Di Tengah Gejolak Ekonomi, Kontribusi BUMN Meningkat 9,8% per Tahun

Kamis, 18 April 2019 - 20:16 WIB
Di Tengah Gejolak Ekonomi,...
Di Tengah Gejolak Ekonomi, Kontribusi BUMN Meningkat 9,8% per Tahun
A A A
JAKARTA - Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara keseluruhan dinilai positif. Salah satu indikator ditunjukkan melalui kontribusi BUMN terhadap APBN.

Dalam empat tahun terakhir, sumbangan BUMN terhadap pendapatan negara meningkat, dari Rp303 triliun menjadi Rp422 triliun. Hal ini meningkat rata-rata sebesar 9,8% per tahun.

Pandangan ini disampaikan Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir dan Ekonom Senior Core Indonesia, Hendri Saparini.

"Perlu digarisbawahi, semua itu berlangsung di tengah-tengah terjadinya gejolak moneter dan harga komoditas dalam tiga tahun terakhir. Kinerja keuangan BUMN yang sangat menggembirakan ini secara jelas mengungkapkan BUMN tidak hanya sehat secara keuangan, juga tangguh dalam menghadapi gejolak perekonomian yang menerpa Indonesia," ujar Revrisond dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (18/4/2019).

Menurutnya, sejumlah BUMN masih mengalami kerugian, namun nilai kerugiannya menurun drastis dalam empat tahun terakhir. Pada akhir 2014, BUMN yang merugi berjumlah 24 perusahaan. Nilai kerugiannya mencapai Rp10,2 triliun.

Namun pada akhir 2017, jumlah BUMN merugi telah berhasil dikurangi menjadi 12 BUMN. Sedangkan nilai kerugiannya berhasil ditekan menjadi Rp5,2 triliun.

"Jumlah BUMN yang mengalami kerugian pada akhir 2018 diperkirakan lebih rendah daripada akhir 2017. Penurunan drastis jumlah BUMN merugi serta penurunan nilai kerugiannya, secara jelas mengungkapkan keberhasilan penyelenggaraan BUMN dalam empat tahun terakhir," ungkapnya menjawab tudingan salah kelola BUMN dalam debat capres beberapa waktu lalu.

Revrisond mencontohkan permasalahan yang dihadapi Pertamina, Garuda dan PLN, sama sekali bukan masalah baru, karena merupakan warisan masa lalu. Pemerintahan Jokowi, kata dia, telah melakukan berbagai upaya untuk mencoba menanggulangi permasalahan yang dihadapi oleh ketiga BUMN itu.

"Untuk Pertamina, upaya serius yang dilakukan pemerintah antara lain tampak pada dipercayakannya pengelolaan Blok Mahakam dan Blok Rokan kepada Pertamina. Demikian halnya dengan PLN. Rumor mengenai kesulitan likuiditas yang tengah dialamai PLN ternyata sama sekali tidak terbukti. Bahkan, dalam empat tahun terakhir, PLN berhasil meningkatkan rasio elektrifikasi nasional dari 86,2% menjadi 97,2%," ujarnya.

Sementara, Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini, menekankan perbedaan persepsi dalam menilai performa BUMN dengan performa perusahaan swasta, karena tugas BUMN jauh lebih berat.

"BUMN sebagai entitas bisnis harus menjaga performanya, baik dari sisi keuangan, pengelolaan, transformasi dengan lingkungan yang baru, dan lainnya. Semua itu harus dilakukan untuk menjaga performa mereka (BUMN) secara finansial maupun secara bisnis," kata Hendri.

Menurutnya, BUMN juga punya beban atau tugas sebagai agent of development, itu juga harus dilihat sebagai bagian dari performa. Misalnya meningkatkan efisiensi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki public services. Keduanya harus dilakukan dan terkadang menjadi pilihan yang sulit.

"Misalnya, kenapa kita harus ada BBM satu harga? Menurut saya, ini adalah pilihan politik untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lewat daya beli yang lebih baik dengan memberikan BBM satu harga. Ini berarti merugikan BUMN, tentu, karena ada sebagian yang harus dibagi kepada mereka. Tapi sebagai sebuah bangsa, kita tidak hanya melihat satu sisi saja,” ujar Hendri.

Hendri menambahkan secara langsung mungkin kemudian sumbangan pajak, deviden kepada pemerintah itu turun. Tapi kalau dilihat secara makro, ini ada sumber pertumbuhan ekonomi baru, akan ada kekuatan ekonomi di kelompok bawah yang akan membesar dan nantinya mampu membesarkan ekonomi Indonesia baik dalam pajak maupun pertumbuhan ekonomi.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0561 seconds (0.1#10.140)