Agus Gumiwang Optimis Industri Manufaktur Bergeliat Pasca Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industri manufaktur Indonesia akan segera bergeliat pasca pandemi Covid-19. Pasalnya, Kementerian Perindustrian terus menduung industri manufaktur selama menjalani protokol Covid-19.
Optimisme ini ditambah dengan data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia bulan Februari 2020, yang berada di posisi 51,9. "Angka itu tertinggi bagi manufaktur kita, sejak survei PMI diterbitkan," kata Agus Gumiwang di Jakarta, Kamis (18/6/2020)
Adapun data PMI manufaktur pada bulan Mei 2020, sedikit membaik ke posisi 28,6. Dimana sempat turun pada bulan Maret dari 45,3 dan anjlok di bulan April menjadi 27,5.
"Kemungkinan besar ada perbaikan karena adanya beberapa belanja kebutuhan Lebaran, nanti kita lihat Juni berapa angkanya," tutur dia.
Ia pun optimis industri manufaktur akan kembali bergeliat seperti sebelum pandemi, seiring dengan penelitian obat dan vaksin Covid-19. "Dalam tiga bulan, PMI Indonesia bisa kembali seperti pada Februari lalu, syaratnya obat dan vaksin ditemukan," tegasnya.
Sebab, lanjut dia, bila vaksin dan obat tersebut belum ditemukan, perusahaan atau industri masih harus memberlakukan protokol kesehatan. Saat ini, katanya, utilisasi industri di Tanah Air sebesar 40% padahal biasanya menembus 75%.
"Utilisasi 40% karena demand side rendah. Lalu protokol kesehatan memengaruhi mobilitas barang dan orang, di dalam industri sendiri, harus diatur ada physical distancing sehingga otomatis kurangi jumlah pekerjanya dari 100% jadi 50%," jelas Agus.
Maka, lanjutnya, jika obat dan vaksin Covid-19 ditemukan, kinerja industri dapat kembali normal. "Saya yakin bisa ditemukan, karena seluruh dunia berlomba dapatkan itu. Mungkin sekarang sudah ada namun uji klinisnya diperlukan," kata dia.
Sementara saat ini, sambung Agus, pengembangan industri manufaktur harus terus dilakukan di tengah Covid-19. Hanya saja tidak boleh mendahului penanganan kesehatan.
"Pembangunan industri manufaktur harus mengikuti atau di belakang penanganan kesehatan oleh pemerintah. Namun tidak boleh ketinggalan jauh, harus mepet terus," tukasnya.
Optimisme ini ditambah dengan data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia bulan Februari 2020, yang berada di posisi 51,9. "Angka itu tertinggi bagi manufaktur kita, sejak survei PMI diterbitkan," kata Agus Gumiwang di Jakarta, Kamis (18/6/2020)
Adapun data PMI manufaktur pada bulan Mei 2020, sedikit membaik ke posisi 28,6. Dimana sempat turun pada bulan Maret dari 45,3 dan anjlok di bulan April menjadi 27,5.
"Kemungkinan besar ada perbaikan karena adanya beberapa belanja kebutuhan Lebaran, nanti kita lihat Juni berapa angkanya," tutur dia.
Ia pun optimis industri manufaktur akan kembali bergeliat seperti sebelum pandemi, seiring dengan penelitian obat dan vaksin Covid-19. "Dalam tiga bulan, PMI Indonesia bisa kembali seperti pada Februari lalu, syaratnya obat dan vaksin ditemukan," tegasnya.
Sebab, lanjut dia, bila vaksin dan obat tersebut belum ditemukan, perusahaan atau industri masih harus memberlakukan protokol kesehatan. Saat ini, katanya, utilisasi industri di Tanah Air sebesar 40% padahal biasanya menembus 75%.
"Utilisasi 40% karena demand side rendah. Lalu protokol kesehatan memengaruhi mobilitas barang dan orang, di dalam industri sendiri, harus diatur ada physical distancing sehingga otomatis kurangi jumlah pekerjanya dari 100% jadi 50%," jelas Agus.
Maka, lanjutnya, jika obat dan vaksin Covid-19 ditemukan, kinerja industri dapat kembali normal. "Saya yakin bisa ditemukan, karena seluruh dunia berlomba dapatkan itu. Mungkin sekarang sudah ada namun uji klinisnya diperlukan," kata dia.
Sementara saat ini, sambung Agus, pengembangan industri manufaktur harus terus dilakukan di tengah Covid-19. Hanya saja tidak boleh mendahului penanganan kesehatan.
"Pembangunan industri manufaktur harus mengikuti atau di belakang penanganan kesehatan oleh pemerintah. Namun tidak boleh ketinggalan jauh, harus mepet terus," tukasnya.
(bon)