Pemerintah Padukan Pembangunan Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat (PUPR) akan terus memadukan perencanaan pembangunan infrastruktur bidang PUPR secara berkelanjutan menuju program kerja infrastruktur 2020.
Menteri PUPR Basuki Hadimoeldjono mengatakan, kabinet kerja periode 2015-2019 akan segera berakhir sehingga diperlukan keterpaduan infrastruktur pada masa pemerintahan berikutnya. ”Misalnya untuk perencanaan pembangunan kawasan ekonomi dan industri di sepanjang lokasi pembangunan jalan tol, maka perlu dipikirkan jalan aksesnya. Begitu juga perencanaan infrastruktur lainnya,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kementerian PUPR akan menyusun program kerja tahun 2020 dalam konsultasi regional yang melibatkan banyak unsur lembaga, kementerian, dan dinas pekerjaan umum di daerah.
”Karenanya, keberlanjutan infrastruktur yang menjadi bagian dari RPJMN 2015-2019 harus terus dijaga,” katanya. Menteri Basuki juga menekankan pentingnya keterpaduan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur bidang PUPR antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Dengan begitu, pembangunan akan saling melengkapi dan memberi manfaat lebih optimal. Empat sasaran RPJMN 2015-2019 yang belum tercapai menurut penilaian Bappenas, yakni di bidang penyediaan air minum, sanitasi, pengendalian banjir, dan penyediaan hunian yang layak bagi masyarakat. ”Tidak tercapai bukan berarti gagal, namun program tersebut menjadi yang harus kita prioritaskan dalam program kerja tahun 2020,” katanya.
Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur yang dibangun kementeriannya akan diikuti pembangunan sumber daya manusia. Salah satunya dengan mendorong tenaga kerja konstruksi di Indonesia memiliki sertifikat keahlian.
”Jika pada tahun-tahun sebelumnya sertifikasi tenaga kerja konstruksi hanya mencapai puluhan ribu, mulai tahun 2019 dan seterusnya minimal jumlahnya 10 kali lipat pekerja konstruksi yang bersertifikat, karena dari sekitar 8 juta pekerja konstruksi Indonesia, baru sekitar 600.000 yang memiliki sertifikasi,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, dari 8,3 juta pekerja konstruksi yang ada di Indonesia, hanya 616.000 atau sekitar 7,4% di antaranya telah bersertifikat. Sertifikat terdiri dari sertifikat tenaga kerja tingkat terampil dan tingkat ahli karena porsi tenaga ahli baru sebesar 27%.
Pada 2019, Kementerian PUPR menargetkan jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat mencapai 212.000 orang menggunakan dana APBN dan program sertifikasi tenaga kerja konstruksi LPJKN sebanyak 300.000 orang.
Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah dalam empat tahun terakhir perlu diapresiasi. Hanya, ada beberapa proyek yang terkesan jalan sendiri-sendiri dan minim integrasi dengan proyek lain. Faisal juga mengkritisi sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun selama ini masih jauh dari konsep negara maritim seperti yang digaungkan pemerintah selama ini.
”Harusnya, pembangunan kita fokus dan integrasi ke sektor maritim. Ingat, negara kita adalah negara kepulauan, maka yang harus dikembangkan adalah infrastruktur maritim untuk mendukung pertumbuhan,” ucap Faisal dalam diskusi yang digelar Barisan Pemeriksa Kondisi Proyek (BPKP) di Jakarta kemarin.
Dia mencontohkan pembangunan tol Trans Sumatera dinilai kurang efektif untuk menekan ongkos logistik. Secara umum transportasi darat masih menjadi beban logistik yang mencapai 24% dari keseluruhan ongkos logistik di Tanah Air. Hal ini berbeda dengan jalur laut yang dinilai lebih efisien.
”Pembangunan infrastruktur di Indonesia harusnya acuannya ke konsep negara maritim. Mengapa? Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang konektivitasnya disatukan oleh laut,” kata dia.
Dia menambahkan, ke depan agar proyek infrastruktur lebih bermanfaat untuk masyarakat maka harus ada perubahan dari yang semula berdasarkan pendekatan proyek menjadi pendekatan program.
”Yang juga harus diperhatikan adalah mematangkan perencanaan sebuah proyek, termasuk dari sisi keuangannya. Jangan sampai ada proyek yang tiba-tiba di tengah jalan berubah spesifikasi, sementara pembangunan sudah berjalan,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Presidium BPKP Rusmin Effendy mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah proyek yang hingga saat ini belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dia menilai masih banyak target pemerintah yang meleset sehingga mendatangkan protes dari sejumlah kalangan. Misalnya, pembangunan tol di sejumlah ruas yang tadinya untuk menekan logistik, tapi ternyata dikeluhkan pengusaha karena tarifnya mahal,” ujar dia.
Contoh lain, kata dia, pengembangan tol laut yang ternyata juga belum berpengaruh signifikan pada penurunan biaya logistik. Melihat fakta di atas, Rusmin menyarankan agar pemerintah ke depan memprioritaskan pembangunan yang berdampak langsung ke masyarakat, industri, angkutan barang, dan utilitas lain. (Ichsan Amin / Yanto Kusdiantono)
Menteri PUPR Basuki Hadimoeldjono mengatakan, kabinet kerja periode 2015-2019 akan segera berakhir sehingga diperlukan keterpaduan infrastruktur pada masa pemerintahan berikutnya. ”Misalnya untuk perencanaan pembangunan kawasan ekonomi dan industri di sepanjang lokasi pembangunan jalan tol, maka perlu dipikirkan jalan aksesnya. Begitu juga perencanaan infrastruktur lainnya,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kementerian PUPR akan menyusun program kerja tahun 2020 dalam konsultasi regional yang melibatkan banyak unsur lembaga, kementerian, dan dinas pekerjaan umum di daerah.
”Karenanya, keberlanjutan infrastruktur yang menjadi bagian dari RPJMN 2015-2019 harus terus dijaga,” katanya. Menteri Basuki juga menekankan pentingnya keterpaduan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur bidang PUPR antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Dengan begitu, pembangunan akan saling melengkapi dan memberi manfaat lebih optimal. Empat sasaran RPJMN 2015-2019 yang belum tercapai menurut penilaian Bappenas, yakni di bidang penyediaan air minum, sanitasi, pengendalian banjir, dan penyediaan hunian yang layak bagi masyarakat. ”Tidak tercapai bukan berarti gagal, namun program tersebut menjadi yang harus kita prioritaskan dalam program kerja tahun 2020,” katanya.
Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur yang dibangun kementeriannya akan diikuti pembangunan sumber daya manusia. Salah satunya dengan mendorong tenaga kerja konstruksi di Indonesia memiliki sertifikat keahlian.
”Jika pada tahun-tahun sebelumnya sertifikasi tenaga kerja konstruksi hanya mencapai puluhan ribu, mulai tahun 2019 dan seterusnya minimal jumlahnya 10 kali lipat pekerja konstruksi yang bersertifikat, karena dari sekitar 8 juta pekerja konstruksi Indonesia, baru sekitar 600.000 yang memiliki sertifikasi,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, dari 8,3 juta pekerja konstruksi yang ada di Indonesia, hanya 616.000 atau sekitar 7,4% di antaranya telah bersertifikat. Sertifikat terdiri dari sertifikat tenaga kerja tingkat terampil dan tingkat ahli karena porsi tenaga ahli baru sebesar 27%.
Pada 2019, Kementerian PUPR menargetkan jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat mencapai 212.000 orang menggunakan dana APBN dan program sertifikasi tenaga kerja konstruksi LPJKN sebanyak 300.000 orang.
Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah dalam empat tahun terakhir perlu diapresiasi. Hanya, ada beberapa proyek yang terkesan jalan sendiri-sendiri dan minim integrasi dengan proyek lain. Faisal juga mengkritisi sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun selama ini masih jauh dari konsep negara maritim seperti yang digaungkan pemerintah selama ini.
”Harusnya, pembangunan kita fokus dan integrasi ke sektor maritim. Ingat, negara kita adalah negara kepulauan, maka yang harus dikembangkan adalah infrastruktur maritim untuk mendukung pertumbuhan,” ucap Faisal dalam diskusi yang digelar Barisan Pemeriksa Kondisi Proyek (BPKP) di Jakarta kemarin.
Dia mencontohkan pembangunan tol Trans Sumatera dinilai kurang efektif untuk menekan ongkos logistik. Secara umum transportasi darat masih menjadi beban logistik yang mencapai 24% dari keseluruhan ongkos logistik di Tanah Air. Hal ini berbeda dengan jalur laut yang dinilai lebih efisien.
”Pembangunan infrastruktur di Indonesia harusnya acuannya ke konsep negara maritim. Mengapa? Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang konektivitasnya disatukan oleh laut,” kata dia.
Dia menambahkan, ke depan agar proyek infrastruktur lebih bermanfaat untuk masyarakat maka harus ada perubahan dari yang semula berdasarkan pendekatan proyek menjadi pendekatan program.
”Yang juga harus diperhatikan adalah mematangkan perencanaan sebuah proyek, termasuk dari sisi keuangannya. Jangan sampai ada proyek yang tiba-tiba di tengah jalan berubah spesifikasi, sementara pembangunan sudah berjalan,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Presidium BPKP Rusmin Effendy mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah proyek yang hingga saat ini belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dia menilai masih banyak target pemerintah yang meleset sehingga mendatangkan protes dari sejumlah kalangan. Misalnya, pembangunan tol di sejumlah ruas yang tadinya untuk menekan logistik, tapi ternyata dikeluhkan pengusaha karena tarifnya mahal,” ujar dia.
Contoh lain, kata dia, pengembangan tol laut yang ternyata juga belum berpengaruh signifikan pada penurunan biaya logistik. Melihat fakta di atas, Rusmin menyarankan agar pemerintah ke depan memprioritaskan pembangunan yang berdampak langsung ke masyarakat, industri, angkutan barang, dan utilitas lain. (Ichsan Amin / Yanto Kusdiantono)
(nfl)