3 Tahun Terakhir, Penyerapan Pupuk Organik Bersubsidi Terus Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong penggunaan pupuk organik kepada petani. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) juga sudah memberikan subsidi sejak 2008. Selama tiga tahun terakhir (2016-2018), penyerapan pupuk subsidi terus meningkat.
"Awalnya memang kualitas dikeluhkan. Sekarang mutu lebih baik. Penyerapan pupuk organik oleh petani melalui subsidi selama tiga tahun terakhir, tahun 2016-2018 rata-rata 700 ribu ton per tahun," ungkap Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Muhrizal Sarwani, Senin (11/3/2019).
Untuk mengatasi persoalan mutu pupuk organik, hayati dan pembenah tanah, pihaknya menelurkan Permentan 01/2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik dengan pendekatan persyaratan teknis minimal.
Selain itu, katanya, menerapkan standar, upaya tersebut diharapkan petani mendapatkan jaminan kualitas pupuk organik dan pemerintah bisa melakukan pengawasan.
"Sosialisasi penggunaan produk organik kepada petani saat ini masih kurang. Kita terus melakukan penyuluhan dan pelatihan perlu ditingkatkan," sambung Muhrizal.
Dia mengungkapkan, Petrokimia Gresik mempunyai kapasitas produksi pupuk organik 1,6 juta ton tetapi karena kekurangan bahan baku sehingga realisasinya baru setengah.
"Dunia mengamanatkan bagaimana kita menggunakan N (nitrogen) seefisien mungkin. Selama ini pupuk N yang terserap. Selain itu kita diminta shifting ke organik, hayati dan bio supaya tanah sehat," ucapnya.
Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan, perlu ada gerakan penggunaan pupuk organik karena lahan kita sudah mengalami leveling off.
Apalagi, kata Winarno, berdasarkan BPS terbaru lahan baku pangan kita turun 600 ribu hektar menjadi 7,1 juta hektar.
"Kita juga perlu tambahan penyuluh untuk sosialisasi penggunaan pupuk organik, hayati dan pembenah tanah. Bahasanya ke petani harus beda. Harus bikin bahasa petani. Dibutuhkan perpaduan pupuk anorganik dan organik," terangnya.
Dia menjelaskan, guna meningkatkan produktivitas padi berkelanjutan perlu menggunakan pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah.
"Namun pemakaiannya perlu dikombinasikan dengan pupuk anorganik karena tantangan dan tugas pemenuhan pangan nasional kita sangat riskan dan kurang bijak bila digantungkan pada sistem pertanian seperti ini," kata dia.
Menurutnya, pemupukan harus berimbang antara pupuk anorganik dengan pupuk organik bersama-sama dengan pupuk hayati dan pembenah tanah serta dibarengi dengan pengendalian hama penyakit terpadu.
Dia menambahkan, pembangunan pertanian khususnya padi sebagai komoditas pangan utama, saat ini menjadi sangat strategis karena menyangkut kedaulatan pangan nasional berkelanjutan ke depan.
"Tidak saja untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi tetapi juga bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta upaya pengentasan kemiskinan di pertanian," pungkasnya.
"Awalnya memang kualitas dikeluhkan. Sekarang mutu lebih baik. Penyerapan pupuk organik oleh petani melalui subsidi selama tiga tahun terakhir, tahun 2016-2018 rata-rata 700 ribu ton per tahun," ungkap Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Muhrizal Sarwani, Senin (11/3/2019).
Untuk mengatasi persoalan mutu pupuk organik, hayati dan pembenah tanah, pihaknya menelurkan Permentan 01/2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik dengan pendekatan persyaratan teknis minimal.
Selain itu, katanya, menerapkan standar, upaya tersebut diharapkan petani mendapatkan jaminan kualitas pupuk organik dan pemerintah bisa melakukan pengawasan.
"Sosialisasi penggunaan produk organik kepada petani saat ini masih kurang. Kita terus melakukan penyuluhan dan pelatihan perlu ditingkatkan," sambung Muhrizal.
Dia mengungkapkan, Petrokimia Gresik mempunyai kapasitas produksi pupuk organik 1,6 juta ton tetapi karena kekurangan bahan baku sehingga realisasinya baru setengah.
"Dunia mengamanatkan bagaimana kita menggunakan N (nitrogen) seefisien mungkin. Selama ini pupuk N yang terserap. Selain itu kita diminta shifting ke organik, hayati dan bio supaya tanah sehat," ucapnya.
Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan, perlu ada gerakan penggunaan pupuk organik karena lahan kita sudah mengalami leveling off.
Apalagi, kata Winarno, berdasarkan BPS terbaru lahan baku pangan kita turun 600 ribu hektar menjadi 7,1 juta hektar.
"Kita juga perlu tambahan penyuluh untuk sosialisasi penggunaan pupuk organik, hayati dan pembenah tanah. Bahasanya ke petani harus beda. Harus bikin bahasa petani. Dibutuhkan perpaduan pupuk anorganik dan organik," terangnya.
Dia menjelaskan, guna meningkatkan produktivitas padi berkelanjutan perlu menggunakan pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah.
"Namun pemakaiannya perlu dikombinasikan dengan pupuk anorganik karena tantangan dan tugas pemenuhan pangan nasional kita sangat riskan dan kurang bijak bila digantungkan pada sistem pertanian seperti ini," kata dia.
Menurutnya, pemupukan harus berimbang antara pupuk anorganik dengan pupuk organik bersama-sama dengan pupuk hayati dan pembenah tanah serta dibarengi dengan pengendalian hama penyakit terpadu.
Dia menambahkan, pembangunan pertanian khususnya padi sebagai komoditas pangan utama, saat ini menjadi sangat strategis karena menyangkut kedaulatan pangan nasional berkelanjutan ke depan.
"Tidak saja untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi tetapi juga bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta upaya pengentasan kemiskinan di pertanian," pungkasnya.
(ven)