Mengeluhkan Iklim Usaha, Peternak Ayam Ngadu ke Ombudsman

Senin, 11 Maret 2019 - 12:59 WIB
Mengeluhkan Iklim Usaha,...
Mengeluhkan Iklim Usaha, Peternak Ayam Ngadu ke Ombudsman
A A A
JAKARTA - Para peternak ayam mandiri mengeluhkan semakin sulit berusaha. Pasalnya, selama ini mereka mengaku biaya produksitinggi dikarenakan mesti membeli berbagai kebutuhan produksi melalui perusahaan ternak besar dengan harga tak bersahabat.

Di sisi lain, dari segi harga mereka kalah saing dibandingkan perusahaan peternak ayam besar. Karenanya, para peternak ayam ini pun mengadu kepada Ombudsman untuk mengusut pengawasan terkait perusahaan-perusahaan ternak besar di nusantara.

“Kementerian Pertanian ke mana? Kok nggak mengontrol yang kayak begituan? Mereka kan punya mandat untuk upaya menyejahterakan peternak mandiri,” ujar Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar yang mendampingi peternak di Jakarta.

Selain terlihat tidak adanya pengawasan, Haris melihat, para peternak mandiri seakan tidak pernah diproteksi dari persaingan dan diskriminasi harga yang menyudutkan mereka. Alhasil, ketika ada arahan untuk menekan harga, kesejahteraan para peternak mandiri inilah yang makin tertindas.

Laporan ke Ombudsman pun lebih ke arahkan untuk mengusut peran Kementerian dalam mengawasai peternakan ayam ini. Mengingat saat ini diskriminasi terhadap peternak ayam mandiri semakin besar.

Menurut Haris, hal tersebut tersebut terlihat dari bagaimana perusahaan-perusahaan ternak ayam besar menguasai bibit ayam, pakan, hingga obat-obatan. Disamping mereka juga melakukan budi daya yang menghasilkan biaya produksi menjadi lebih rendah.

“Mereka menguasai hampir semua sektor. Sementara giliran peternak mandiri harus beli DOC atau bibit ayam, pakan ayam, dan obat-obatan harus ke mereka. Harganya ketika mereka beli juga dimahalin dibandingkan perusahaan-perusahaan itu jual ke tempat mereka melakukan budi daya sendiri,” tutur Haris.

Sementara Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Sugeng Wahyudi mengatakan, pengaduan adalah soal kondisi terkini yang dihadapi peternak nasional. Dia menyebutkan, saat ini peternak mengalami suatu kondisi di mana harga ayam yang mereka jual berada di bawah harga produksi. “Sementara harga pakan kita dan DOC (day old chick/ anak ayam) tinggi,” ungkap Sugeng.

Menurutnya, murahnya harga ayam yang berbanding terbalik dengan biaya produksi yang tinggi salah satunya disebabkan banyaknya anak ayam beredar. Ia menjelaskan, banyaknya anak ayam yang beredar membuat harga ayam turun. Anehnya, harga anak ayam itu sendiri tak mengalami penurunan.

“Jumlah anak ayam per minggu itu kebutuhan kita tidak lebih dari 60 juta. Karena harganya saat ini jauh di bawah, ini pasti karena jumlahnya lebih dari 60 juta. Nah ini yang punya kewenangan pemerintah. Dia (pemerintah) mestinya ngerti,” papar Sugeng.

Dia menyebutkan bahwa dalam hal ini yang memiliki kewenangan adalah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sugeng juga mengaku sudah beberapa kali menjalin komunikasi dengan Kementan terkait masalah ini. “(Komunikasi) sering dilakukan. Dan semestinya tidak harus diingatkan. Wong sudah tahu, mereka yang nguasain,” tegasnya.

Sedangkan Yeka dari Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) mengatakan, peternak merasa tidak dilayani dengan baik sebagai warga negara oleh pemerintah. “Yang utama adalah iklim usaha peternak yang tidak sehat, dimana perusahaan besar menghasilkan DOC, produksi pakan, dan juga budidaya. Sementara peternak yang melakukan budidaya tidak punya daya saing terhadap perusahaan-perusahaan besar,” tuturnya.

Sambung Yeka mengatakan, perusahaan besar dan peternak kecil sama-sama masuk di pasar yang sama. Sehingga mereka tidak mampu menjual DOC mereka. “Dalam Undang-undang peternakan, di Pasal 29 ayat 1 memang perusahaan boleh masuk di budidaya. Namun jangan lupa ada ayat 5 yang menyebut pemerintah memberikan perlindungan kepada pelaku usaha atas persaingan tidak sehat, jangan Cuma ayat 1 dilaksanakan, ayat 5 nya tidak,” tuturnya.

Para peternak berharap ada regulasi yang bisa melindungi, karena Peraturan Mentan tentang Kemitraan, lanjut Yeka, kemitraan tidak melindungi para peternak kecil ini. Misalnya perusahaan besar hanya memasok di ritel modern dan pasar beku serta ekspor.

“Harapannya Ombudsman bisa masuk dan memetakan, apakah butuh Peraturan Pemerintah, Perppu atau Keputusan Presiden untuk hal ini. Dan bukan hanya sekedar regulasi, yang terpenting adalah kehadiran pemerintah dan konsisten bisa dilaksanakan,” jelasnya.

Terhadap pengaduan ini, Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan telah melakukan audiensi dengan sejumlah organisasi peternak unggas. Pengaduan oleh para peternak unggas itu terkait dengan jatuhnya harga jual ayam dipasaran dalam kurun waktu tiga tahun, yang menyebabkan para peternak merugi, hingga gulung tikar.

"Tadi dilihat juga ada problem-problem yang bersifat sistemik, yang kaitannya dengan regulasi dan segmen pasar," ujarnya.

Menurutnya, dari laporan yang disampaikan ada indikasi maladministrasi berupa pembiaran, karena tidak adanya regulasi yang memberikan perlindungan kepada peternak mandiri. Dimana tidak ada pembedaan segmen pasar antara peternak industri besar dengam peternak rakyat.

"Kemudian bagaimana perusahaan peternakan yang terintegrasi dari pakan, bibit, hingga ternak ayam itu menyebabkan peternak-peternak ayam terganggu, yang segmennya sekitar 20-25 persen dari pasar," ungkapnya.

Dikatakan, dari pengaduan tersebut pihak melakukan pemeriksaan untuk mengetahui dimana sebenarnya permasalahnya, apakah regulasi atau tata niaga unggas. Nantinya Ombudsman akan memanggil pihak-pihak terkait. "Ini yang perlu kita dalami, digali apa yang harus dilakukan oleh regulator atau pemerintah," imbuhnya.

Selanjutnya Kepala Biro Hukum Kementan, Eddy Purnomo mengatakan, pihaknya masih menunggu pemberitahuan dari Ombudsman terkait aduan yang dilayangkan GOPAN tersebut. "Kami posisinya menunggu. Nanti Ombudsman akan memanggil kami," kata Eddy.

Sejauh ini, Eddy melanjutkan, pihaknya tak mengatahui mengenai aduan yang disampaikan GOPAN kepada Ombudsman. Itu sebabnya, Kementan menunggu panggilan dari Ombudsman untuk dimintai keterangan. "Setahu saya, ombudsman akan melihat ada atau tidak maladmintrasi dalam itu," singkatnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4831 seconds (0.1#10.140)