Soal Dugaan Kartel Bawang Putih, KPPU Fokus ke Pelaku Usaha

Selasa, 21 Mei 2019 - 15:59 WIB
Soal Dugaan Kartel Bawang...
Soal Dugaan Kartel Bawang Putih, KPPU Fokus ke Pelaku Usaha
A A A
JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memastikan bakal menindaklanjuti dugaan kartel bawang putih yang dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat), pekan lalu. Dalam aduannya, Almisbat terutama mempertanyakan langkah Kementerian Pertanian (Kementan) yang menunda penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sehingga diduga menguntungkan beberapa pihak.

Atas laporan Almisbat ini, Komisioner KPPU Chandra Setiawan membenarkan, KPPU telah menerima laporan dugaan kartel bawang putih itu. KPPU memastikan akan menindaklanjutinya laporan ini. “Laporan sudah diterima. Mereka (Almisbat) melaporkan sekitar hari Jumat 17 Mei 2019 kemarin,” kata Chandra, di Jakarta.

Langkah pertama, KPPU akan memanggil pelapor. Pemanggilan itu untuk meminta klarifikasi terkait laporan yang disampaikan kepada KPPU. “Senin (27/5) kita masih mendengarkan keterangan dari tim yang menerima laporan itu. Perkembangannya sampai mana,” jelasnya.

Bagian penegakan hukum KPPU disebutnya juga akan menganalisa dan mempelajari data terkait aduan tersebut. “Kalau kartel itu kan pelaku usaha, harus jelas. Apakah betul ada nama-nama pelaku usahanya. Karena kalau KPPU objeknya adalah pelaku usaha, bukan pemerintah,” tambahnya.

Terkait dugaan ini, tegas Chandra, KPPU juga akan memeriksa keterlibatan pemerintah dalam dugaan kartel bawang putih tersebut. Akan dicari tahu apakah pemerintah memang memfasilitasi para pelaku usaha itu atau tidak.

“Kita harus cek siapa pelaku usaha yang diberikan fasilitas. Ada perjanjian atau tidak. Kalau kartel itu harus ada perjanjian dua atau lebih pelaku usaha untuk menetapkan harga atau mengendalikan produksi,” tandasnya.

Hal yang sama dilontarkan oleh Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean. Dia pun membenarkan, KPPU menerima laporan tersebut. “Kami akan melakukan klarifikasi terhadap pelapor untuk memeriksa kelengkapan administrasi laporannya dan menilai laporan yang sampaikan merupakan kompetensi absolute KPPU,” tutur Gopprera.

Pertanyakan Kelambanan RIPH

Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Almisbat Syaiful Bahari memastikan, pihaknya siap jika KPPU memang ingin mengklarifikasi laporan dugaan bawang putih ini dengan memanggil mereka sebagai pihak pelapor. Sebab, mereka berharap KPPU mengusut penyebab penundaan penerbitan RIPH oleh Kementan dari bulan Februari hingga April 2019. Diduga ada ‘sesuatu’ dibalik kelambanan pemrosesan RIPH tersebut.

“Sumber masalah ada di RIPH, kenapa ada penundaan dengan RIPH. Ketika RIPH ditunda-tunda kenyataannya masih ada hasil bawang putih tahun 2018 yang ditimbun oleh segelintir importir. Inilah yang kami duga ada persengkongkolan supaya harga yang jatuh di tahun 2018 itu sampai 10 ribu itu, bisa dikerek tinggi-tinggi. Setelah dikerek tinggi-tinggi, baru harga diturunkan dengan harga yang tetap lebih bagus,” ucap Syaiful.

Almisbat memutuskan melaporkan dugaan kartel ini pada KPPU, lantaran mereka telah sudah mengingatkan pemerintah sejak Februari 2019 tentang perlunya penerbitan RPIH dan juga SPI. Masalahnya meski harga bawang putih mulai naik, kata Syaiful, Kementan justru bersikukuh tak menaikkan RIPH.

“Tapi jawaban dari Kementan, hal ini tidak ada masalah. Padahal harga mulai naik. Saat di April 2019, ketika harga sudah sampai Rp80 ribu dan di daerah sudah ada yang mencapai Rp100 ribu barulah RIPH dikeluarkan. Buat kami cuman satu, kejadian ini yang dirugikan konsumen,” sesalnya.

Almisbat berharap, kesemrawutan harga bawang putih bisa segera selesai. “Berulang kali ini terjadi, bahkan dalam satu tahun bisa terjadi 3 kali kenaikan harga. Itu kan ada hubungannya dengan pemberian RIPH. Ketika kemudian harga jatuh, RIPH ditunda-tunda. Ketika sudah harga tinggi, RIPH dikeluarkan, ketika over supply lagi ditahan lagi. Ini yang menurut kami ada semacam permainan,” keluhnya.

Terkait bawang putih, lewat keterangan persnya Kementan mengatakan pihaknya berkewajiban menyediakan pasokan bawang putih ke pasar sesuai dengan permintaan masyarakat. Dalam hal ini, Kementan mengeluarkan RIPH karena selama ini mayoritas kebutuhan dalam negeri masih dipasok dari luar negeri.

Sejalan dengan itu, Kementan telah mengeluarkan peraturan wajib tanam 5% dari izin impor kepada setiap perusahaan importir dengan tujuan untuk percepatan swasembada bawang putih. Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi dalam pemberitaan mengatakan, pihaknya kini mendorong para petani untuk mau menanam bawang putih lagi.

“Caranya melakukan kemitraan antara petani dengan importir. Pada 2018 ada sekitar 40 importir,” ujar Suwandi di Jakarta, Rabu (15/5). Kementan mengklaim bahwa sejak diberlakukannya aturan wajib tanam bawang putih, jumlah luas lahan pertanaman bawang putih meningkat tajam.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0930 seconds (0.1#10.140)