Stabilitas Jasa Keuangan Terjaga
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga dengan kinerja intermediasi sektor jasa keuangan yang positif dan profil risiko lembaga jasa keuangan manageable.
Pertumbuhan ekonomi advanced economies (AE) pada kuartal I/2019 yang berada di atas ekspektasi memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan global pada April 2019.
“Namun, peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, menyebabkan naiknya tekanan di pasar keuangan global sejak awal Mei 2019,” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis Anto Prabowo dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Menurut dia, kondisi ini mengakibatkan risk-off investor di pasar keuangan emerging markets (EM) termasuk Indonesia. Sementara itu, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I/2019 dan kinerja eksternal Indonesia pada awal Mei 2019 belum memberikan sentimen positif terhadap pasar keuangan domestik.
Sejalan dengan perkembangan itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat sebesar 4,21% sepanjang Januari–April 2019, dengan net buy investor nonresiden total di seluruh pasar tercatat sebesar Rp65,24 triliun (net buy di pasar reguler sebesar Rp6,62 triliun), net buy di pasar nego (over the counter) dan tunai sebesar Rp58,62 triliun).
Penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), tercermin dari net buy di pasar SBN oleh investor nonresiden sebesar Rp67,1 triliun year to month dan turunnya rata-rata yield SBN sebesar 26,54 bps year to month. Namun, kata dia, sejalan dengan naiknya ketidakpastian di pasar global, pasar keuangan melemah pada Mei 2019.
Sementara investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp7,83 triliun mtd hingga 17 Mei 2019 yang memengaruhi penurunan IHSG sebesar 9,7% mtd. Pada periode sama, investor nonresiden juga mencatatkan net sell di pasar SBN sebesar Rp5,9 triliun dan yield SBN meningkat sebesar 24,2 bps mtd.
Anto mengatakan, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan masih positif pada April 2019. Kredit perbankan tumbuh sebesar 11,05% yoy didorong oleh pertumbuhan kredit investasi yang mencapai level tertingginya dalam tiga tahun terakhir.
Kemudian pertumbuhan piutang pembiayaan stabil pada level 4,52% yoy di tengah masih moderatnya pertumbuhan piutang pembiayaan multiguna. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,63% yoy didorong oleh pertumbuhan deposito sebesar 7,21% yoy.
Adapun sepanjang Januari–April 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp58,8 triliun dan Rp34,2 triliun. Pada periode Januari–17 Mei 2019, emiten berhasil menghimpun dana melalui pasar modal sebesar Rp38,04 triliun dengan jumlah emiten baru sebanyak 9 perusahaan (dari 9 IPO saham).
Lembaga jasa keuangan sampai April juga mampu menjaga profil risiko pada level yang manageable. Risiko kredit perbankan berada di level rendah tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,57% (NPL net,1,15%). Sementara rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,76% (gross) dan 0,61% (nett).
“Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah dengan rasio posisi devisa neto (PDN) sebesar 2,04% di bawah ambang batas ketentuan,” ungkap dia.
Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada di level memadai. Sedangkan liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core depositomasing-masing sebesar 197,56% dan 96,51%, di atas ambang batas ketentuan.
Sebelumnya Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kegagalan perundingan Amerika Serikat (AS) dan China yang berujung saling balas menaikkan tarif atau memanasnya perang dagang sebenarnya sudah dapat ditebak ketika rilis data perekonomian AS kuartal I menunjukkan perbaikan ekonomi.
Seperti kita ketahui, pertumbuhan ekonomi AS jauh di atas ekspektasi mencapai 3,2%. Sementara itu inflasi terjaga dan pengangguran berada pada level terendah selama beberapa tahun terakhir.
"Perbaikan ekonomi AS ini membuat Presiden Trump semakin percaya diri bahwa kebijakannya selama ini adalah benar, termasuk perang da gang," katanya belum lama ini. (Kunthi Fahmar Sandy)
Pertumbuhan ekonomi advanced economies (AE) pada kuartal I/2019 yang berada di atas ekspektasi memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan global pada April 2019.
“Namun, peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, menyebabkan naiknya tekanan di pasar keuangan global sejak awal Mei 2019,” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis Anto Prabowo dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Menurut dia, kondisi ini mengakibatkan risk-off investor di pasar keuangan emerging markets (EM) termasuk Indonesia. Sementara itu, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I/2019 dan kinerja eksternal Indonesia pada awal Mei 2019 belum memberikan sentimen positif terhadap pasar keuangan domestik.
Sejalan dengan perkembangan itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat sebesar 4,21% sepanjang Januari–April 2019, dengan net buy investor nonresiden total di seluruh pasar tercatat sebesar Rp65,24 triliun (net buy di pasar reguler sebesar Rp6,62 triliun), net buy di pasar nego (over the counter) dan tunai sebesar Rp58,62 triliun).
Penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), tercermin dari net buy di pasar SBN oleh investor nonresiden sebesar Rp67,1 triliun year to month dan turunnya rata-rata yield SBN sebesar 26,54 bps year to month. Namun, kata dia, sejalan dengan naiknya ketidakpastian di pasar global, pasar keuangan melemah pada Mei 2019.
Sementara investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp7,83 triliun mtd hingga 17 Mei 2019 yang memengaruhi penurunan IHSG sebesar 9,7% mtd. Pada periode sama, investor nonresiden juga mencatatkan net sell di pasar SBN sebesar Rp5,9 triliun dan yield SBN meningkat sebesar 24,2 bps mtd.
Anto mengatakan, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan masih positif pada April 2019. Kredit perbankan tumbuh sebesar 11,05% yoy didorong oleh pertumbuhan kredit investasi yang mencapai level tertingginya dalam tiga tahun terakhir.
Kemudian pertumbuhan piutang pembiayaan stabil pada level 4,52% yoy di tengah masih moderatnya pertumbuhan piutang pembiayaan multiguna. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,63% yoy didorong oleh pertumbuhan deposito sebesar 7,21% yoy.
Adapun sepanjang Januari–April 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp58,8 triliun dan Rp34,2 triliun. Pada periode Januari–17 Mei 2019, emiten berhasil menghimpun dana melalui pasar modal sebesar Rp38,04 triliun dengan jumlah emiten baru sebanyak 9 perusahaan (dari 9 IPO saham).
Lembaga jasa keuangan sampai April juga mampu menjaga profil risiko pada level yang manageable. Risiko kredit perbankan berada di level rendah tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,57% (NPL net,1,15%). Sementara rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,76% (gross) dan 0,61% (nett).
“Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah dengan rasio posisi devisa neto (PDN) sebesar 2,04% di bawah ambang batas ketentuan,” ungkap dia.
Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada di level memadai. Sedangkan liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core depositomasing-masing sebesar 197,56% dan 96,51%, di atas ambang batas ketentuan.
Sebelumnya Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kegagalan perundingan Amerika Serikat (AS) dan China yang berujung saling balas menaikkan tarif atau memanasnya perang dagang sebenarnya sudah dapat ditebak ketika rilis data perekonomian AS kuartal I menunjukkan perbaikan ekonomi.
Seperti kita ketahui, pertumbuhan ekonomi AS jauh di atas ekspektasi mencapai 3,2%. Sementara itu inflasi terjaga dan pengangguran berada pada level terendah selama beberapa tahun terakhir.
"Perbaikan ekonomi AS ini membuat Presiden Trump semakin percaya diri bahwa kebijakannya selama ini adalah benar, termasuk perang da gang," katanya belum lama ini. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)