SCB Diminta Hentikan Penjualan Saham Bank Permata
A
A
A
JAKARTA - Proses penjualan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) oleh Standard Chartered Bank (SCB) diminta untuk dihentikan (suspend). Proses pemindahan kepemilikan saham Bank Permata milik SCB sangat diharapkan dilakukan secara transparan.
“Saya meminta agar proses penjualan saham itu dihentikan. Dan OJK melakukan investigasi khusus," tegas Rudy Ramli, mantan pemilik Bank Bali di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Bank Bali adalah salah satu bank yang digabungkan menjadi Bank Permata, bersama empat bank yang lain (Bank Umum Nasional, Bank Media, Bank Patriot, Bank Universal). Bank Bali menjadi leader dalam proses merger tersebut.
Rudy berharap otoritas yang berwenang menggunakan kekuasaannya untuk melakukan investigasi karena lima alasan utama: transparansi, keadilan dan kebenaran, mempertahankan aset bangsa, dan mencegah terulangnya kasus yang sama demi kehormatan bangsa.
Namun demikian, lanjut Rudy, persoalannya adalah ketika masuk kelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Bank Bali dilikuidasi senilai Rp11,89 triliun. Nilai tersebut jauh lebih besar dari harga beli yang dikeluarkan Standard Chartered yakni hanya senilai Rp2,77 triliun. "Sehingga ada potensi kerugian negara sekitar Rp9 triliun," lanjut Rudy.
Kerugian ini, kata Rudy, diprediksi akan semakin besar dengan aksi Standard Chartered yang berupaya melepas saham-sahamnya di Bank Permata. Oleh karena itu, terkait hal tersebut, Rudy telah melaporkan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2018 lalu.
"Sementara baru itu langah hukum yang kami lakukan. Normalnya calon investor Bank Permata mungkin akan berpikir ulang untuk membeli saham dari Standard Chartered. Namun kalau ternyata sampai ada pembeli yang jadi, kami mempertimbangkan untuk melakukan langkah hukum lain," tambahnya.
“Saya meminta agar proses penjualan saham itu dihentikan. Dan OJK melakukan investigasi khusus," tegas Rudy Ramli, mantan pemilik Bank Bali di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Bank Bali adalah salah satu bank yang digabungkan menjadi Bank Permata, bersama empat bank yang lain (Bank Umum Nasional, Bank Media, Bank Patriot, Bank Universal). Bank Bali menjadi leader dalam proses merger tersebut.
Rudy berharap otoritas yang berwenang menggunakan kekuasaannya untuk melakukan investigasi karena lima alasan utama: transparansi, keadilan dan kebenaran, mempertahankan aset bangsa, dan mencegah terulangnya kasus yang sama demi kehormatan bangsa.
Namun demikian, lanjut Rudy, persoalannya adalah ketika masuk kelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Bank Bali dilikuidasi senilai Rp11,89 triliun. Nilai tersebut jauh lebih besar dari harga beli yang dikeluarkan Standard Chartered yakni hanya senilai Rp2,77 triliun. "Sehingga ada potensi kerugian negara sekitar Rp9 triliun," lanjut Rudy.
Kerugian ini, kata Rudy, diprediksi akan semakin besar dengan aksi Standard Chartered yang berupaya melepas saham-sahamnya di Bank Permata. Oleh karena itu, terkait hal tersebut, Rudy telah melaporkan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2018 lalu.
"Sementara baru itu langah hukum yang kami lakukan. Normalnya calon investor Bank Permata mungkin akan berpikir ulang untuk membeli saham dari Standard Chartered. Namun kalau ternyata sampai ada pembeli yang jadi, kami mempertimbangkan untuk melakukan langkah hukum lain," tambahnya.
(ven)