Peredaran Rokok Elektrik Ilegal Harus Jadi Perhatian Serius
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran rokok elektrik ilegal di Indonesia yang tidak membayar cukai telah merugikan negara. Untuk itu, peredaran rokok elektrik ilegal perlu ditindak dengan tegas.
Demikian disampaikan Ekonomi Senior INDEF, Enny Sri Hartati. Menurut dia, rokok elektrik merupakan salah satu jenis hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dalam terminologi Undang-Undang Cukai. Produk ini dikenakan cukai per 1 Juli 2018.
“Kontribusinya terhadap penerimaan negara tahun 2018 sebesar Rp80 miliar, kemudian tahun 2019 sebesar Rp260 miliar dan tahun 2020 mencapai Rp680 miliar,” ujarnya.
Melihat tingginya penerimaan cukai tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menggiatkan penegakan hukum terhadap semua rokok elektrik ilegal. Penindakan tersebut, kata Enny, harus dilakukan dari hulu.
“Mungkin dimulai dari perizinan, bagaimana proses perizinannya dikeluarkan. Bagaimana distribusi dan peredaran izin termasuk pengawasan. Jangan lupa, kalau peredarannya di perkotaan, pengawasan bisa lebih terkontrol sedangkan di daerah akan lebih sulit,” katanya.
Secara terpisah, General Manager RELX Indonesia, Yudhi Saputra mengaku, siap mendukung pemerintah Indonesia dalam pemberantasan rokok elektrik ilegal. Ada beberapa cara yang dilakukan RELX Indonesia agar masyarakat tidak membeli produk palsu yang pada akhirnya merugikan negara.
“Pertama, kami mencantumkan barcode/kode batang di setiap pod. Pelanggan dapat memindai kode batang tersebut untuk memeriksa keaslian dari produk barang yang mereka beli,” jelas Yudhi.
Kedua, ia juga meminta masyarakat untuk tidak membeli produk RELX di platform e-commerce/situs tidak resmi. “Karena di beberapa marketplace kami sering menemukan produk RELX tanpa pita cukai,” lanjutnya.
Ketiga, RELX akan terus berkomitmen untuk melaporkan pedagang RELX palsu yang menjual produknya di marketplace kepada Pemerintah Indonesia.
“Setiap tahunnya, Kami akan terus berupaya untuk menekan peredaran produk rokok elektrik palsu agar negara tidak dirugikan. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Pemerintah melalui diskusi dan sharing knowledge,” tutupnya.
Demikian disampaikan Ekonomi Senior INDEF, Enny Sri Hartati. Menurut dia, rokok elektrik merupakan salah satu jenis hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dalam terminologi Undang-Undang Cukai. Produk ini dikenakan cukai per 1 Juli 2018.
“Kontribusinya terhadap penerimaan negara tahun 2018 sebesar Rp80 miliar, kemudian tahun 2019 sebesar Rp260 miliar dan tahun 2020 mencapai Rp680 miliar,” ujarnya.
Melihat tingginya penerimaan cukai tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menggiatkan penegakan hukum terhadap semua rokok elektrik ilegal. Penindakan tersebut, kata Enny, harus dilakukan dari hulu.
“Mungkin dimulai dari perizinan, bagaimana proses perizinannya dikeluarkan. Bagaimana distribusi dan peredaran izin termasuk pengawasan. Jangan lupa, kalau peredarannya di perkotaan, pengawasan bisa lebih terkontrol sedangkan di daerah akan lebih sulit,” katanya.
Secara terpisah, General Manager RELX Indonesia, Yudhi Saputra mengaku, siap mendukung pemerintah Indonesia dalam pemberantasan rokok elektrik ilegal. Ada beberapa cara yang dilakukan RELX Indonesia agar masyarakat tidak membeli produk palsu yang pada akhirnya merugikan negara.
“Pertama, kami mencantumkan barcode/kode batang di setiap pod. Pelanggan dapat memindai kode batang tersebut untuk memeriksa keaslian dari produk barang yang mereka beli,” jelas Yudhi.
Kedua, ia juga meminta masyarakat untuk tidak membeli produk RELX di platform e-commerce/situs tidak resmi. “Karena di beberapa marketplace kami sering menemukan produk RELX tanpa pita cukai,” lanjutnya.
Ketiga, RELX akan terus berkomitmen untuk melaporkan pedagang RELX palsu yang menjual produknya di marketplace kepada Pemerintah Indonesia.
“Setiap tahunnya, Kami akan terus berupaya untuk menekan peredaran produk rokok elektrik palsu agar negara tidak dirugikan. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Pemerintah melalui diskusi dan sharing knowledge,” tutupnya.
(akr)