Bawa Kampanye Hitam Sawit RI ke WTO, Ini Reaksi Uni Eropa
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia bertekad akan melawan kampanye hitam yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak sawit. Salah satu langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan membawa permasalahan ini ke organisasi perdagangan dunia alias World Trade Organization (WTO).
Menanggapi hal tersebut, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Vincent Guerend mengatakan, jika langkah yang diambil Indonesia untuk membawa kasus ke WTO adalah langkah yang tepat. Oleh karena itu dirinya mempersilahkan kepada pemerintah Indonesia jika memang ingin membawa permasalahan ini ke WTO.
"Jadi, langkah Indonesia itu benar, dan di negara manapun, jika ada perselisihan perdagangan memang dibawa ke WTO," ujar Vincent di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Menurutnya, WTO menjadi tempat pengaduan bagi negara manapun yang memiliki masalah dengan perdagangan internasional. Termasuk salah satunya adalah Indonesia yang mengalami masalah perdagangan pada komoditas minyak sawitnya. "Jika tidak setuju dengan sebuah perjanjian perdagangan, memang langkah terbaiknya adalah membawanya ke WTO," jelasnya.
Vincent juga membantah jika selama ini pihaknya melakukan diskriminasi terhadap produk minyak sawit asal Indonesia. Justru menurutnya, tidak ada sama sekali niatan bagi Uni Eropa untuk melakukan kampanye hitam terhadap produk minyak sawit karena menurutnya UE merupakan pasar terbuka. "Tidak sama sekali. Kami sudah mengatakan kepada Anda bahwa kami merupakan pasar yang terbuka," terang dia.
Mengenai wacana pembatasan penggunaan minyak sawit yang diusulkan parlemen eropa, lanjut Vincent merupakan langkah teguran kepada Indonesia agar bisa mengelola sumber daya alamnya berdasarkan Sustainable Development Goals (SDG). Apalagi berdasarkan hasil riset, penanaman kelapa sawit ini sudah cukup banyak mengorbankan lahan utang (ditebang).
Seperti diketahui, Komisi Eropa telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II. Komisi Uni Eropa sedang merancang aturan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah atau crude palm oil hingga 2030. "Kami mendorong Indonesia untuk melakukan reformasi agar menghasilkan produk yang sustainable terhadap lingkungan," jelasnya
Sebagai informasi sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, segala upaya akan ditempuh oleh Indonesia untuk melawan diskrimisi ini. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Uni Eropa ini merupakan langka proteksionisme terselubung yang di transformasi kan menjadi terminologi yang mana ujung-ujungnya merupakan langkah diskriminatif.
Menanggapi hal tersebut, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Vincent Guerend mengatakan, jika langkah yang diambil Indonesia untuk membawa kasus ke WTO adalah langkah yang tepat. Oleh karena itu dirinya mempersilahkan kepada pemerintah Indonesia jika memang ingin membawa permasalahan ini ke WTO.
"Jadi, langkah Indonesia itu benar, dan di negara manapun, jika ada perselisihan perdagangan memang dibawa ke WTO," ujar Vincent di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Menurutnya, WTO menjadi tempat pengaduan bagi negara manapun yang memiliki masalah dengan perdagangan internasional. Termasuk salah satunya adalah Indonesia yang mengalami masalah perdagangan pada komoditas minyak sawitnya. "Jika tidak setuju dengan sebuah perjanjian perdagangan, memang langkah terbaiknya adalah membawanya ke WTO," jelasnya.
Vincent juga membantah jika selama ini pihaknya melakukan diskriminasi terhadap produk minyak sawit asal Indonesia. Justru menurutnya, tidak ada sama sekali niatan bagi Uni Eropa untuk melakukan kampanye hitam terhadap produk minyak sawit karena menurutnya UE merupakan pasar terbuka. "Tidak sama sekali. Kami sudah mengatakan kepada Anda bahwa kami merupakan pasar yang terbuka," terang dia.
Mengenai wacana pembatasan penggunaan minyak sawit yang diusulkan parlemen eropa, lanjut Vincent merupakan langkah teguran kepada Indonesia agar bisa mengelola sumber daya alamnya berdasarkan Sustainable Development Goals (SDG). Apalagi berdasarkan hasil riset, penanaman kelapa sawit ini sudah cukup banyak mengorbankan lahan utang (ditebang).
Seperti diketahui, Komisi Eropa telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II. Komisi Uni Eropa sedang merancang aturan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah atau crude palm oil hingga 2030. "Kami mendorong Indonesia untuk melakukan reformasi agar menghasilkan produk yang sustainable terhadap lingkungan," jelasnya
Sebagai informasi sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, segala upaya akan ditempuh oleh Indonesia untuk melawan diskrimisi ini. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Uni Eropa ini merupakan langka proteksionisme terselubung yang di transformasi kan menjadi terminologi yang mana ujung-ujungnya merupakan langkah diskriminatif.
(akr)