Generasi Milenial Digenjot Majukan Sektor Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) akan menggenjot peran generasi milenial dalam memajukan sektor pertanian Indonesia. Perkembangan teknologi dan digital mendorong pemuda untuk lebih berperan aktif dalam meningkatkan efisiensi distribusi pertanian pascapanen.
Menurut Ketua Umum HKTI Jenderal (Purn) Moeldoko, peran pemuda dalam sektor pertanian bisa dilakukan dengan cara mengaplikasikan perdagangan secara digital. Hasil produksi pertanian bisa diperjualbelikan lewat perdagangan elektronik alias e-commerce.
"Harapan kita bahwa petani-petani muda ini jangan hanya berpikir bahwa bertani itu hanya berlumpur, tidak. Ada sebuah proses pascaproduksi, di situ anak-anak muda bisa melakukan bagaimana melakukan trading yang baik melalui e-commerce," ujar Moeldoko dalam keterangannya, Jakarta, Rabu, (20/3/2019).
Sambung dia menerangkan, pihaknya saat ini sedang mendongkrak petani muda di lingkungan HKTI. Apalagi, lingkungan HKTI sendiri saat ini didominasi oleh anak-anak muda.
"HKTI ini didominasi oleh anak-anak muda, mereka rata-rata umur 35-40 tahunan sudah menjadi dewan pimpinan provinsi. Kita menjawab keraguan akan adanya petani muda Indonesia. Oleh karena itu kita munculkan melalui HKTI ini, sebuah respresentasi anak-anak muda untuk giat di pertanian," tegas Moeldoko.
Terkait sektor pertanian Indonesia, Ia mengaku ada lima tantangan utama. Pertama persoalan lahan pertanian yang semakin hari kian sempit. Hal ini lantaran pertambahan jumlah penduduk yang meningkat secara masif sehingga mempersempit lahan pertanian.
Kedua, persoalan permodalan. Dalam hal ini pemerintah bergerak cepat. Persoalan ini diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo dengan memberikan kemudahan akses permodalan lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR). "Ketiga, persoalan teknologi. Dalam hal ini HKTI bisa menjadi bridging institution, organisasi yang menjembatani antara petani dengan teknologi yang mutakhir," ungkapnya.
Selanjutnya ialah persoalan manajemen. Menurut Moeldoko, petani Indonesia kerap terkendala manajemen keuangan. "Ini kita dampingi agar mereka bisa mengetahui HPP (Harga Pokok Penjualan) mereka." Terakhir adalah persoalan pascapanen, dimana persoalan ini muncul ketika panen berlimpah sehingga mengakibatkan harga yang rendah.
"Presiden telah memberikan respons bahwa perlunya upaya untuk menyediakan dryer (alat pengering), sehingga petani begitu panen barang-barangnya itu terjaga dengan baik. Dengan begitu, ada kesempatan bagi petani untuk menunggu dulu sampai harganya membaik," pungkas Moeldoko.
Menurut Ketua Umum HKTI Jenderal (Purn) Moeldoko, peran pemuda dalam sektor pertanian bisa dilakukan dengan cara mengaplikasikan perdagangan secara digital. Hasil produksi pertanian bisa diperjualbelikan lewat perdagangan elektronik alias e-commerce.
"Harapan kita bahwa petani-petani muda ini jangan hanya berpikir bahwa bertani itu hanya berlumpur, tidak. Ada sebuah proses pascaproduksi, di situ anak-anak muda bisa melakukan bagaimana melakukan trading yang baik melalui e-commerce," ujar Moeldoko dalam keterangannya, Jakarta, Rabu, (20/3/2019).
Sambung dia menerangkan, pihaknya saat ini sedang mendongkrak petani muda di lingkungan HKTI. Apalagi, lingkungan HKTI sendiri saat ini didominasi oleh anak-anak muda.
"HKTI ini didominasi oleh anak-anak muda, mereka rata-rata umur 35-40 tahunan sudah menjadi dewan pimpinan provinsi. Kita menjawab keraguan akan adanya petani muda Indonesia. Oleh karena itu kita munculkan melalui HKTI ini, sebuah respresentasi anak-anak muda untuk giat di pertanian," tegas Moeldoko.
Terkait sektor pertanian Indonesia, Ia mengaku ada lima tantangan utama. Pertama persoalan lahan pertanian yang semakin hari kian sempit. Hal ini lantaran pertambahan jumlah penduduk yang meningkat secara masif sehingga mempersempit lahan pertanian.
Kedua, persoalan permodalan. Dalam hal ini pemerintah bergerak cepat. Persoalan ini diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo dengan memberikan kemudahan akses permodalan lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR). "Ketiga, persoalan teknologi. Dalam hal ini HKTI bisa menjadi bridging institution, organisasi yang menjembatani antara petani dengan teknologi yang mutakhir," ungkapnya.
Selanjutnya ialah persoalan manajemen. Menurut Moeldoko, petani Indonesia kerap terkendala manajemen keuangan. "Ini kita dampingi agar mereka bisa mengetahui HPP (Harga Pokok Penjualan) mereka." Terakhir adalah persoalan pascapanen, dimana persoalan ini muncul ketika panen berlimpah sehingga mengakibatkan harga yang rendah.
"Presiden telah memberikan respons bahwa perlunya upaya untuk menyediakan dryer (alat pengering), sehingga petani begitu panen barang-barangnya itu terjaga dengan baik. Dengan begitu, ada kesempatan bagi petani untuk menunggu dulu sampai harganya membaik," pungkas Moeldoko.
(akr)