Sama-Sama Negara Berkembang, Pertumbuhan RI Kalah Jauh dari India dan Vietnam
A
A
A
JAKARTA - Capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17% di tahun 2018 dinilai perlu menjadi perhatian khusus. Pasalnya, di beberapa negara berkembang seperti India dan Vietnam, pertumbuhan ekonomi pada tahun yang sama jauh lebih tinggi, mencapai 7%.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, kendati sama-sama negara berkembang, pertumbuhan ekonomi di dua negara itu masih kuat di tengah gejolak ekonomi global yang terjadi.
"Pertumbuhan ekonomi kkta enggak secepat India, seperti Vetnam dan Filipina mereka makin kencang sedangkan kita lambat. Padahal mereka juga terkena imbas dari gejolak ekonomi global," ujar Andy di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Ekonom senior Indef Nawir Messi menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun hanya tersentralisasi di Pulau Jawa saja. Hal itu yang membuat pertumbuhan Indonesia mentok di angka 5%. Saat ini, 57,4% Produk Domestik Bruto Indonesia disumbang Pulau Jawa.
"Yang tumbuh adalah pusat pertumbuhan di Jawa. Saya kira balancing antara kualitas dan kuantitas dalam lima tahun ke depan harusnya jadi fokus perhatian siapapun (presiden) yang nanti terpilih," katanya. Dia menegaskan, selain kuantitas, pertumbuhan ekonomi dari sisi kualitas pun perlu diperbaiki. Persoalan kesejahteraan sosial menurutnya masih menjadi masalah utama di Indonesia.
Lebih jauh, Indef menilai perlu langkah konkrit untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6-7%. Salah satunya adalah harus terus menjaring modal asing.
Menurut Nawir, saat ini rasio produktivitas Indonesia atau ICOR (Implemental Capital to Output Ratio) masih tinggi. "Sehingga, harus menjaring modal asing yang banyak untuk menumbuhkan ekonomi," ujarnya.
Dia mengatakan, rasio ICOR Indonesia masih di kisaran 6,1%. Artinya, untuk menumbuhkan ekonomi 1% butuh penambahan investasi sebesar 6,1%. "Kalau mau tumbuh 6-7% enggak ada pilihan kecuali modal asing masuk," tandasnya.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, kendati sama-sama negara berkembang, pertumbuhan ekonomi di dua negara itu masih kuat di tengah gejolak ekonomi global yang terjadi.
"Pertumbuhan ekonomi kkta enggak secepat India, seperti Vetnam dan Filipina mereka makin kencang sedangkan kita lambat. Padahal mereka juga terkena imbas dari gejolak ekonomi global," ujar Andy di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Ekonom senior Indef Nawir Messi menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun hanya tersentralisasi di Pulau Jawa saja. Hal itu yang membuat pertumbuhan Indonesia mentok di angka 5%. Saat ini, 57,4% Produk Domestik Bruto Indonesia disumbang Pulau Jawa.
"Yang tumbuh adalah pusat pertumbuhan di Jawa. Saya kira balancing antara kualitas dan kuantitas dalam lima tahun ke depan harusnya jadi fokus perhatian siapapun (presiden) yang nanti terpilih," katanya. Dia menegaskan, selain kuantitas, pertumbuhan ekonomi dari sisi kualitas pun perlu diperbaiki. Persoalan kesejahteraan sosial menurutnya masih menjadi masalah utama di Indonesia.
Lebih jauh, Indef menilai perlu langkah konkrit untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6-7%. Salah satunya adalah harus terus menjaring modal asing.
Menurut Nawir, saat ini rasio produktivitas Indonesia atau ICOR (Implemental Capital to Output Ratio) masih tinggi. "Sehingga, harus menjaring modal asing yang banyak untuk menumbuhkan ekonomi," ujarnya.
Dia mengatakan, rasio ICOR Indonesia masih di kisaran 6,1%. Artinya, untuk menumbuhkan ekonomi 1% butuh penambahan investasi sebesar 6,1%. "Kalau mau tumbuh 6-7% enggak ada pilihan kecuali modal asing masuk," tandasnya.
(fjo)