JKN Lindungi Risiko Keuangan untuk Hampir 80% Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Bappenas mencatat hampir 80% masyarakat Indonesia telah tercatat ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program ini strategis untuk perlindungan dari risiko finansial karena meringankan biaya kesehatan khususnya yang bagi yang kurang mampu.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan hingga Maret 2019, sebanyak 78% atau 218 juta orang telah mengikuti JKN. Hampir setengah dari jumlah itu adalah penduduk miskin dan hampir miskin.
"Mereka adalah 40% dari masyarakat berpenghasilan rendah yang preminya dibayar pemerintah. Pemerintah terus membiayai akses kesehatan universal atau Universal Health Coverage," ujar Bambang dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Dia mengatakan pemerintah Indonesia terus mendorong akses kesehatan universal atau UHC dalam kebijakan pembangunan kesehatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tujuan pembangunan kesehatan tidak hanya untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi penduduk, namun juga untuk meningkatkan pemerataan layanan kesehatan dan perlindungan finansial.
Dalam hal perlindungan finansial, kemajuan Indonesia terlihat cukup signifikan, setidaknya 3,61% populasi masih menghadapi situasi pembayaran fasilitas kesehatan dengan prinsip out-of-pockets atau mengeluarkan biaya tambahan tunai. Angka tersebut masih di bawah rata-rata negara-negara lain, yakni 9,2%. Ini menunjukkan Indonesia masih lebih baik dalam menjamin perlindungan finansial masyarakatnya.
"Meskipun perlindungan finansial sudah untuk sebagian besar penduduk, tapi tetap perlu meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan untuk mencapai UHC," ujarnya.
UHC adalah komitmen pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan kesehatan masyarakatnya yang memiliki dampak langsung terhadap kualitas SDM negara tersebut. Dengan akses layanan kesehatan yang berkualitas, masyarakat dapat menjadi lebih produktif dan anak-anak menjadi sehat dan berprestasi di sekolah. Dengan perlindungan dari risiko finansial, masyarakat dicegah masuk ke dalam lingkaran kemiskinan yang lebih dalam karena harus membayar biaya kesehatan yang sangat besar.
"UHC adalah komponen penting dari pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan, dan menjadi elemen kunci dalam mengurangi kesenjangan sosial," jelas Bambang.
Dalam Global Monitoring Report on Tracking Universal Health Coverage 2017, WHO dan World Bank menggunakan dua indikator untuk memantau kemajuan negara menuju UHC. Selain perlindungan finansial, indikator lainnya adalah indeks cakupan layanan yang menunjukkan tingkat cakupan layanan esensial, seperti kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit, serta kapasitas dan akses layanan.
Pada 2015, tingkat cakupan layanan sangat bervariasi di seluruh negara, mulai 22 (terendah) dan 86 (tertinggi). Indonesia berada di tengah dengan indeks 49. Dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, cakupan layanan esensial di Indonesia masih rendah, menunjukkan bahwa ada segmen populasi yang tidak memiliki cakupan penuh dengan layanan kesehatan esensial.
Demi mencapai UHC, Indonesia harus berinvestasi dalam layanan kesehatan publik, termasuk layanan kesehatan ibu, bayi, dan anak serta tindakan dan perawatan promotif dan preventif penyakit tidak menular. Kedua, memperkuat aspek sisi suplai SDM, farmasi dan peralatan kesehatan, infrastruktur, dan sistem informasi kesehatan. Ketiga, meningkatkan pembiayaan kesehatan melalui perluasan keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan efisiensi, serta mengeksplorasi sumber pendanaan baru. Keempat, memperkuat tata kelola dan pendekatan multisektor.
"Untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, pemerintah Indonesia memperkenalkan JKN pada 2014. Dengan prinsip no one left behind, setiap orang diharuskan memiliki asuransi kesehatan," jelasnya.
Untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, pemerintah melanjutkan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan jumlah fasilitas kesehatan terakreditasi dan tenaga kesehatan di seluruh wilayah. Pemerintah Indonesia memperluas cakupan Premium Assistance Beneficiaries (PBI) untuk 40% keluarga berpenghasilan rendah.
Pemerintah Indonesia juga mendukung pemerintah daerah melalui kebijakan transfer fiskal sehingga daerah dapat meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan kesehatan berkualitas. Selain itu, penerapan standar layanan minimum diperlukan untuk memastikan setiap kabupaten menyediakan akses ke layanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan hingga Maret 2019, sebanyak 78% atau 218 juta orang telah mengikuti JKN. Hampir setengah dari jumlah itu adalah penduduk miskin dan hampir miskin.
"Mereka adalah 40% dari masyarakat berpenghasilan rendah yang preminya dibayar pemerintah. Pemerintah terus membiayai akses kesehatan universal atau Universal Health Coverage," ujar Bambang dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Dia mengatakan pemerintah Indonesia terus mendorong akses kesehatan universal atau UHC dalam kebijakan pembangunan kesehatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tujuan pembangunan kesehatan tidak hanya untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi penduduk, namun juga untuk meningkatkan pemerataan layanan kesehatan dan perlindungan finansial.
Dalam hal perlindungan finansial, kemajuan Indonesia terlihat cukup signifikan, setidaknya 3,61% populasi masih menghadapi situasi pembayaran fasilitas kesehatan dengan prinsip out-of-pockets atau mengeluarkan biaya tambahan tunai. Angka tersebut masih di bawah rata-rata negara-negara lain, yakni 9,2%. Ini menunjukkan Indonesia masih lebih baik dalam menjamin perlindungan finansial masyarakatnya.
"Meskipun perlindungan finansial sudah untuk sebagian besar penduduk, tapi tetap perlu meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan untuk mencapai UHC," ujarnya.
UHC adalah komitmen pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan kesehatan masyarakatnya yang memiliki dampak langsung terhadap kualitas SDM negara tersebut. Dengan akses layanan kesehatan yang berkualitas, masyarakat dapat menjadi lebih produktif dan anak-anak menjadi sehat dan berprestasi di sekolah. Dengan perlindungan dari risiko finansial, masyarakat dicegah masuk ke dalam lingkaran kemiskinan yang lebih dalam karena harus membayar biaya kesehatan yang sangat besar.
"UHC adalah komponen penting dari pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan, dan menjadi elemen kunci dalam mengurangi kesenjangan sosial," jelas Bambang.
Dalam Global Monitoring Report on Tracking Universal Health Coverage 2017, WHO dan World Bank menggunakan dua indikator untuk memantau kemajuan negara menuju UHC. Selain perlindungan finansial, indikator lainnya adalah indeks cakupan layanan yang menunjukkan tingkat cakupan layanan esensial, seperti kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit, serta kapasitas dan akses layanan.
Pada 2015, tingkat cakupan layanan sangat bervariasi di seluruh negara, mulai 22 (terendah) dan 86 (tertinggi). Indonesia berada di tengah dengan indeks 49. Dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, cakupan layanan esensial di Indonesia masih rendah, menunjukkan bahwa ada segmen populasi yang tidak memiliki cakupan penuh dengan layanan kesehatan esensial.
Demi mencapai UHC, Indonesia harus berinvestasi dalam layanan kesehatan publik, termasuk layanan kesehatan ibu, bayi, dan anak serta tindakan dan perawatan promotif dan preventif penyakit tidak menular. Kedua, memperkuat aspek sisi suplai SDM, farmasi dan peralatan kesehatan, infrastruktur, dan sistem informasi kesehatan. Ketiga, meningkatkan pembiayaan kesehatan melalui perluasan keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan efisiensi, serta mengeksplorasi sumber pendanaan baru. Keempat, memperkuat tata kelola dan pendekatan multisektor.
"Untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, pemerintah Indonesia memperkenalkan JKN pada 2014. Dengan prinsip no one left behind, setiap orang diharuskan memiliki asuransi kesehatan," jelasnya.
Untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, pemerintah melanjutkan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan jumlah fasilitas kesehatan terakreditasi dan tenaga kesehatan di seluruh wilayah. Pemerintah Indonesia memperluas cakupan Premium Assistance Beneficiaries (PBI) untuk 40% keluarga berpenghasilan rendah.
Pemerintah Indonesia juga mendukung pemerintah daerah melalui kebijakan transfer fiskal sehingga daerah dapat meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan kesehatan berkualitas. Selain itu, penerapan standar layanan minimum diperlukan untuk memastikan setiap kabupaten menyediakan akses ke layanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat.
(fjo)