Surplus, Karo Mantapkan Diri Sebagai Penyangga Cabai Terbesar Sumatra
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian memberi perhatian besar pada pengembangan cabai dan bawang merah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.
Kabupaten Karo, salah satu wilayah Sumatra Utara, digadang-gadang menjadi sentra penyangga hortikultura khususnya aneka cabai. Pengembangannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan wilayah Sumatra saja, namun direncanakan untuk mengisi pasar cabai luar negeri.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian, Mohamad Ismail Wahab, mengatakan bahwa persediaan aneka cabai di Pulau Jawa sudah relatif stabil.
"Kita garap produksi di luar Jawa agar mampu mandiri cabai. Jadi, wilayah Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan nantinya tidak perlu lagi tergantung pada pasokan dari Jawa. Selain penyeimbang kawasan cabai antara Jawa dan Luar Jawa, tantangan kita adalah bagaimana budidaya cabai dilakukan secara efisien dan ramah lingkungan," ucap Ismail kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (14/4/2019).
Ismail menuturkan bahwa agribisnis cabai saat ini tidak lagi sekedar tanam lalu jual. Cabai juga membutuhkan standar kualitas produk, apalagi untuk wilayah pengembangan baru.
"Makanya kita gencarkan bimbingan teknis langsung ke wilayah sentra produksi. Tujuannya mengajak petani dan petugas memperbaiki tatacara produksinya menjadi lebih efisien dan berdaya saing," tegasnya.
Plh. Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara, Baharuddin, usai kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Kawasan Cabai di Karo, menyebut wilayahnya saat ini sudah mampu swasembada cabai bahkan surplus.
"Jumlah penduduk Sumatra Utara pada 2017 mencapai 14,3 juta jiwa. Dalam setahun dibutuhkan pasokan cabai besar sebanyak 49.953 ton dan cabai rawit 42.045 ton. Sedangkan produksi cabai besar Sumatra Utara sudah mencapai 159.131 ton dan cabai rawit 31.727 ton. Jadi kami sudah surplus produksi 98.860 ton," beber Baharuddin.
Meski secara agregat setahun telah surplus, Baharuddin mencatat masih ada tantangan produksi cabai yang belum merata sepanjang tahun dan usaha budidayanya sebagian masih bersifat tradisional atau turun temurun.
"Untuk itu diperlukan intensifikasi lahan dengan penerapan teknologi budidaya tepat guna, pengaturan pola tanam agar pasokan dan produksi tersedia sepanjang tahun. Kami sepakat bahwa analisa produksi menjadi dasar yang penting dalam pengembangan kawasan cabai di Sumatra Utara," katanya antusias.
Salah satu peserta acara asal Karo, Licinius Tarigan menyatakan tekadnya menjadikan Karo sebagai penyuplai cabai khususnya cabai keriting terbesar di Pulau Sumatra bahkan luar negeri.
Petani Karo saat ini, kata Licinius, telah mampu memproduksi cabai keriting varietas temper ungu dan temper hijau yang produktivitasnya tinggi. Budidayanya sudah dikelola secara efisien, aman dikonsumsi dan ramah lingkungan.
"Kami sangat berterima kasih kepada Direktorat Jenderal Hortikultura yang sudah membantu kami melalui bimbingan teknis dan alokasi kegiatan pengembangan kawasan. Berkat dukungan pemerintah, kami bisa berkembang dan makin mandiri," ucap Tarigan semangat.
Kabupaten Karo, salah satu wilayah Sumatra Utara, digadang-gadang menjadi sentra penyangga hortikultura khususnya aneka cabai. Pengembangannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan wilayah Sumatra saja, namun direncanakan untuk mengisi pasar cabai luar negeri.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian, Mohamad Ismail Wahab, mengatakan bahwa persediaan aneka cabai di Pulau Jawa sudah relatif stabil.
"Kita garap produksi di luar Jawa agar mampu mandiri cabai. Jadi, wilayah Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan nantinya tidak perlu lagi tergantung pada pasokan dari Jawa. Selain penyeimbang kawasan cabai antara Jawa dan Luar Jawa, tantangan kita adalah bagaimana budidaya cabai dilakukan secara efisien dan ramah lingkungan," ucap Ismail kepada SINDOnews di Jakarta, Minggu (14/4/2019).
Ismail menuturkan bahwa agribisnis cabai saat ini tidak lagi sekedar tanam lalu jual. Cabai juga membutuhkan standar kualitas produk, apalagi untuk wilayah pengembangan baru.
"Makanya kita gencarkan bimbingan teknis langsung ke wilayah sentra produksi. Tujuannya mengajak petani dan petugas memperbaiki tatacara produksinya menjadi lebih efisien dan berdaya saing," tegasnya.
Plh. Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara, Baharuddin, usai kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Kawasan Cabai di Karo, menyebut wilayahnya saat ini sudah mampu swasembada cabai bahkan surplus.
"Jumlah penduduk Sumatra Utara pada 2017 mencapai 14,3 juta jiwa. Dalam setahun dibutuhkan pasokan cabai besar sebanyak 49.953 ton dan cabai rawit 42.045 ton. Sedangkan produksi cabai besar Sumatra Utara sudah mencapai 159.131 ton dan cabai rawit 31.727 ton. Jadi kami sudah surplus produksi 98.860 ton," beber Baharuddin.
Meski secara agregat setahun telah surplus, Baharuddin mencatat masih ada tantangan produksi cabai yang belum merata sepanjang tahun dan usaha budidayanya sebagian masih bersifat tradisional atau turun temurun.
"Untuk itu diperlukan intensifikasi lahan dengan penerapan teknologi budidaya tepat guna, pengaturan pola tanam agar pasokan dan produksi tersedia sepanjang tahun. Kami sepakat bahwa analisa produksi menjadi dasar yang penting dalam pengembangan kawasan cabai di Sumatra Utara," katanya antusias.
Salah satu peserta acara asal Karo, Licinius Tarigan menyatakan tekadnya menjadikan Karo sebagai penyuplai cabai khususnya cabai keriting terbesar di Pulau Sumatra bahkan luar negeri.
Petani Karo saat ini, kata Licinius, telah mampu memproduksi cabai keriting varietas temper ungu dan temper hijau yang produktivitasnya tinggi. Budidayanya sudah dikelola secara efisien, aman dikonsumsi dan ramah lingkungan.
"Kami sangat berterima kasih kepada Direktorat Jenderal Hortikultura yang sudah membantu kami melalui bimbingan teknis dan alokasi kegiatan pengembangan kawasan. Berkat dukungan pemerintah, kami bisa berkembang dan makin mandiri," ucap Tarigan semangat.
(ven)