Kunjungi Kebun Sawit Indonesia, Perwakilan UE Apresiasi ISPO
A
A
A
JAKARTA - Sembilan negara anggota Uni Eropa (UE) yakni Belgia, Spanyol, Filandia, Irlandia, Swedia, Hongaria, Belanda dan Inggris serta Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) berkunjung ke perkebunan sawit anggota Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) di provinsi Riau pada 8-9 Mei 2018.
Kunjungan ini merupakan kegiatan yang diinisiasi Ditjen Amerika dan Eropa (Amerop) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk memberikan pemahaman dan bukti nyata penerapan ISPO sebagai komitmen Indonesia menerapkan skema keberlanjutan.
"Dalam kunjungan itu, para perwakilan UE aktif berdialog dengan para pemangku kepentingan sawit mulai dari pemerintah, dunia usaha dan petani. Dalam dialog dengan para petani, mereka mulai memahami bahwa ISPO merupakan bagian penting dari komitmen Indonesia yang mampu meningkatkan produksi TBS hingga 50%, memperbaiki kualitas serta mendorong kenaikan harga jual. Mereka sangat mengapresiasi hal tersebut," kata Kepala Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Menurut dia, UE juga memuji para petani anggota ISPO yang punya pengetahuan teknis yang baik terkait pengelolaan sawit yang produktif dan berkelanjutan. "Bahkan mereka mendorong agar petani lebih banyak dilibatkan dalam skema ISPO. Hal ini karena perkebunan sawit di Indonesia merupakan bagian penting dari ekonomi kerakyatan dengan lebih dari 40% kebun petani didalamnya," kata Aziz.
Aziz mengatakan, dari kunjungan tersebut, UE semakin memahami bahwa pemerintah punya transparansi dan komitmen kuat dan dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan. Bahkan, kata Aziz, UE baru mengetahui bahwa ISPO tidak sekedar mengadopsi prinsip-prinsip internasional, namun juga punya standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyarakatkan lembaga sertifikasi internasional.
"ISPO tidak hanya mempersyaratkan no deforestation, no peat, dan no exploitation, ada kriteria tambahan seperti tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta memikirkan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Semuanya ada tujuh prinsip yang harus diikuti sebelum diterima sebagai anggota ISPO," kata Aziz.
Pemerintah juga memberi pemahaman bahwa produksi minyak sawit dengan skema ISPO punya peran besar untuk mengurangi deforestasi dan memperbaiki kondisi lingkungan. "ISPO punya aturan tegas yakni mengharamkan penanawan sawit di kawasan hutan primer dan Taman nasional. Kami hanya mensertifikasi perkebunan sawit di area yang clear and clear dan legal seperti Area Peruntukkan lain (APL)," jelas Aziz.
Aziz memastikan, semua sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada standar internasional dan penilaian kesesuaian Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini, ada 15 lembaga sertifikasi ISPO, dan sebanyak tujuh di antaranya berasal dari luar negeri yaitu Jerman, Inggris, Italia, Perancis, Swiss, dan Austalia, yang diperkuat 1.559 auditor ISPO.Sertifikasi ISPO didukung delapan lembaga konsultan dan tiga lembaga pelatihan ISPO untuk memastikan sertifikasi bersifat independen.
Bahkan, saat ini sudah mulai ada beberapa inisiatif dari pemerintah untuk mendorong penguatan ISPO. Salah satu lembaga keuangan misalnya, mempertimbangkan ISPO sebagai acuan dalam menyusun pedoman pembiayaan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Ketua Bidang Fiskal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bambang Aria Wisena mengharapkan ISPO menjadi platform utama bagi keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Sebagai sertifikat wajib, ISPO dengan kendali regulasi yang ketat sangat membantu industri sawit meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan, bertanggung jawab, dan legal. Penguatan ISPO juga menjadi bagian penting untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia sekaligus penghasil komoditas penghasil devisa tertinggi di Indonesia.
Kunjungan ini merupakan kegiatan yang diinisiasi Ditjen Amerika dan Eropa (Amerop) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk memberikan pemahaman dan bukti nyata penerapan ISPO sebagai komitmen Indonesia menerapkan skema keberlanjutan.
"Dalam kunjungan itu, para perwakilan UE aktif berdialog dengan para pemangku kepentingan sawit mulai dari pemerintah, dunia usaha dan petani. Dalam dialog dengan para petani, mereka mulai memahami bahwa ISPO merupakan bagian penting dari komitmen Indonesia yang mampu meningkatkan produksi TBS hingga 50%, memperbaiki kualitas serta mendorong kenaikan harga jual. Mereka sangat mengapresiasi hal tersebut," kata Kepala Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Menurut dia, UE juga memuji para petani anggota ISPO yang punya pengetahuan teknis yang baik terkait pengelolaan sawit yang produktif dan berkelanjutan. "Bahkan mereka mendorong agar petani lebih banyak dilibatkan dalam skema ISPO. Hal ini karena perkebunan sawit di Indonesia merupakan bagian penting dari ekonomi kerakyatan dengan lebih dari 40% kebun petani didalamnya," kata Aziz.
Aziz mengatakan, dari kunjungan tersebut, UE semakin memahami bahwa pemerintah punya transparansi dan komitmen kuat dan dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan. Bahkan, kata Aziz, UE baru mengetahui bahwa ISPO tidak sekedar mengadopsi prinsip-prinsip internasional, namun juga punya standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyarakatkan lembaga sertifikasi internasional.
"ISPO tidak hanya mempersyaratkan no deforestation, no peat, dan no exploitation, ada kriteria tambahan seperti tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta memikirkan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Semuanya ada tujuh prinsip yang harus diikuti sebelum diterima sebagai anggota ISPO," kata Aziz.
Pemerintah juga memberi pemahaman bahwa produksi minyak sawit dengan skema ISPO punya peran besar untuk mengurangi deforestasi dan memperbaiki kondisi lingkungan. "ISPO punya aturan tegas yakni mengharamkan penanawan sawit di kawasan hutan primer dan Taman nasional. Kami hanya mensertifikasi perkebunan sawit di area yang clear and clear dan legal seperti Area Peruntukkan lain (APL)," jelas Aziz.
Aziz memastikan, semua sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada standar internasional dan penilaian kesesuaian Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini, ada 15 lembaga sertifikasi ISPO, dan sebanyak tujuh di antaranya berasal dari luar negeri yaitu Jerman, Inggris, Italia, Perancis, Swiss, dan Austalia, yang diperkuat 1.559 auditor ISPO.Sertifikasi ISPO didukung delapan lembaga konsultan dan tiga lembaga pelatihan ISPO untuk memastikan sertifikasi bersifat independen.
Bahkan, saat ini sudah mulai ada beberapa inisiatif dari pemerintah untuk mendorong penguatan ISPO. Salah satu lembaga keuangan misalnya, mempertimbangkan ISPO sebagai acuan dalam menyusun pedoman pembiayaan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Ketua Bidang Fiskal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bambang Aria Wisena mengharapkan ISPO menjadi platform utama bagi keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Sebagai sertifikat wajib, ISPO dengan kendali regulasi yang ketat sangat membantu industri sawit meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan, bertanggung jawab, dan legal. Penguatan ISPO juga menjadi bagian penting untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia sekaligus penghasil komoditas penghasil devisa tertinggi di Indonesia.
(fjo)