Amran Lepas Ekspor Lada Asal Belitung ke Belasan Negara
A
A
A
BELITUNG - Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, melepas ekspor komoditas lada biji asal Belitung sebanyak 30 ton ke mancanegara. Pelepasan ekspor ini langsung dilakukan di lahan lada yang berada di Desa Air Seruk, Kecamatan Sijuk, Belitung, Sabtu (4/5/2019).
Hadir Wakil Gubernur Bangka Belitung, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro, Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil, Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagiyono, Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi, Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry, eksportir dan para petani lada.
Amran menyebutkan tujuan ekspor lada ini, selain mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dan pendapatan petani, juga meningkatkan minat generasi milenial untuk terjun ke sektor pertanian. Hal ini untuk mensukseskan program Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengembalikan kejayaan rempah di kancah dunia.
"Pemerintah mendorong agar petani terutama generasi milenial giat menanam, salah satunya komoditas lada. Kita ingin Belitung ini kota lada, Bangka Belitung Provinsi lada, sehingga langsung bisa di ekspor ke India dan Eropa. Sehingga harga lada terjamin, pendapatan petani naik dan pendapatan pengusaha juga naik," kata Amran.
Amran membeberkan dalam mendorong generasi milenial terjun ke sektor pertanian, berbagai upaya telah disiapkan pemerintah. Pertama, atas arahan Presiden Jokowi dua tahun yang lalu, untuk menyediakan bibit unggul lada dan semua komoditas bagi petani.
Karena itu, lanjut Amran, Kementan telah mengalokasikan anggarkan untuk bibit senilai Rp5,5 triliun dalam dua tahun berturut-turut. Khusus Provinsi Bangka Belitung, telah dialokasikan bibit unggul lada dengan rehabilitasinya sebanyak 5 ribu hektar.
"Bedanya, produktivitas bibit biasa hanya 0,7 ton per hektar per tahun, tapi kalau bibit unggul produktivitasnya 2,5 ton per hektar per tahun, bahkan bisa mencapai 3 ton per hektar per tahun," bebernya.
Dengan program ini, Amran optimis dapat mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Pasalnya, akar permasalahannya ada pada bibit, teknologi dan membangun semangat petani. Apalagi keunggulan kompratif pertanian Indonesia masih luar biasa, sehingga produktivitas dan kualitas suatu komoditas dapat ditingkatkan dan mampu bersaing di pasar dunia.
"Kita sudah buktikan empat tahun terakhir, dulu ekspor kita 33 juta ton, tapi di tahun 2018 meningkat menjadi 42 juta ton. Artinya naik hampir 10 juta ton. Apa yang kita lakukan sekarang ini sudah membuahkan hasil di pemerintahan Jokowi-JK. Sekarang kita sudah panen," ujarnya.
Kedua, sebut Amran, selain program bantuan bibit unggul, Kementan memberikan anggaran berdasarkan sentra produksi, sehingga tidak memberikan kepada daerah yang tidak cocok dengan lada, sehingga anggaran tidak diecer. Adapun sentra produksi lada Indonesia yakni Bangka Belitung, Luwu raya, Bengkulu, Sumatra Selatan dan Lampung.
"Ini adalah sentra lada kita. Kita harus kembangkan berdasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Kompetitif itu melakukan prosesing, agar bisa memasuki pasar internasional. Karena nilai tambah yang paling besar ada diprosesing. Jadi cara berpikir kita ke depan seperti itu," tegasnya.
Menjamin Harga Lada Petani
Mentan Amran mengatakan untuk memberikan harga jual lada yang baik di tingkat petani, upaya yang dilakukan yakni memotong rantai pasok. Negara tujuan ekspor selama ini ke Vietnam, harus dipotong menjadi ekspor langsung ke India dan Eropa. Pasalnya, Vietnam selama ini mengolah kembali lada dari Indonesia untuk diekspor ke negara-negara Eropa dan India. Kedepan pengolahan langsung harus juga dilakukan di Indonesia.
"Kita sudah melakukan nego dengan India. Sekarang sudah bisa masuk ke India. Tadi ke Amerika kemudian Jepang dan Eropa, ini upaya kita semua. Contoh, dulu manggis itu kan transit ke Malaysia dan Singapura. Sayang kan petani kita. Tapi sekarang sudah bisa langsung ke negara China," katanya.
Oleh karena itu, Amran telah perintahkan Badan Karantina Pertanian agar mendorong semua produk ekspor Indonesia langsung sampai ke negara tujuan atau tidak transit di negara lain.
"Itulah mimpi kita. Kita memproduksi dengan kualitas tinggi dan produktivitas tinggi. Kemudian kita melakukan hilirisasinya, nilai tambahnya kita dapat di mana-mana, kemudian kita mengekspor langsung ke negara tujuan," tandas Amran.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil menjelaskan dari sistem otomasi perkarantinaan yakni IQFAST, tercatat lalu lintas eksportasi selain karet dan olahan sawit, lada asal Babel telah diterima di 14 negara. Antara lain Oman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan lainnya.
"Di tahun 2018 sebanyak 163 frekuensi Surat Kesehatan Tumbuhan atau Phyosanitary Certificate yang telah diterbitkan di Pangkalpinang. Surat ini sebagai persyaratan negara mitra dagang dan telah menyertai ekspor 2.601 ton lada dengan nilai ekonomi Rp156 miliar ke 14 negara tujuan," katanya.
Sementara di periode Januari sampai dengan April 2019, telah tercatat 68 kali eksportasi dengan total 638 ton senilai Rp38,2 miliar. Trennya meningkat, sehingga harapannya produksi ke depan lebih meningkat. "Dengan begitu, kejayaan rempah khususnya lada dapat kita raih lagi dari Bangka Belitung," tukas Ali Jamil.
Wakil Gubernur Bangka Belitung, Abdul Fatah apresiasinya atas kinerja Kementan melalui Karantina Pertanian Pangkalpinang yang telah mengawal komoditas unggulan daerahnya ke manca negara. Ia berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementan memberi perhatian khusus bagi subsektor perkebunan di daerahnya, sehingga kejayaan komoditas pertanian asal Bangka Belitung bisa dikembalikan.
"Produktivitas lada di Bangka Belitung 2,5 ton per hektar. Produksi 2017 sebesar 34 ribu ton 2018 sebesar 36 ribu ton dan 2019 ditargetkan 43 ribu ton. Kedepan dengan proram Kementan, kami berharap produktivitas dan kualitas bisa naik," pungkasnya.
Hadir Wakil Gubernur Bangka Belitung, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro, Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil, Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagiyono, Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi, Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry, eksportir dan para petani lada.
Amran menyebutkan tujuan ekspor lada ini, selain mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dan pendapatan petani, juga meningkatkan minat generasi milenial untuk terjun ke sektor pertanian. Hal ini untuk mensukseskan program Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengembalikan kejayaan rempah di kancah dunia.
"Pemerintah mendorong agar petani terutama generasi milenial giat menanam, salah satunya komoditas lada. Kita ingin Belitung ini kota lada, Bangka Belitung Provinsi lada, sehingga langsung bisa di ekspor ke India dan Eropa. Sehingga harga lada terjamin, pendapatan petani naik dan pendapatan pengusaha juga naik," kata Amran.
Amran membeberkan dalam mendorong generasi milenial terjun ke sektor pertanian, berbagai upaya telah disiapkan pemerintah. Pertama, atas arahan Presiden Jokowi dua tahun yang lalu, untuk menyediakan bibit unggul lada dan semua komoditas bagi petani.
Karena itu, lanjut Amran, Kementan telah mengalokasikan anggarkan untuk bibit senilai Rp5,5 triliun dalam dua tahun berturut-turut. Khusus Provinsi Bangka Belitung, telah dialokasikan bibit unggul lada dengan rehabilitasinya sebanyak 5 ribu hektar.
"Bedanya, produktivitas bibit biasa hanya 0,7 ton per hektar per tahun, tapi kalau bibit unggul produktivitasnya 2,5 ton per hektar per tahun, bahkan bisa mencapai 3 ton per hektar per tahun," bebernya.
Dengan program ini, Amran optimis dapat mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Pasalnya, akar permasalahannya ada pada bibit, teknologi dan membangun semangat petani. Apalagi keunggulan kompratif pertanian Indonesia masih luar biasa, sehingga produktivitas dan kualitas suatu komoditas dapat ditingkatkan dan mampu bersaing di pasar dunia.
"Kita sudah buktikan empat tahun terakhir, dulu ekspor kita 33 juta ton, tapi di tahun 2018 meningkat menjadi 42 juta ton. Artinya naik hampir 10 juta ton. Apa yang kita lakukan sekarang ini sudah membuahkan hasil di pemerintahan Jokowi-JK. Sekarang kita sudah panen," ujarnya.
Kedua, sebut Amran, selain program bantuan bibit unggul, Kementan memberikan anggaran berdasarkan sentra produksi, sehingga tidak memberikan kepada daerah yang tidak cocok dengan lada, sehingga anggaran tidak diecer. Adapun sentra produksi lada Indonesia yakni Bangka Belitung, Luwu raya, Bengkulu, Sumatra Selatan dan Lampung.
"Ini adalah sentra lada kita. Kita harus kembangkan berdasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Kompetitif itu melakukan prosesing, agar bisa memasuki pasar internasional. Karena nilai tambah yang paling besar ada diprosesing. Jadi cara berpikir kita ke depan seperti itu," tegasnya.
Menjamin Harga Lada Petani
Mentan Amran mengatakan untuk memberikan harga jual lada yang baik di tingkat petani, upaya yang dilakukan yakni memotong rantai pasok. Negara tujuan ekspor selama ini ke Vietnam, harus dipotong menjadi ekspor langsung ke India dan Eropa. Pasalnya, Vietnam selama ini mengolah kembali lada dari Indonesia untuk diekspor ke negara-negara Eropa dan India. Kedepan pengolahan langsung harus juga dilakukan di Indonesia.
"Kita sudah melakukan nego dengan India. Sekarang sudah bisa masuk ke India. Tadi ke Amerika kemudian Jepang dan Eropa, ini upaya kita semua. Contoh, dulu manggis itu kan transit ke Malaysia dan Singapura. Sayang kan petani kita. Tapi sekarang sudah bisa langsung ke negara China," katanya.
Oleh karena itu, Amran telah perintahkan Badan Karantina Pertanian agar mendorong semua produk ekspor Indonesia langsung sampai ke negara tujuan atau tidak transit di negara lain.
"Itulah mimpi kita. Kita memproduksi dengan kualitas tinggi dan produktivitas tinggi. Kemudian kita melakukan hilirisasinya, nilai tambahnya kita dapat di mana-mana, kemudian kita mengekspor langsung ke negara tujuan," tandas Amran.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil menjelaskan dari sistem otomasi perkarantinaan yakni IQFAST, tercatat lalu lintas eksportasi selain karet dan olahan sawit, lada asal Babel telah diterima di 14 negara. Antara lain Oman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan lainnya.
"Di tahun 2018 sebanyak 163 frekuensi Surat Kesehatan Tumbuhan atau Phyosanitary Certificate yang telah diterbitkan di Pangkalpinang. Surat ini sebagai persyaratan negara mitra dagang dan telah menyertai ekspor 2.601 ton lada dengan nilai ekonomi Rp156 miliar ke 14 negara tujuan," katanya.
Sementara di periode Januari sampai dengan April 2019, telah tercatat 68 kali eksportasi dengan total 638 ton senilai Rp38,2 miliar. Trennya meningkat, sehingga harapannya produksi ke depan lebih meningkat. "Dengan begitu, kejayaan rempah khususnya lada dapat kita raih lagi dari Bangka Belitung," tukas Ali Jamil.
Wakil Gubernur Bangka Belitung, Abdul Fatah apresiasinya atas kinerja Kementan melalui Karantina Pertanian Pangkalpinang yang telah mengawal komoditas unggulan daerahnya ke manca negara. Ia berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementan memberi perhatian khusus bagi subsektor perkebunan di daerahnya, sehingga kejayaan komoditas pertanian asal Bangka Belitung bisa dikembalikan.
"Produktivitas lada di Bangka Belitung 2,5 ton per hektar. Produksi 2017 sebesar 34 ribu ton 2018 sebesar 36 ribu ton dan 2019 ditargetkan 43 ribu ton. Kedepan dengan proram Kementan, kami berharap produktivitas dan kualitas bisa naik," pungkasnya.
(ven)