Pestisida Palsu Sangat Merugikan Petani dan Produsen
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy, mengatakan pestisida palsu dan pestisida ilegal yang tidak diketahui mutu dan efeknya sangat merugikan petani. Sebagai pengguna, petani sangat dirugikan karena harganya sama dengan produk aslinya tetapi kualitasnya rendah.
"Produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang, hak varietas tanaman dan indikasi geografis. Yang tidak kalah penting adalah dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida," ujar Sarwo Edhy dalam keterangan Minggu (7/4/2019).
Di beberapa negara tujuan ekspor dari komoditas pertanian Indonesia, sangat perhatian terhadap MRL (maximum residue limit). Sehingga penggunaan pestisida palsu dan ilegal bisa mempersulit ekspor produk pertanian.
Sarwo Edhy mengungkapan, berdasarkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor, penggunaan pupuk dan pestisida palsu juga membuat struktur tanah rusak sehingga hasil produksinya turun.
"Yang asli efektif, yang palsu ada dalam racikannya itu yang kimiawinya malah menumbuhkan organisme pengganggu tanaman baru," tambahnya.
Pengawasan pestisida memang harus diperketat. Apalagi jumlah formulasi pestisida yang terdaftar di Kementan sangat banyak. Hingga saat ini jumlah pestisida yang terdaftar di Kementerian Pertanian sejumlah 4.437 formulasi, dengan rincian jenis Insektisida sebanyak 1.530 formulasi dan Herbisida 1.162 formulasi dan sisanya sebanyak 1.745 formulasi terdiri dari fungisida, rodentisida, pestisida rumah tangga dan-lain-lain.
Pada tahun 2018, Kementerian telah melakukan pencabutan sebanyak 1.147 formulasi. Yang terdiri dari pestisida yang habis ijinnya pada tahun 2017 sebanyak 956 formulasi dan pencabutan atas permintaan sendiri sebanyak 191 formulasi. Hal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.107 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pestisida dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida.
Informasi ini, lanjut Sarwo Edhy, harus disampaikan kepada petani Brebes dan petani lainnya di seluruh Indonesia sehingga mereka tahu mana pestisida yang palsu dan mana yang asli. "Kita harus lebih waspada dan melakukan intelijen. Kita akan buat surat ediran seluruh Indonesia, kita minta mereka berhenti memalsu pestisida karena merugikan petani. Teknologi pemalsuan sudah luar biasa sekarang".
Dia berharap, pelaku pemalsuan pestisida mendapat hukuman yang setimpal. Secara hitung-hitungan ekonomi tidak sekedar puluhan atau ratusan juta tapi opportunity lost petani yang harusnya panen mereka berhasil tetapi gagal karena menggunakan pestisida palsu yang bisa bernilai miliaran rupiah.
Kementerian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian terus berupaya melakukan pencegahan peredaran pestisida dengan melakukan penguatan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Pusat dan Daerah, Sosialisasi Pembinaan terhadap Kios, Pengambilan sample di tingkat Produsen (Pabrik), distributor dan kios, Koordinasi dengan satgas pangan di Bareskrim Polri dan Koordinasi dengan Asosiasi Pestisida Croplife dan Cropcare Indonesia.
"Kami optimis dalam menghadapi peredaran pemalsuan pestisida, dengan kerja keras kita untuk terus mengurangi berbagai hambatan guna untuk menghasilkan hasil pertanian yang dapat bersaing di industri nasional dan internasional," pungkasnya.
"Produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang, hak varietas tanaman dan indikasi geografis. Yang tidak kalah penting adalah dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida," ujar Sarwo Edhy dalam keterangan Minggu (7/4/2019).
Di beberapa negara tujuan ekspor dari komoditas pertanian Indonesia, sangat perhatian terhadap MRL (maximum residue limit). Sehingga penggunaan pestisida palsu dan ilegal bisa mempersulit ekspor produk pertanian.
Sarwo Edhy mengungkapan, berdasarkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor, penggunaan pupuk dan pestisida palsu juga membuat struktur tanah rusak sehingga hasil produksinya turun.
"Yang asli efektif, yang palsu ada dalam racikannya itu yang kimiawinya malah menumbuhkan organisme pengganggu tanaman baru," tambahnya.
Pengawasan pestisida memang harus diperketat. Apalagi jumlah formulasi pestisida yang terdaftar di Kementan sangat banyak. Hingga saat ini jumlah pestisida yang terdaftar di Kementerian Pertanian sejumlah 4.437 formulasi, dengan rincian jenis Insektisida sebanyak 1.530 formulasi dan Herbisida 1.162 formulasi dan sisanya sebanyak 1.745 formulasi terdiri dari fungisida, rodentisida, pestisida rumah tangga dan-lain-lain.
Pada tahun 2018, Kementerian telah melakukan pencabutan sebanyak 1.147 formulasi. Yang terdiri dari pestisida yang habis ijinnya pada tahun 2017 sebanyak 956 formulasi dan pencabutan atas permintaan sendiri sebanyak 191 formulasi. Hal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.107 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pestisida dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 Tahun 2015 tentang Pendaftaran Pestisida.
Informasi ini, lanjut Sarwo Edhy, harus disampaikan kepada petani Brebes dan petani lainnya di seluruh Indonesia sehingga mereka tahu mana pestisida yang palsu dan mana yang asli. "Kita harus lebih waspada dan melakukan intelijen. Kita akan buat surat ediran seluruh Indonesia, kita minta mereka berhenti memalsu pestisida karena merugikan petani. Teknologi pemalsuan sudah luar biasa sekarang".
Dia berharap, pelaku pemalsuan pestisida mendapat hukuman yang setimpal. Secara hitung-hitungan ekonomi tidak sekedar puluhan atau ratusan juta tapi opportunity lost petani yang harusnya panen mereka berhasil tetapi gagal karena menggunakan pestisida palsu yang bisa bernilai miliaran rupiah.
Kementerian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian terus berupaya melakukan pencegahan peredaran pestisida dengan melakukan penguatan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Pusat dan Daerah, Sosialisasi Pembinaan terhadap Kios, Pengambilan sample di tingkat Produsen (Pabrik), distributor dan kios, Koordinasi dengan satgas pangan di Bareskrim Polri dan Koordinasi dengan Asosiasi Pestisida Croplife dan Cropcare Indonesia.
"Kami optimis dalam menghadapi peredaran pemalsuan pestisida, dengan kerja keras kita untuk terus mengurangi berbagai hambatan guna untuk menghasilkan hasil pertanian yang dapat bersaing di industri nasional dan internasional," pungkasnya.
(ven)