Asosiasi Petani Sawit Keluhkan Kebijakan Pungutan Ekspor CPO
A
A
A
JAKARTA - Para petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) meminta pemerintah berpihak kepada petani dengan mencabut kebijakan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
Pungutan sebesar USD50 per ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar (TBS) merosot sehingga menyengsarakan petani.
Ketua Umum APPKSI Andri Gunawan menegaskan bahwa mereka terpaksa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Keuangan Jakarta, setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO. "Kami akan menyurati pemerintah, bila perlu kembali menggelar demo jika pemerintah melakukan pungutan lagi," ujarnya dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir lima juta petani.
Selain itu, kata dia, selama tiga tahun pun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) hanya dinikmati oleh para pengusaha pemilik industri biodiesel yang mendapatkan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO, sebagai dana untuk menyubsidi industri biodiesel mereka.
"Hanya 0,1% saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," terangnya.
Menurut Andri, dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga TBS, setelah sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO yang memicu anjloknya harga tandan buah segar sawit dan menyebabkan kemiskinan petani sawit serta terbengkalainya kebun sawit petani akibat tidak terawat.
Selain menyengsarakan petani, lanjut dia, pungutan ekspor CPO juga akan menyebabkan jatuhnya harga CPO Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani pungutan. "Karena itu kami meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan Pungutan Ekspor CPO," tegasnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Mei 2015.
Pungutan sebesar USD50 per ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar (TBS) merosot sehingga menyengsarakan petani.
Ketua Umum APPKSI Andri Gunawan menegaskan bahwa mereka terpaksa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Keuangan Jakarta, setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO. "Kami akan menyurati pemerintah, bila perlu kembali menggelar demo jika pemerintah melakukan pungutan lagi," ujarnya dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir lima juta petani.
Selain itu, kata dia, selama tiga tahun pun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) hanya dinikmati oleh para pengusaha pemilik industri biodiesel yang mendapatkan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO, sebagai dana untuk menyubsidi industri biodiesel mereka.
"Hanya 0,1% saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," terangnya.
Menurut Andri, dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga TBS, setelah sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO yang memicu anjloknya harga tandan buah segar sawit dan menyebabkan kemiskinan petani sawit serta terbengkalainya kebun sawit petani akibat tidak terawat.
Selain menyengsarakan petani, lanjut dia, pungutan ekspor CPO juga akan menyebabkan jatuhnya harga CPO Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani pungutan. "Karena itu kami meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan Pungutan Ekspor CPO," tegasnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Mei 2015.
(ind)