Amran Dorong Hilirisasi Industri Kakao dan Kopi di Luwu dan Toraja

Selasa, 12 Maret 2019 - 03:22 WIB
Amran Dorong Hilirisasi...
Amran Dorong Hilirisasi Industri Kakao dan Kopi di Luwu dan Toraja
A A A
JAKARTA - Salah satu sektor pertanian yang menjadi program strategis Kementerian Pertanian (Kementan) adalah produk olahan perkebunan, juga rempah-rempahan. Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus mendorong peningkatan produksi melalui program hilirisasi industri, termasuk memberi bantuan bibit, alsintan dan pendampingan bimbingan teknis.

Dalam kunjungannya ke Luwu dan Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, mengatakan program peningkatan itu terus digencarkan, utamanya pada produk perkebunan petani di Luwu Raya dan Tana Toraja.

Menurut Amran, melalui program ini perkebunan seperti kakao dan kopi mampu dikelola secara baik, karena produk yang dijual petani tidak hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan yang dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi petani.

"Dengan begitu, diharapkan program ini ada nilai tambahnya, bahkan bisa mencapai 1.000 persen," kata Amran dalam acara Mengembalikan Kejayaan Rempah dan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Luwu, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (11/3/2019).

Amran mengatakan, produk olahan Indonesia harus lebih baik dari produk negara-negara lain. Ia mencontohkan, jika berkunjung ke Singapura, maka orang akan bangga karena membawa oleh-oleh cokelat Silverqueen.

Padahal, kata dia, semua bahan baku pembuatan cokelat tersebut berasal dari Indonesia. Singapura, kata dia, tidak punya bahan baku cokelat satu batang pun.

"Prosesing di sana harganya sekitar Rp19.000- Rp20.000, jadi naik 2.000 persen. Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesinya ada di bawah kakao ini. Karena ini industri kecil, anggarannya sekitar Rp500 juta sampai Rp1 miliar," katanya.

Menurut Amran, semua proses pengolahan ini harus bisa dibalik, karena Indonesia memiliki apa saja yang dibutuhkan. Di Singapura misalnya, harga bahan dasar sekitar Rp19.000 sampai Rp20.000, namun bisa naik 2.000%. Sedangkan nilai tambahnya ada di negara lain.

"Harusnya prosesinya ada di bawah kebun kakao Luwu ini. Untuk itu, jika industri pengolahan ini dibangun di Luwu dan Palopo, semua orang akan menikmati Silverqueen yang segar atau tak ada pengawet. Jadi, produk kita sendiri dan diolah oleh anak bangsa," katanya.

Sementara itu, Bupati Luwu, Basmi Mattayang menilai kebijakan dan program Kementan dalam mengembalikan kejayaan rempah, khususnya kakao dan kopi harus didukung oleh semua pihak.

Berdasarkan data BPS, sepanjang tahun 2018, produksi kakao menyentuh angka 24.260 ton, dengan luas lahan 35.311 hektar. Namun produktivitasnya semakin menurun karena umur tanaman yang sudah tua.

"Jika program ini jalan, kami yakin dapat meningkatkan pendapatan petani. Produktivitas naik dan ditambah lagi dengan dibangunya hilirisasi industri kakao dan kopi. Sebab ini menjadi masalah petani saat ini. Jadi kami sangat apresiasi program Kementan," katanya.

Sekedar diketahui, di tahun 2019, Kementan menggelontarkan bantuan untuk Luwu Raya meliputi Kabupaten Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Timur sebanyak Rp56,23 miliar. Bantuan itu berupa benih, alat mesin pertanian dan ternak.

Khusus untuk Kabupaten, di tahun 2019 mendapat bantuan peremajaan kakao sebanyak 1 juta batang dan bantuan tambahan untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Sementara untuk bantuan peremajaan kopi di Tana Toraja mencapai 400 hektar dengan total nilai Rp3,08 miliar. Adapun untuk Kabupaten Toraja Utara luasnya mencapai 300 hektar dengan total anggaran Rp2,85 miliar.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1001 seconds (0.1#10.140)