Bahu-Membahu Mengatasi Dampak Negatif Plastik

Minggu, 10 Maret 2019 - 10:22 WIB
Bahu-Membahu Mengatasi Dampak Negatif Plastik
Bahu-Membahu Mengatasi Dampak Negatif Plastik
A A A
BANDUNG - Pengusaha ritel di Jawa Barat berkomitmen menerapkan aturan pembatasan kantong plastik secara bertahap.

Langkah tersebut diharapkan membantu pemerintah mengedukasi masyarakat. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat Hendry Hendarta mengatakan, sejak 28 Februari 2019, Aprindo telah berkomitmen bahwa peritel kembali menerapkan kantong plastik tidak gratis.

Komitmen itu untuk mendukung program pemerintah terhadap pengurangan penggunaan kantong plastik. “Di Bandung diterapkan secara bertahap. Ada yang sudah jalan sejak 2016 lalu dan yang lain mengikuti. Ritel lokal juga ikut. Ada yang menerapkan (harga) di atas Rp200,” kata Hendry.

Penerapan plastik berbayar perlu dukungan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, atau organisasi memasyarakat. Terutama dalam mengedukasi masyarakat agar membawa kantong sendiri dari rumah.

“Kami juga membutuhkan payung hukum yang berlaku nasional. Aturan yang ada harus berkeadilan. Kami swalayan, bisa dilihat berapa persen timbulan sampah yang disebabkan kami,” tandasnya.

Selain itu, semua elemen masyarakat juga harus mendukung. Karena persoalan kantong plastik adalah masalah dunia. Bagaimana masyarakat sama-sama peduli atas timbulan sampah plastik. Karena, penerapan pembatasan kantong plastik dengan konsep berbayar bukan tanpa kendala.

Tidak sedikit masyarakat yang keberatan atau belanja dadakan sehingga tidak membawa kantong daur ulang. Selain itu, peritel juga memiliki konsumen beragam dari semua kelas. Tidak semua konsumen ritel modern memiliki mobil sehingga ketika ditawarkan penggunaan kardus, mereka menolak.

Peritel harus bersikap bijak bila mendapati konsumen seperti itu. Dukungan dan edukasi pemerintah terhadap masyarakat, kata dia, akan sangat membantu. Seperti halnya yang dilakukan Pemkot Bandung dengan program Kang Pisman serta Kabupaten Bandung yang komitmen sosialisasi hingga kecamatan.

Kampanye pembatasan penggunaan kantong plastik di Bandung cukup berhasil. Dia mencontohkan, saat program satu hari tanpa kantong plastik dilakukan di Bandung, banyak masyarakat yang peduli walaupun tidak sedikit konsumen yang memilih batal belanja lantaran harus membawa kantong sendiri dari rumah.

Salah seorang warga Bandung, Irma, mengaku mengapresiasi langkah peritel dan pemerintah dalam melakukan pembatasan kantong plastik meski, kata dia, belum ada komitmen kuat dari semua pihak untuk menerapkan secara konsisten.

“Aturan harus lebih dipertegas lagi. Jadi, masyarakat betul-betul mematuhi, termasuk sanksinya seperti apa,” ujar dia. Menurut Irma, masyarakat harus mulai sadar akan bahaya sampah plastik. Limbah kimia itu baru bisa terurai 20 tahun.

Efek terhadap lingkungan akan sangat buruk bila tak ada pembatasan. Sampah plastik hingga sekarang masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan Di Sleman, dari tumpukan sampah 2733,3 meter kubik (m3) per hari, 65% di antaranya sampah plastik.

Untuk itu, berbagai langkah terus dilakukan guna mengurangi sampah plastik tersebut. Satu di antaranya dengan penerapan kantong plastik kresek berbayar, baik di toko modern maupun pasar tradisional.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman Tri Endah Yitnani mengatakan aturan atau regulasi yang mengatur penerapan kantong plastik kresek berbayar memang perlu ada, baik dalam bentuk perbup maupun perda, terutama untuk pasar tradisional maupun toko kelontong.

Sebab, untuk pasar modern yang ada di Sleman, kebanyakan sudah menerapkan kantong plastik berbayar. Apalagi, adanya kebijakan tersebut bukan hanya diharapkan akan mengurangi sampah plastik, namun juga menjadi peluang bagi usaha kecil mikro (UKM), yaitu dengan membuat paper bag atau wadah sejenis yang ramah lingkungan.

Namun, yang menjadi permasalahan, mengubah perilaku warga yang biasa menggunakan kantong plastik kresek untuk membawa barang yang dibeli bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Karena itulah, sosialisasi harus terus dilakukan, termasuk ada regulasi yang mengaturnya sehingga saat menerapkan ada payung hukumnya. “Saat ini kami sedang membuat kajian untuk membuat kebijakan tersebut. Sebab, untuk regulasi ini perlu kehati-hatian,” katanya.

Selain untuk mengatur penggunaan plastik kresek berbayar, regulasi ini juga sebagai upaya menjaga lingkungan, khususnya pencemaran limbah plastik. Termasuk program corporate social responsibility (CSR) pengelolaan lingkungan dari uang pembayaran kantong plastik berbayar.

“Untuk itu, saat ini kami terus mengampanyekan masalah ini,” tandasnya. Kepala BLH Sleman Dwi Anta Sudibya mengatakan untuk sampah ini, selain dengan memakai kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle) juga dengan mengurangi (reduse).

Khusus untuk sampah plastik di antaranya dengan kebijakan penggunaan kantong plastik kresek berbayar, baik di pasar modern maupun pasar tradisional. “Karena itulah kami setuju kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar tersebut,” katanya.

Untuk itu, sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, akan membuat aturan atau regulasi. Regulasi nanti bukan hanya mengatur soal plastik berbayar, namun juga hal-hal teknis lainnya. Seperti uang yang terkumpul dari pembayaran plastik digunakan untuk program CSR pengelolaan lingkungan hidup.

“Untuk itu, kami akan sosialisasikan plastik berbayar ini baik kepada pedagang maupun pembeli,” ucapnya.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia Awaludin mengatakan perilaku dan kebiasaan masyarakat yang lebih suka memakai kantong plastik untuk membawa barang belanjaannya maupun tidak tertib dalam membuang sampah memang masih menjadi permasalahan sampah plastik di Indonesia.

Jika perilaku masyarakat tidak berubah, masalah sampah masih akan tetap muncul meskipun pemerintah sudah menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, termasuk adanya kebijakan penggunaan kantong plastik kresek berbayar.

“Untuk itu diperlukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar dapat mengelola sampah yang dihasilkan dengan baik,” tandasnya. Menurut Awaludin, kebijakan kantong plastik berbayar sebagai upaya untuk mengubah kebiasaan masyarakat.

Sebab, dengan membayar diharapkan akan mengubah perilaku dan cara pandang masyarakat terhadap kantong plastik itu sendiri. Namun, untuk mengurangi sampah plastik, strategi kantong plastik berbayar tidaklah cukup.

Pemerintah tetap harus membuat suatu produk hukum berupa undang-undang maupun peraturan yang mendorong agar setiap produsen mengurangi penggunaan plastik pada kemasan produknya maupun memberikan stimulus terhadap usaha daur ulang sampah plastik.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah dengan mengenalkan dan mengedukasi konsep-konsep pengelolaan sampah di masyarakat untuk menuju zero waste, yaitu bagaimana masyarakat dapat mengurangi timbulan sampah dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya dengan menggunakan kantong kain yang dapat digunakan berkali-kali, tidak menggunakan plastik sedotan, dan lebih memilih menggunakan botol minum dibandingkan air minum dalam kemasan. (Priyo Setyawan/Arif Budianto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7653 seconds (0.1#10.140)