiring adanya realisasi investasi," kata Menperin.
Selanjutnya, selama empat tahun terakhir, ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat. Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai USD108,6 miliar, naik menjadi USD110,5 miliar di tahun 2016. Pada 2017, ekspor nonmigas tercatat di angka USD125,1 miliar, melonjak hingga USD130 miliar di tahun 2018 atau naik sebesar 3,98%.
(fjo)