DPR Setujui Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2018
A
A
A
JAKARTA - DPR menyetujui laporan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN 2018. Pelaksanaan anggaran dinilai sesuai dengan ketentuan dan dijalankan secara kredibel.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun 2018 bukan tahun yang mudah dalam menjalankan perekonomian Indonesia. perekonomian Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17%, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 5,07%. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 merupakan pertumbuhan tertinggi selama 4 tahun terakhir.
Tantangan dari gejolak nilai tukar dan kenaikan suku bunga yang kemudian diikuti outflow menyebabkan perubahan yang cukup besar dari APBN baik dari sisi penerimaan maupun belanja.
"Adanya perubahan nilai tukar dan harga minyak yang lebih tinggi dari asumsi dan effort dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai serta PNBP menyebabkan kita bisa mengumpulkan pendapatan negara lebih dari 100%, yaitu 102,3%. Di sisi lain, belanja negara juga hampir terealisasi mendekati 100%. Ini yang menyebabkan defisit APBN 2018 lebih rendah dari yang ditargetkan," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Sri Mulyani menuturkan, dengan defisit yang lebih rendah, pemerintah tetap mampu menjaga confidence terhadap instrumen fiskal dan sisi kemampuan untuk membiayainya. "Oleh karena itu, pada saat yang sama kita mendapatkan rating meningkat dan timbul perbaikan dari sisi kemampuan pembiayaan," tuturnya.
Sri Mulyani melanjutkan, dilihat dari sisa lebih pembiayaan anggaran tahun (Silpa) menunjukkan peningkatan di tahun 2018 yang mencapai lebih dari Rp175 triliun. Hal ini dinilai baik meski dari sisi biaya dana belum optimal.
"Seharusnya kita bisa lebih tepat dan akurat. Namun, kondisi ekonomi bergejolak menciptakan suasana di mana kita perlu berjaga-jaga," imbuhnya.
Dari sisi neraca, lanjut Sri Mulyani, tidak semua belanja pemerintah bisa menjadi ekuitas. Hal ini karena banyak belanja modal yang dilakukan di daerah tidak terekam di LKPP. "Banyak belanja pemerintah pusat dihibahkan di daerah, kemudian catatan di pemerintah pusat menjadi kurang. Sehingga kalau baca neraca di pusat saja mungkin bisa menimbulkan kesalapahaman sebab seluruh belanja dilakukan di pusat dan tidak terekam dalam tambahan aset pemerintah pusat," ungkapnya.
Pemerintah akan terus menjaga agar neraca dan laporan keuangan pemerintah tidak hanya WTP namun juga sehat. "Sehat itu artinya dari sisi belanja operasional bisa dibiayai oleh pendapatan operasional sehingga tidak mengalami defisit. Ini juga untuk menjaga daya tahan dan keuangan negara," tandasnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun 2018 bukan tahun yang mudah dalam menjalankan perekonomian Indonesia. perekonomian Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17%, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 5,07%. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 merupakan pertumbuhan tertinggi selama 4 tahun terakhir.
Tantangan dari gejolak nilai tukar dan kenaikan suku bunga yang kemudian diikuti outflow menyebabkan perubahan yang cukup besar dari APBN baik dari sisi penerimaan maupun belanja.
"Adanya perubahan nilai tukar dan harga minyak yang lebih tinggi dari asumsi dan effort dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai serta PNBP menyebabkan kita bisa mengumpulkan pendapatan negara lebih dari 100%, yaitu 102,3%. Di sisi lain, belanja negara juga hampir terealisasi mendekati 100%. Ini yang menyebabkan defisit APBN 2018 lebih rendah dari yang ditargetkan," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Sri Mulyani menuturkan, dengan defisit yang lebih rendah, pemerintah tetap mampu menjaga confidence terhadap instrumen fiskal dan sisi kemampuan untuk membiayainya. "Oleh karena itu, pada saat yang sama kita mendapatkan rating meningkat dan timbul perbaikan dari sisi kemampuan pembiayaan," tuturnya.
Sri Mulyani melanjutkan, dilihat dari sisa lebih pembiayaan anggaran tahun (Silpa) menunjukkan peningkatan di tahun 2018 yang mencapai lebih dari Rp175 triliun. Hal ini dinilai baik meski dari sisi biaya dana belum optimal.
"Seharusnya kita bisa lebih tepat dan akurat. Namun, kondisi ekonomi bergejolak menciptakan suasana di mana kita perlu berjaga-jaga," imbuhnya.
Dari sisi neraca, lanjut Sri Mulyani, tidak semua belanja pemerintah bisa menjadi ekuitas. Hal ini karena banyak belanja modal yang dilakukan di daerah tidak terekam di LKPP. "Banyak belanja pemerintah pusat dihibahkan di daerah, kemudian catatan di pemerintah pusat menjadi kurang. Sehingga kalau baca neraca di pusat saja mungkin bisa menimbulkan kesalapahaman sebab seluruh belanja dilakukan di pusat dan tidak terekam dalam tambahan aset pemerintah pusat," ungkapnya.
Pemerintah akan terus menjaga agar neraca dan laporan keuangan pemerintah tidak hanya WTP namun juga sehat. "Sehat itu artinya dari sisi belanja operasional bisa dibiayai oleh pendapatan operasional sehingga tidak mengalami defisit. Ini juga untuk menjaga daya tahan dan keuangan negara," tandasnya.
(fjo)