Meski Tahun Politik, Prospek Ekonomi 2019 Akan Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Hingar bingar di tahun politik tidak membuat ekonomi Indonesia "ketakutan". Bank Indonesia bahkan menyatakan prospek ekonomi Indonesia di 2019 akan meningkat. Kalkulasi mereka dari angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0%-5,4% dan inflasi yang terjaga di angka 3,5% plus minus 1%. Sementara defisit transaksi berjalan berada di sekitar 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk mencapai ini, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan bank sentral akan dan telah melakukan beberapa strategi. Seperti menjaga defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang membaik selama lima tahun terakhir. Tercatat pada 2011, CAD di angka 0,19%, kemudian tahun 2012 berada di angka -2,65% dan tahun 2013 sebesar -3,18%.
"Tahun 2014 berada di angka 3% dan tahun 2015 sebesar -2,05%. Untuk tahun 2016 CAD sebesar -1,8% dan tahun 2017 CAD sebesar -1,71%. Sedangkan tahun 2018 dikisaran -3%," ujar Mirza dalam Maybank Economic Outlook 2019 di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Sementara itu, CAD diharapkan tetap dalam batas aman dan menjadi lebih baik menuju 2,5% dari PDB pada 2019. Miza melanjutkan, upaya untuk menekan defisit transaksi berjalan yakni Indonesia bisa mendorong ekspor dan sektor pariwisata.
Dengan peningkatan kedua sektor tersebut diyakini dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan. "BI terus fokus dalam pariwisata, terus fokus deregulasi, ekspor dan pariwisata. Saya cukup yakin dengan pariwisata Indonesia," ungkapnya.
BI pun optimistis pertumbuhan ekonomi 2019 tetap solid didukung oleh permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang meningkat, serta investasi yang tetap kuat.
Disisi lain, menurut Mirza, nilai tukar rupiah yang berlanjut pada Januari 2019 mencapai 2,92% dan terus terjadi pada Februari 2019 ditopang aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.
Hal tersebut juga seiring terjaganya fundamental ekonomi domestik dan tetap tingginya daya tarik aset keuangan domestik serta berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global. Meski demikian, BI memandang nilai tukar rupiah akan terus bergerak stabil sesuai mekanisme pasar.
Chief Economist BNI, Ryan Kiryanto, menambahkan neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang membaik dapat menahan tekanan dari sektor eksternal. Apalagi, dengan menahan BI7DRR diharapkan NPI tetap terjaga pada batas aman dan sehat sekaligus menjaga posisi current account deficit (CAD) tetap di bawah 3% dari PDB sebagai batas aman.
Selain itu, ditahannya BI7DRR, maka capital inflows akan meningkat sehingga bisa memperbaiki NPI dan CAD sekaligus. Keempat, di awal 2019 ini posisi rupiah relatif menguat stabil karena capital inflows yang makin kencang. "Valuasi aset dalam rupiah juga akan meningkat seiring dengan terjaganya fundamental ekonomi domestik," kata dia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, memprediksi CAD masih bisa di bawah 3% didorong harga komoditas dan nilai tukar rupiah. "Selama penurunan harga komoditas dan rupiah harusnya bisa 2% sampai 2,5%. CAD masih manageble bagi Indonesia," imbuh dia.
Menurut Bambang, Indonesia sudah harus tidak bergantung lagi terhadap barang komoditas, sehingga bisa beralih ke produk berbasis manufaktur. "Ya intinya harus mulai tinggalkan ketergantungan ke komoditas. Dorong produk manufaktur," ungkap dia.
Untuk mencapai ini, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan bank sentral akan dan telah melakukan beberapa strategi. Seperti menjaga defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang membaik selama lima tahun terakhir. Tercatat pada 2011, CAD di angka 0,19%, kemudian tahun 2012 berada di angka -2,65% dan tahun 2013 sebesar -3,18%.
"Tahun 2014 berada di angka 3% dan tahun 2015 sebesar -2,05%. Untuk tahun 2016 CAD sebesar -1,8% dan tahun 2017 CAD sebesar -1,71%. Sedangkan tahun 2018 dikisaran -3%," ujar Mirza dalam Maybank Economic Outlook 2019 di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Sementara itu, CAD diharapkan tetap dalam batas aman dan menjadi lebih baik menuju 2,5% dari PDB pada 2019. Miza melanjutkan, upaya untuk menekan defisit transaksi berjalan yakni Indonesia bisa mendorong ekspor dan sektor pariwisata.
Dengan peningkatan kedua sektor tersebut diyakini dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan. "BI terus fokus dalam pariwisata, terus fokus deregulasi, ekspor dan pariwisata. Saya cukup yakin dengan pariwisata Indonesia," ungkapnya.
BI pun optimistis pertumbuhan ekonomi 2019 tetap solid didukung oleh permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang meningkat, serta investasi yang tetap kuat.
Disisi lain, menurut Mirza, nilai tukar rupiah yang berlanjut pada Januari 2019 mencapai 2,92% dan terus terjadi pada Februari 2019 ditopang aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.
Hal tersebut juga seiring terjaganya fundamental ekonomi domestik dan tetap tingginya daya tarik aset keuangan domestik serta berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global. Meski demikian, BI memandang nilai tukar rupiah akan terus bergerak stabil sesuai mekanisme pasar.
Chief Economist BNI, Ryan Kiryanto, menambahkan neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang membaik dapat menahan tekanan dari sektor eksternal. Apalagi, dengan menahan BI7DRR diharapkan NPI tetap terjaga pada batas aman dan sehat sekaligus menjaga posisi current account deficit (CAD) tetap di bawah 3% dari PDB sebagai batas aman.
Selain itu, ditahannya BI7DRR, maka capital inflows akan meningkat sehingga bisa memperbaiki NPI dan CAD sekaligus. Keempat, di awal 2019 ini posisi rupiah relatif menguat stabil karena capital inflows yang makin kencang. "Valuasi aset dalam rupiah juga akan meningkat seiring dengan terjaganya fundamental ekonomi domestik," kata dia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, memprediksi CAD masih bisa di bawah 3% didorong harga komoditas dan nilai tukar rupiah. "Selama penurunan harga komoditas dan rupiah harusnya bisa 2% sampai 2,5%. CAD masih manageble bagi Indonesia," imbuh dia.
Menurut Bambang, Indonesia sudah harus tidak bergantung lagi terhadap barang komoditas, sehingga bisa beralih ke produk berbasis manufaktur. "Ya intinya harus mulai tinggalkan ketergantungan ke komoditas. Dorong produk manufaktur," ungkap dia.
(ven)