Dalam 4 Tahun, Kementan Bangun Jaringan Irigasi 3,13 Juta Ha
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian mencatat, dalam kurun waktu 2015-2019, pemerintah telah membangun jaringan irigasi yang dapat mengairi lahan sawah seluas 3,13 juta hektar (Ha).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan pengembangan jaringan irigasi tersier ini telah meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) sebesar 0,5. Sehingga berdampak pada peningkatan produksi sebanyak 8,21 juta ton.
"Kami sudah memperhitungkan bahwa jaringan irigasi kita ini hampir 40% sudah rusak selama 50 tahun. Sehingga kami melakukan perbaikan dengan standar-standar yang diikuti sesuai Kementerian PUPR agar jaringan irigasi bisa kuat," kata Sarwo Edhy, Rabu (22/5/2019).
Sarwo Edhy menyebutkan, irigasi telah mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton. Total produksi padi selama lima tahun pada area yang terdampak rehabilitasi irigasi mencapai 24,37 juta ton. Kementan mengimbau agar masyarakat dapat memelihara jaringan irigasi tersier yang sudah dibangun sehingga bisa bertahan hingga 40 tahun ke depan.
Sarwo Edhy menjelaskan, program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) sesuai dengan kebutuhan petani. Rehabilitasi dilakukan pada lahan seluas 3,13 juta hektar, yang sebagian besar dananya disalurkan melalui sistem swakelola petani.
"Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabitasi umumnya akan lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki. Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarakat petani," jelasnya.
Sarwo Edhy menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya. Menurutnya, dengan diserahkannya RJIT kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya akan dilakukan secara gotong royong atau swakelola.
"Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki," tambahnya.
Menurut Sarwo Edhy, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, bisa mengajukan ke Dinas Pertanian kabupaten atau kota masing-masing.
"Nanti dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang ujung-ujungnya bisa mensejahterakan petani," ujarnya.
Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Efek yang langsung dirasakan petani adalah adanya penambahan indeks tanam yang tadinya hanya bisa sekali setahun, menjadi dua kali atau lebih.
"Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani. Jika sebelumnya hanya sekali setahun, menjadi dua kali," kata Sarwo Edhy.
Di waktu jeda, petani tetap memanfaatkan air yang ada dengan menanam tanaman lain, seperti palawija atau tanaman hortikultura lain, memanfaatkan lahan kosong dan ketersediaan air irigasi.
"Jaringan irigasi juga menambah luas layanan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas, karena air tersebut terdistribusi secara efisien," jelas Sarwo Edhy.
Selain jaringan irigasi, irigasi perpompaan juga telah ditingkatkan selama tiga tahun terakhir (2016-2019). Total irigasi perpompaan sebanyak 2.358 unit dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 hektar, maka, luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 hektar.
Irigasi perpompaan juga mendukung komoditas hortikultura dan perkebunan mencapai 4.290 hektare luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau. Sementara itu untuk komoditas peternakan, irigasi dapat melayani 3.220 ekor ternak yang terjamin ketersediaan air minum dan sanitasi kandang.
Dalam kegiatan irigasi, Kementan juga membangun embung sebanyak 2.692 unit yang mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73.850 hektar. Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, akan terjadi penambahan luas tanam sekitar 36.930 hektar dan penambahan produksi 384.020 ton.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan pengembangan jaringan irigasi tersier ini telah meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) sebesar 0,5. Sehingga berdampak pada peningkatan produksi sebanyak 8,21 juta ton.
"Kami sudah memperhitungkan bahwa jaringan irigasi kita ini hampir 40% sudah rusak selama 50 tahun. Sehingga kami melakukan perbaikan dengan standar-standar yang diikuti sesuai Kementerian PUPR agar jaringan irigasi bisa kuat," kata Sarwo Edhy, Rabu (22/5/2019).
Sarwo Edhy menyebutkan, irigasi telah mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton. Total produksi padi selama lima tahun pada area yang terdampak rehabilitasi irigasi mencapai 24,37 juta ton. Kementan mengimbau agar masyarakat dapat memelihara jaringan irigasi tersier yang sudah dibangun sehingga bisa bertahan hingga 40 tahun ke depan.
Sarwo Edhy menjelaskan, program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) sesuai dengan kebutuhan petani. Rehabilitasi dilakukan pada lahan seluas 3,13 juta hektar, yang sebagian besar dananya disalurkan melalui sistem swakelola petani.
"Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabitasi umumnya akan lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki. Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarakat petani," jelasnya.
Sarwo Edhy menambahkan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya. Menurutnya, dengan diserahkannya RJIT kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya akan dilakukan secara gotong royong atau swakelola.
"Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki," tambahnya.
Menurut Sarwo Edhy, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, bisa mengajukan ke Dinas Pertanian kabupaten atau kota masing-masing.
"Nanti dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang ujung-ujungnya bisa mensejahterakan petani," ujarnya.
Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Efek yang langsung dirasakan petani adalah adanya penambahan indeks tanam yang tadinya hanya bisa sekali setahun, menjadi dua kali atau lebih.
"Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani. Jika sebelumnya hanya sekali setahun, menjadi dua kali," kata Sarwo Edhy.
Di waktu jeda, petani tetap memanfaatkan air yang ada dengan menanam tanaman lain, seperti palawija atau tanaman hortikultura lain, memanfaatkan lahan kosong dan ketersediaan air irigasi.
"Jaringan irigasi juga menambah luas layanan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas, karena air tersebut terdistribusi secara efisien," jelas Sarwo Edhy.
Selain jaringan irigasi, irigasi perpompaan juga telah ditingkatkan selama tiga tahun terakhir (2016-2019). Total irigasi perpompaan sebanyak 2.358 unit dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 hektar, maka, luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 hektar.
Irigasi perpompaan juga mendukung komoditas hortikultura dan perkebunan mencapai 4.290 hektare luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau. Sementara itu untuk komoditas peternakan, irigasi dapat melayani 3.220 ekor ternak yang terjamin ketersediaan air minum dan sanitasi kandang.
Dalam kegiatan irigasi, Kementan juga membangun embung sebanyak 2.692 unit yang mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73.850 hektar. Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, akan terjadi penambahan luas tanam sekitar 36.930 hektar dan penambahan produksi 384.020 ton.
(ven)