Rupiah Hingga Sesi Penutupan Masih Loyo, Yuan Bangkit
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir perdagangan, Selasa (14/5/2019) masih loyo untuk berkutat di kisaran level Rp14.433/USD. Kemerosotan kurs rupiah yang tidak kunjung berhenti mengiringi pemulihan Yuan China usai sempat menyentuh level terburuk sepanjang tahun 2019.
Data Yahoo Finance menunjukkan rupiah terus ambruk hingga Rp14.433/USD atau memburuk dari sebelumnya Rp14.420/USD. Pergerakan harian rupiah hari kedua pekan ini berada pada kisaran Rp14.359 hingga Rp14.455/USD.
Posisi rupiah melihat data Bloomberg, pada perdagangan spot exchange juga merosot tajam ke level Rp14.434/USD dibandingkan sesi penutupan Senin kemarin, pada posisi Rp14.423/USD. Rupiah hari ini bergerak di antara Rp14.425-Rp14.460/USD.
Berdasarkan data SINDOnews bersumber dari Limas, rupiah anjlok menjadi Rp14.455/USD atau semakin tak berdaya dari sebelumnya di level Rp14.425/USD. Sentimen eksternal diyakini menggerus rupiah untuk semakin terkapar.
Menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah tertahan pada zona merah di posisi Rp14.444/USD untuk menjadi sinyal keterpurukan mata uang Garuda. Posisi ini memperlihatkan rupiah loyo usai sebelumnya berada pada level Rp14.362/USD.
Di sisi lain seperti dilansir Reuters hari ini, Yuan China dan dolar Australia memperoleh kembali dorongan pada perdagangan, Selasa setelah komentar optimis dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan, pembicaraan perdagangan dengan Beijing masih bisa membuat kemajuan.
Mata uang China seperti diketahui telah merosot ke level terendah 2019 menjadi 6,92 pada hari Senin, kemarin sebagai imbas dari tanggapan terhadap langkah Washington, dimana Beijing ikut menaikkan tarif beberapa produk dari Negeri Paman Sam -julukan AS-.
Tetapi pada hari ini, Yuan berhasil bangkit dari penurunan enam hari beruntun lewat kenaikan 0,25% karena sentimen yang lebih luas saat Trump mengatakan ia berharap negosiasi perdagangan China-AS akan berhasil.
Sementara Dolar Australia berhasil menguat sepersepuluh persen menjadi 0,6952 sat melawan USD, usai sempat menyentuh level terendah sejak awal Januari di awal sesi. Aussie sering dipandang sebagai proksi untuk pertumbuhan China karena ekonomi yang bergantung pada ekspor Australia dan China menjadi tujuan utama untuk komoditasnya.
Data Yahoo Finance menunjukkan rupiah terus ambruk hingga Rp14.433/USD atau memburuk dari sebelumnya Rp14.420/USD. Pergerakan harian rupiah hari kedua pekan ini berada pada kisaran Rp14.359 hingga Rp14.455/USD.
Posisi rupiah melihat data Bloomberg, pada perdagangan spot exchange juga merosot tajam ke level Rp14.434/USD dibandingkan sesi penutupan Senin kemarin, pada posisi Rp14.423/USD. Rupiah hari ini bergerak di antara Rp14.425-Rp14.460/USD.
Berdasarkan data SINDOnews bersumber dari Limas, rupiah anjlok menjadi Rp14.455/USD atau semakin tak berdaya dari sebelumnya di level Rp14.425/USD. Sentimen eksternal diyakini menggerus rupiah untuk semakin terkapar.
Menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah tertahan pada zona merah di posisi Rp14.444/USD untuk menjadi sinyal keterpurukan mata uang Garuda. Posisi ini memperlihatkan rupiah loyo usai sebelumnya berada pada level Rp14.362/USD.
Di sisi lain seperti dilansir Reuters hari ini, Yuan China dan dolar Australia memperoleh kembali dorongan pada perdagangan, Selasa setelah komentar optimis dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan, pembicaraan perdagangan dengan Beijing masih bisa membuat kemajuan.
Mata uang China seperti diketahui telah merosot ke level terendah 2019 menjadi 6,92 pada hari Senin, kemarin sebagai imbas dari tanggapan terhadap langkah Washington, dimana Beijing ikut menaikkan tarif beberapa produk dari Negeri Paman Sam -julukan AS-.
Tetapi pada hari ini, Yuan berhasil bangkit dari penurunan enam hari beruntun lewat kenaikan 0,25% karena sentimen yang lebih luas saat Trump mengatakan ia berharap negosiasi perdagangan China-AS akan berhasil.
Sementara Dolar Australia berhasil menguat sepersepuluh persen menjadi 0,6952 sat melawan USD, usai sempat menyentuh level terendah sejak awal Januari di awal sesi. Aussie sering dipandang sebagai proksi untuk pertumbuhan China karena ekonomi yang bergantung pada ekspor Australia dan China menjadi tujuan utama untuk komoditasnya.
(akr)