Norwegian Air Minta Ganti Rugi ke Boeing

Kamis, 14 Maret 2019 - 08:14 WIB
Norwegian Air Minta...
Norwegian Air Minta Ganti Rugi ke Boeing
A A A
OSLO - Norwegian Air menyatakan akan meminta kompensasi kepada Boeing setelah menelan kerugian akibat disetopnya operasional pesawat 737 MAX 8. Maskapai penerbangan yang berbasis di Oslo, Norwegia itu memiliki 18 unit MAX 8 dari total 163 pesawat. Meski tidak mencapai seperempatnya, Norwegian Air dipastikan kehilangan laba.

Uni Eropa telah mendesak seluruh maskapai penerbangan untuk mengandangkan MAX 8, menyusul kecelakaan maut di Ethiopian Airlines yang menewaskan 157 orang. Norwegian Air awalnya sangat berharap MAX akan menjadi pesawat pilihan pelanggan, baik untuk penerbangan jarak menengah maupun dekat, dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu didasari oleh desain yang lebih nyaman, konsumsi bahan bakar yang lebih irit, dan biaya murah.

“Kami berharap pesawat MAX kami dapat segera kembali mengudara,” ujar Chief Executive Norwegian Air, Bjoern Kjos, dikutip Reuters. “Orang bertanya terkait dampak dari situasi ini terhadap keuangan kami. Semuanya jelas. Kami tidak akan membayar kerugian ini dan akan menyerahkannya kepada Boeing,” imbuhnya.

Pasalnya, penghentian operasi itu mengurangi jumlah bisnis dan keuntungan di tengah kompetisi yang kian intens. Saat ini sudah 29 negara yang melakukan temporary grounded kepada Boeing 737-8 MAX. Norwegian Air juga berencana memangkas biaya setelah mendapatkan dana sekitar USD348 juta dari pemegang saham.

“Jika situasi ini dapat diselesaikan dalam dua pekan, dampaknya tidak akan sangat serius terhadap pebisnis Norwegia,” ujar pemerhati Preben Rasch-Olsen dari Carnegie. “Kerugian saat ini mungkin akan dapat ditutup Boeing. Tapi jika situasinya berlanjut hingga Mei atau Juni maka akan timbul masalah baru,” imbuhnya.

Pernyataan Preben bukan tanpa alasan. Pada Maret, permintaan penerbangan di Norwegia masih terbilang rendah dan baru akan naik memasuki musim.

Norwegian Air telah membatalkan beberapa penerbangan, terutama dari Oslo, Stockholm, dan kota Nordik lainnya. Mereka memindahkan penumpang menuju pesawat yang lain. “Kami masih mampu mengakomodasi penerbangan antar-Eropa, tapi penerbangan ke luar Eropa masih sangat sulit,” kata Lasse.

Di bagian lain, Boeing mengakui telah mengembangkan pembaruan perangkat lunak, termasuk kendali penerbangan Maneuvering Characteristics Augmentation System, layar pilot, manual operasi, dan pelatihan kru. Kecelakaan Lion Air di Laut Jawa akhir 2018 juga diyakini akibat kegagalan sistem otomatisasi anti-stalling.

Pada dasarnya, dalam sistem sebelumnya, sensor pesawat salah membaca kondisi pesawat saat lepas landas sehingga mengeksekusi aksi remedial dan membuat pesawat menghadap ke bawah. Pilot Peter Garrison mengatakan bahwa pilot terpaksa harus mengeluarkan seluruh energinya untuk meluruskan hidung pesawat.

“Namun, hal itu tidak mudah, apalagi semuanya terjadi dalam situasi darurat,” ujar Garrison. “Manusia biasanya kehilangan kemampuan dan alternatif untuk berpikir cepat ketika berada di bawah ancaman kematian. Meskipun pilot sebenarnya hanya perlu mengubah autopilot, semuanya berada di luar kendali,”

Menurut Garrison, kesalahan tidak berada di dalam sistem teknologi sebab pada zaman sekarang hampir semua pesawat menggabungkan sistem otomatisasi dan manual. Hanya, Boeing selaku pembuat 737 MAX 8 dinilai gagal memberikan pelatihan yang memadai, terutama saat sistem menjalani error.

Para ahli juga khawatir kondisi serupa juga terjadi selama kecelakaan di Etiopia.

“Kami bekerja sama dengan Badan Penerbangan Federal (FAA) dalam pengembangan, perencanaan, dan perizinan perangkat lunak yang akan dipasang di 737 MAX dalam beberapa pekan ke depan sesuai saran yang diterima,” ungkap Boeing.

Dalam suratnya kepada para karyawan, Chief Executive Boeing Dennis Muilenburg menyatakan optimistis dengan sistem keamanan dan keselamatan MAX.

Politikus Amerika Serikat (AS) mendesak FAA untuk mengambil langkah serupa seperti negara lain di dunia untuk mengandangkan MAX 8. Namun, FAA bergeming. Mereka menyatakan sistem keamanan dan keselamatan MAX 8 baik dan layak digunakan. Jika terdapat bug, mereka berjanji akan bertindak cepat.

“FAA perlu mendaratkan pesawat itu dari udara AS,” ujar Senator Demokrat Elizabeth Warren. Senada dengan Warren, mantan Menteri Transportasi AS Ray LaHood yang mengandangkan 787 Dreamliner pada 2013 akibat kebakaran baterai lithium-ion, mengatakan bahwa keselamatan masyarakat perlu menjadi prioritas.

Di Jakarta, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan penetapan larangan terbang bagi pesawat Boeing 737 MAX 8 di Indonesia semata-mata untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Larangan tersebut telah diberlakukan mulai 12 Maret hingga sepekan ke depan.

“Ini (larangan terbang) bukan bentuk sanksi, tetapi pencegahan,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti.

Menurut Polana, temporary grounded tersebut diterapkan guna menindaklanjuti terjadinya kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines ET302 yang terjadi pada Minggu (10/19). Di Indonesia, saat ini ada 11 unit Boeing 737 MAX 8 yang di-grounded. Sepuluh unit milik maskapai Lion Air dan satu unit lainnya milik Garuda Indonesia.

Langkah-langkah yang sudah dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sejak diberlakukannya larangan terbang sementara tanggal 12 Maret 2019, adalah dengan melakukan inspeksi secara detail terhadap pesawat Boeing 737-8 MAX milik Garuda Indonesia, dan saat ini masih berlanjut inspeksi terhadap Boeing 737MAX -8 yang dioperasikan oleh Lion Air.

Sementara itu, Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro mengungkapkan, secara operasional larangan terbang sementara tersebut tidak akan mengganggu pelayanan maskapai singa merah itu.

Imbas dari kecelakaan tersebut, ujar Daniel, pihaknya akan melakukan pembicaraan lebih lanjut dan mengkaji ulang strategi penggunaan MAX 8 dikaji kembali.

“Kami tunda dulu sampai ada hasil investigasi KNKT dan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk diskusi dengan pihak Boeing,” pungkasnya. (Ichsan Amin/Muh Shamil)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7891 seconds (0.1#10.140)