Indonesia Punya Peluang di Tengah Perang Dagang AS-China

Kamis, 13 Juni 2019 - 07:01 WIB
Indonesia Punya Peluang di Tengah Perang Dagang AS-China
Indonesia Punya Peluang di Tengah Perang Dagang AS-China
A A A
JAKARTA - Indonesia harus mencari peluang di tengah gencarnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China saat ini. Pemerintah Indonesia bisa mendapatkan dampak positif dari perang dagang tersebut melalui ekspor.

"Siang hari ini (kemarin) saya minta masukan, tapi enggak usah banyak-banyak, kira-kira yang konkret satu sampai tiga (masukan) yang kira-kira bisa kita kerjakan. Biar saya bisa kerja, (dan tahu) apa yang diinginkan pengusaha," ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka pertemuan dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Presiden mengatakan, perang dagang yang terjadi saat ini telah menimbulkan gejolak di perekonomian global. Namun begitu, Presiden meminta agar pelaku usaha nasional tidak memandang perang dagang sebagai masalah besar. “Menurut saya, ini adalah peluang yang bisa diambil dari ramainya perang dagang ini. Saya melihat Bapak, Ibu, dan Saudara semua berada pada garis yang paling depan dalam memanfaatkan peluang ini," ujarnya.

Jokowi mencontohkan tingginya tarif bea masuk terhadap produk-produk China oleh pemerintah AS dapat dimanfaatkan Indonesia untuk masuk ke pasar Negeri Paman Sam tersebut. Kondisi ini bisa memperbesar nilai ekspor Indonesia ke AS.

"Saya melihat misalnya seperti pasar di AS yang sebelumnya dimasuki produk-produk dari China, ini bisa menjadi peluang-peluang kita untuk bisa memperbesar kapasitas sehingga produk-produk kita bisa masuk ke sana," ungkapnya.

Mantan wali kota Surakarta ini menyebut produk tekstil punya peluang besar untuk masuk ke pasar AS. Pasalnya, sebelumnya pasar tekstil AS dipasok dari China. “Itu yang dulunya diisi dari produk dari sana. Sekarang karena mereka ramai ya bisa kita isi,” katanya.

Sektor lain yang berpotensi adalah produk elektronik dan furnitur yang lebih dari 50%-nya berasal dari China. “Nah, ini kenapa tidak diisi dari kita. Saya kira peluang-peluang seperti ini yang secara detil harus kita lihat dan kita manfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekspor kita,” ucapnya.

Ketua Kadin Rosan P Roeslani mengakui, pada pertemuan tersebut pihaknya memberikan beberapa masukan kepada Presiden Jokowi terkait kebijakan-kebijakan ekonomi yang perlu dilakukan lima tahun mendatang. Dia mengatakan, pada pertemuan itu Presiden Jokowi mengatakan akan mendorong sepenuh untuk memperbaiki masalah perekonomian.

“Bapak Presiden menyampaikan bahwa lima tahun ke depan beliau tidak punya beban. Benar-benar akan mendorong penuh masalah ekonomi. Kami dari Kadin diminta masukan,” ujarnya. Rosan mengatakan, masukan yang disampaikan kepada presiden adalah berkaitan bagaimana meminimalisasi defisit neraca transaksi berjalan.

Salah satu masukan yang disampaikan yakni perbaikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Menurutnya, saat ini jumlah TKI sebanyak 3,6 juta dengan remitansi sebesar USD11 miliar. Nilai tersebut lebih rendah dari Filipina yang dengan jumlah tenaga kerja yang sama tapi nilai remitansinya sebesar USD33 miliar.

“Kenapa itu bisa lebih tinggi, karena masalahnya adalah kemampuan dari berbahasa, dari nursing. Jadi itu bisa kita dorong untuk program vokasi yang memang sedang didorong dan diutamakan oleh Bapak Presiden dan pemerintahan ini,” jelasnya. Lalu, masukan kedua adalah berkaitan dengan industri pariwisata yang perlu ditingkatkan.

Saat ini jumlah wisatwan asing ke Indonesia sebanyak 15,5 juta yang mana lebih kecil dibandingkan Thailand. “Kita mendapatkan devisa kurang lebih USD17 miliar. Ini kurang lebih USD1.100 per orang. Tapi dibandingkan dengan Thailand yang wisatawannya hampir 38 juta orang, tetapi pendapatan devisanya USD62 miliar,” katanya.

Dia menyebutkan, dengan adanya perang dagang ini, industri tekstil mengalami lonjakan 25–30%. Menurutnya, hal tersebut masih bersifat jangka pendek, sehingga perlu adanya kebijakan jangka menengah dan panjang yang harus dipikirkan. Dia juga mengusulkan agar ada reformasi perpajakan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dengan negara-negara tetangga.

“Di satu sisi produktivitas kita masih rendah, tapi kita coba mendorong reformasi perpajakan dengan pemotongan PPh (pajak penghasilan). Apakah di level 18–19%. Kan sekarang kita masih di atas 25%,” pungkasnya.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5622 seconds (0.1#10.140)