Ekspor Tenun dan Batik Ditarget Naik 10% Tahun Ini
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan ekspor produk tenun dan batik pada tahun 2019 mampu menembus angka USD58,6 juta atau naik 10% dibanding capaian tahun lalu sebesar USD53,3 juta. Ekspor tenun dan batik Indonesia mayoritas dikapalkan ke negara maju seperti Jepang, Belanda dan Amerika Serikat.
Menurutnya peningkatan ekspor tenun dan batik nasional masih terbuka, seiring produknya yang semakin bernilai tambah tinggi dan terjalinnya beberapa kerja sama ekonomi dengan negara-negara potensial.
“Tenun dan batik merupakan high fashion yang nilai tambahnya tinggi, bukan sebagai komoditas. Maka itu, ekspor untuk industri ini terus kami dorong. Apalagi, sekarang WastraNusantara semakin beragam dan diminati konsumen global. Bahkan, tadi kami melihat ada substitusi sutra dari pabrik yang di Sukoharjo, Jawa Tengah,” ujar Menperin di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Terang dia industri tenun dan batik yang merupakan bagian dari kelompok industri tekstil dan busana memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Industri tenun dan batik, banyak ditekuni oleh pelaku industri kecil dan menengah (IKM) yang tersebar di sentra-sentra industri. "Selain berorientasi ekspor, sektor ini juga tergolong padat karya,” jelasnya.
Kemenperin mencatat, sentra industri batik di Jawa mencapai 101 unit. Di dalamnya ada 3.782 unit usaha yang menyerap tenaga kerja hingga 15.055 orang. Sementara tenun diproduksi di 368 sentra dengan 14.618 unit usaha dan mempekerjakan 57.972 orang.
“Pemerintah terus berupaya mendorong agar batik dan tenun kita bisa lebih berdaya saing. Karena selain mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus untuk melestarikan budaya tradisional di Tanah Air agar tetap bertahan dan bisa mendunia,” paparnya.
Batik dan tenun merupakan kain tradisional yang kental dengan nilai budaya, dibuat dan diwariskan turun temurun, motif yang dibuat mengandung arti atau filosofi. Industri ini merupakan perpaduan revolusi industri ke-2 yang masih pakai canting, alat tenun bukan mesin, yang dipadukan dengan pasar generasi digital. "Jadi, pemerintah berkewajiban melindungi industri ini,” imbuhnya.
Airlangga menambahkan, guna mendorong ekspornya, pemerintah meminta kepada para perajin serta pengusaha tenun dan batik untuk terus berinovasi, khususnya dalam hal bahan baku. Sehingga, tenun dan batik Indonesia bisa bersaing dengan produk sejenis dari negara lain.
“Ini didorong untuk berani memakai material baru, sehingga dari segi desain dan kenyamanan dipakai semakin meningkat. Ada yang namanya Bemberg itu pengganti bahan sutera, bisa dimanfaatkan karena hasilnya selembut sutra," tuturnya.
Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah, yakni memfasilitasiberbagai promosi dengan menggelar pameran secara konsisten, seperti Pameran Adiwastra Nusantara, yang tahun ini sudah dilakukan untuk ke-12 kalinya. Tema yang diangkat pada tahun 2019 ini sangat menarik yaitu ‘Wastra Adati Generasi Digital’.
“Hal ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan dan mempromosikan budaya dalam karya wastra adati Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa wastra nusantara siap untuk bersaing di era ekonomi digital dimana persaingan usaha semakin kompetitif. Untuk menyikapi hal tersebut maka pemerintah berkewajiban meningkatkan daya saing produk dalam negeri,” jelasnya.
Airlangga menambahkan, industri tekstil sendiri merupakan salah satu sektor prioritas Kemenperin dalam penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Sektor prioritas tersebut adalah sektor yang diyakini mempunyai daya ungkit besar dalam hal penciptaan nilai tambah, perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar.
“Guna pemasaran kain tenun dan batik secara luas di era Industri 4.0, untuk digital marketing dapat menggunakan berbagai macam platform yang tersedia antara lain market place, media sosial dan Digital Avatar (DAV),” terang dia.
Menurutnya peningkatan ekspor tenun dan batik nasional masih terbuka, seiring produknya yang semakin bernilai tambah tinggi dan terjalinnya beberapa kerja sama ekonomi dengan negara-negara potensial.
“Tenun dan batik merupakan high fashion yang nilai tambahnya tinggi, bukan sebagai komoditas. Maka itu, ekspor untuk industri ini terus kami dorong. Apalagi, sekarang WastraNusantara semakin beragam dan diminati konsumen global. Bahkan, tadi kami melihat ada substitusi sutra dari pabrik yang di Sukoharjo, Jawa Tengah,” ujar Menperin di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Terang dia industri tenun dan batik yang merupakan bagian dari kelompok industri tekstil dan busana memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Industri tenun dan batik, banyak ditekuni oleh pelaku industri kecil dan menengah (IKM) yang tersebar di sentra-sentra industri. "Selain berorientasi ekspor, sektor ini juga tergolong padat karya,” jelasnya.
Kemenperin mencatat, sentra industri batik di Jawa mencapai 101 unit. Di dalamnya ada 3.782 unit usaha yang menyerap tenaga kerja hingga 15.055 orang. Sementara tenun diproduksi di 368 sentra dengan 14.618 unit usaha dan mempekerjakan 57.972 orang.
“Pemerintah terus berupaya mendorong agar batik dan tenun kita bisa lebih berdaya saing. Karena selain mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus untuk melestarikan budaya tradisional di Tanah Air agar tetap bertahan dan bisa mendunia,” paparnya.
Batik dan tenun merupakan kain tradisional yang kental dengan nilai budaya, dibuat dan diwariskan turun temurun, motif yang dibuat mengandung arti atau filosofi. Industri ini merupakan perpaduan revolusi industri ke-2 yang masih pakai canting, alat tenun bukan mesin, yang dipadukan dengan pasar generasi digital. "Jadi, pemerintah berkewajiban melindungi industri ini,” imbuhnya.
Airlangga menambahkan, guna mendorong ekspornya, pemerintah meminta kepada para perajin serta pengusaha tenun dan batik untuk terus berinovasi, khususnya dalam hal bahan baku. Sehingga, tenun dan batik Indonesia bisa bersaing dengan produk sejenis dari negara lain.
“Ini didorong untuk berani memakai material baru, sehingga dari segi desain dan kenyamanan dipakai semakin meningkat. Ada yang namanya Bemberg itu pengganti bahan sutera, bisa dimanfaatkan karena hasilnya selembut sutra," tuturnya.
Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah, yakni memfasilitasiberbagai promosi dengan menggelar pameran secara konsisten, seperti Pameran Adiwastra Nusantara, yang tahun ini sudah dilakukan untuk ke-12 kalinya. Tema yang diangkat pada tahun 2019 ini sangat menarik yaitu ‘Wastra Adati Generasi Digital’.
“Hal ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan dan mempromosikan budaya dalam karya wastra adati Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa wastra nusantara siap untuk bersaing di era ekonomi digital dimana persaingan usaha semakin kompetitif. Untuk menyikapi hal tersebut maka pemerintah berkewajiban meningkatkan daya saing produk dalam negeri,” jelasnya.
Airlangga menambahkan, industri tekstil sendiri merupakan salah satu sektor prioritas Kemenperin dalam penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Sektor prioritas tersebut adalah sektor yang diyakini mempunyai daya ungkit besar dalam hal penciptaan nilai tambah, perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar.
“Guna pemasaran kain tenun dan batik secara luas di era Industri 4.0, untuk digital marketing dapat menggunakan berbagai macam platform yang tersedia antara lain market place, media sosial dan Digital Avatar (DAV),” terang dia.
(akr)