Polemik Larangan Iklan Rokok di Internet, Menkes Diminta Fokus

Jum'at, 28 Juni 2019 - 17:01 WIB
Polemik Larangan Iklan...
Polemik Larangan Iklan Rokok di Internet, Menkes Diminta Fokus
A A A
JAKARTA - Direktur eksekutif Indonesia Development Monitoring (INDEM) Sadikin Suhidin menyoroti kerja Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nila Moeleok yang seolah memiliki konsentrasi yang lebih besar terhadap isu rokok (tembakau) dibandingkan konsentrasi pada program kesehatan lain.

Terbitnya Surat Edaran nomor TM.04.01/Menkes/314/2019 tentang pemblokiran iklan rokok di internet yang dikirimkan ke Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) beberapa waktu lalu menuai polemik, lantaran argumentasinya sesat pikir. Akibat konsentrasi yang tinggi mengurus tembakau/rokok, menurut Sadikin membuat Menkes abai menangani pencegahan obesitas, gizi buruk, dan lainnya.

“Kematian orang akibat tembakau tidak begitu bisa dipertanggungjawabkan jika dibandingkan kematian anak/bayi disebabkan salah manajemen pelayanan kesehatan,” kata Sadikin di Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Sadikin pun mempertanyakan, jangan-jangan konsentrasi Kemenkes atas program tembakau/rokok yang didanai asing adalah bagian dari faktor yang membuat Menkes lalai mengurusi program-program kesehatan lain.

“Kami menduga, konsentrasi kerja Menkes sampai mengurusi bisnis rokok sebagaimana surat yang dikirimkan ke Menkominfo karena ada pesanan asing yang harus diprioritaskan untuk dijalankan,” ujarnya.

INDEM merujuk hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8%. Prevalensi ini meningkat dari hasil Riskesdas 2013 yang menyebut bahwa angka obesitas di Indonesia hanya mencapai 14,8%.

Obesitas sendiri mengacu pada kondisi dimana indeks massa tubuh diatas 27. Begitu juga dengan prevalensi berat badan berlebih dengan indeks massa tubuh antara 25 hingga 27, juga meningkat dari 11,5% di 2013 ke 13,6% di 2018.

Menurut Sadikin, obesitas merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi salah satu target utama Kemenkes yang harus dicapai pada 2019. Target lain, meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat, meningkatkan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan, dan meningkatkan perlindungan finansial, ketersediaan, penyebaran, mutu obat serta sumber daya kesehatan.

“Angka obesitas yang mengalami peningkatan dari 14,8% menjadi 21,8% ini, perlu mengevaluasi kembali program Kemenkes di bidang gizi,” tegas dia.

Masih merujuk hasil riskesdas 2018 Kemenkes, Sadikin melihat perkembangan penyakit tidak menular hamper mengalami peningkatan seperti kanker, stroke, gangguan ginjal kronis, diabetes, dan hipertensi.

“Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah lantaran semuanya dapat dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang berolahraga, pola makan yang tidak sehat, kurang beristirahat, dan stress,” kata Sadikin.

INDEM mengingatkan agar Menteri Kesehatan lebih fokus menjalankan program-program kesehatan masyarakat sebagaimana mandat Konstitusi dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) yang telah disusun.

“Dengan Konstitusi dan RPJMN, semestinya menjadi 'guide' oleh Menkes dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat bagi warga negara,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komunitas Kretek Aditia Purnomo menilai isu pemblokiran iklan rokok ini menjadi bias. Pasalnya, pemblokiran total iklan rokok di internet juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas, dikarenakan iklan rokok yang tayang di internet sudah memenuhi kaidah regulasi yang ada, seperti PP 109 tahun 2012 dan UU Penyiaran No 32 Tahun 2002.

"Regulasi tersebut tidak mengamanatkan pemerintah untuk serta merta dan semena-mena memblokir iklan rokok secara total," terang dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1501 seconds (0.1#10.140)