Ekspor Meningkat, Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Surplus
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan agar semua sektor membenahi neraca perdagangan yang kini masih dalam posisi defisit. Presiden meminta para menteri di kabinetnya berhati-hati terhadap defisit neraca perdagangan tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis ekspor Januari–Mei 2019 year on year (YoY) turun 8,6%.
Sementara impor Januari–Mei juga turun 9,2%. Hal ini disampaikan dalam sidang kabinet paripurna di Ruang Garuda, Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7). Menurut Presiden, Indonesia punya banyak peluang untuk meningkatkan ekspor, seiring adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. “Saya minta agar izin investasi yang berkaitan dengan ekspor dan substitusi impor diberikan secepatnya,” ujar Presiden.
Ekspor Sektor Pertanian
Kementerian Pertanian (Kementan) selalu menyampaikan upaya peningkatan produksi berorientasi ekspor. Dalam 4,5 tahun terakhir terjadi peningkatan ekspor, terutama komoditas pertanian strategis. BPS mencatat neraca perdagangan hasil pertanian pada 2018 surplus Rp10 miliar atau setara Rp139,6 triliun kurs saat ini.
Nilai ekspor pada tahun yang sama juga mengalami peningkatan USD29 miliar atau hampir dua kali lipat dari nilai impor yang hanya USD19 miliar. Volume ekspor pada 2018 meningkat 42,5 juta ton, lebih tinggi jika dibandingkan 2017 yang hanya 41,3 juta ton.
“Dengan angka tersebut, artinya peningkatan kita sebanyak 1,2 juta ton,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri di Jakarta kemarin. Menurut Kuntoro, nilai ekspor ini jika diakumulasikan selama empat tahun (2015–2018) jumlahnya mencapai Rp1.764 triliun. Nilai ekspor 2018 juga meningkat 29,7% bila dibandingkan 2016 yang mencapai Rp384,9 triliun.
Surplus ke Pasar Negara Utama di Asia
Peningkatan kinerja ekspor pertanian ke beberapa negara besar di Asia dan Eropa berdampak positif pada neraca perdagangan pertanian Indonesia. Beberapa produk di antaranya berasal dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
“Ekspor produk pertanian ke China selama 2014–2018 meningkat tajam. Bahkan, angkanya sampai 33,63% atau rata-rata 9,27% per tahun. Artinya, dari 3,99 juta ton meningkat menjadi 5,34 juta ton,” kata Kuntoro. Peningkatan ini juga terjadi di semua ekspor produk pertanian Indonesia dengan posisi nilai yang sangat positif.
Ini bisa dilihat dari nilai ekspor hortikultura selama empat tahun terakhir yang tumbuh 27,98%. “Demikian juga dengan produk perkebunan dan peternakan. Kedua item itu masing-masing tumbuh 26,10% dan 16,15%. Indonesia juga tercatat mengalami surplus neraca perdagangan dalam bentuk volume maupun nilai,” katanya.
Periode 2014–2018, surplus perdagangan Indonesia ke China tumbuh 35,23% atau rata-rata 11,26% per tahun. Angka tersebut juga naik dari 2,84 juta ton pada 2014 menjadi 3,85 juta ton pada 2018. “Selama periode tersebut, rata-rata surplus neraca perdagangan ke China sebesar 3,61 juta ton atau setara Rp26,13 triliun,” tambahnya.
Untuk ke Jepang, secara keseluruhan nilai ekspor (2014–2018) meningkat tajam, yakni 24,58% hingga 24,27%. Total barang yang dikirim 744.300 ton atau setara Rp12,99 triliun. “Jumlah tersebut meningkat tajam pada 2014 menjadi 1,01 juta ton atau Rp16,14 triliun pada 2018,” kata Kuntoro.
Peningkatan ini juga diikuti dengan rangkaian hasil positif surplus neraca perdagangan produk pertanian Indonesia ke Jepang. Pasalnya, selama 2014–2018, produksi pertanian Indonesia dalam volume 24,98% kian meningkat dari 736.600 ton menjadi 994.300 ton. “Jika dirupiahkan, nilainya meningkat 23,84% dari Rp12,82 triliun pada 2014 menjadi Rp15,88 triliun pada 2018,” rincinya.
Contoh lainnya, ekspor-impor produk pertanian ke Malaysia, neraca dagang pertanian Indonesia selalu positif atau surplus dalam lima tahun terakhir. Untuk 2019 hingga Maret, neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan Malaysia, kita surplus 480,442 ton dengan nilai USD241 juta.
Menurut dia, berdasarkan data hingga Maret 2019, ekspor pertanian Indonesia ke Malaysia mencapai 513,917 ton, senilai USD287 juta. Sementara impor pertanian kita dari Malaysia sampai Maret 2019 hanya 33,476 ton atau senilai USD44 juta. Tren positif dan surplus juga dialami dalam kerja sama dagang dengan pasar utama lain di Asia, seperti India, Korea, dan Filipina.
Surplus di Pasar Eropa
Sekadar diketahui, peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan produk pertanian Indonesia tidak hanya terjadi pada negara-negara ASEAN saja, melainkan juga terjadi di negara Eropa seperti Belanda, Spanyol, Italia, Irlandia, Belgia, Finlandia, Luksemburg, Swedia, Denmark, Prancis, dan Yunani.
Ada lima produk pertanian yang menjadi andalan ekspor ke berbagai negara di Asia dan Eropa. Di antaranya kelapa sawit, karet, kelapa, produk hewan, dan kakao. Selain itu, beberapa produk baru juga mulai diekspor pada tahun ini, di antaranya buah-buahan tropis dan produk olahan pertanian.
Untuk Eropa neraca perdagangan mengalami status positif dan meningkat signifikan. Ini terlihat jelas pada data yang dihimpun Pusdatin Kementan, di mana lalu lintas ekspor produk pertanian ke Belanda selama empat tahun terakhir mencapai 1,84% dengan rata-rata ekspor sebesar 3,13 juta ton per tahun.
Begitu juga dengan periode berikutnya, Indonesia mengalami surplus pada level perdagangan produk pertanian ke Belanda dengan angka rata-rata 3,07 juta per tahun atau meningkat 1,68% per tahun. Pusdatin merilis sejak 2014 Indonesia mengalami surplus perdagangan produk pertanian yang berada pada level tinggi, utamanya dengan Spanyol, Belgia, Swedia, Denmark, dan Yunani.
“Indonesia juga tercatat mengalami surplus perdagangan produk pertanian dengan Italia yang mencapai rata-rata 1,18 juta ton per tahun. Kemudian, dengan Finlandia 22.100 ton per tahun, Irlandia 16.500 ton per tahun, Prancis 9.500 ton per tahun, dan Luksemburg 4.100 ton per tahun,” ujar Kuntoro.
Kemudahan Perizinan dan Akselerasi Ekspor
Menurut Kuntoro, peningkatan nilai ekspor ini didukung sejumlah terobosan Kementan dalam kebijakan ataupun program. Terobosan yang dimaksud antara lain deregulasi kebijakan dan perizinan. Kemudian melakukan pengendalian impor dan mendorong ekspor dengan sistem layanan karantina jemput bola (in line inspection).
Perbaikan proses perizinan dinilai menjadi faktor yang mendukung peningkatan performa ekspor komoditas pertanian. “Untuk mendorong ekspor, Kementan mengeluarkan kebijakan mempermudah perizinan ekspor dengan waktu pengurusan singkat, yakni sekitar 3 jam. Padahal sebelumnya 312 jam,” katanya.
Salah satu implementasi kebijakan itu adalah penerapan sistem layanan karantina jemput bola (inline inspection). Hal ini turut mendukung pembangunan kawasan pertanian berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif. “Sistem ini juga langsung mengatur registrasi kebun, sertifikasi packaging house, dan pembinaan mutu antara eksportir, petani, dan atase pertanian sebagai marketing intelligence,” ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya peningkatan investasi pada sektor pertanian. Kementan menciptakan iklim kondusif bagi pelaku usaha domestik ataupun mancanegara yang berinvestasi di sektor pertanian.
“Di lingkungan Kementan, kemudahan ini sudah terealisasi melalui sistem layanan berbasis Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Perizinan Pertanian secara elektronik. Sistem ini memperpendek waktu layanan perizinan sehingga lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, Kementan juga sudah membentuk satgas kemudahan berusaha di sektor pertanian,” kata Kuntoro.
Negosiasi Dagang
Peluang peningkatan ekspor komoditas juga dibuka melalui pertemuan bilateral maupun multilateral. Contohnya pertemuan multilateral tingkat menteri G20 ataupun pertemuan bilateral. Dalam berbagai kesempatan, delegasi Indonesia mendorong negara mitra membeli berbagai produk pertanian dari Indonesia.
“Pemanfaatan peluang ekspor ini harus terus dikejar supaya neraca perdagangan kita tidak defisit. Sebaliknya, kita harus mampu membuat neraca perdagangan kita meningkat,” ujar Kuntoro.
Keberhasilan ini merupakan kerja keras semua pihak, terutama yang berkaitan dengan penerapan program terobosan pemerintah untuk akselerasi ekspor produk pertanian Indonesia. Program tersebut antara lain kebijakan penyederhanaan prosedur ekspor hingga percepatan layanan karantina di pelabuhan.
Melalui berbagai upaya ini diharapkan posisi pertanian akan menjadi semakin penting dan strategis sebagai sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. “Kita lakukan diplomasi untuk memperluas jenis komoditas dan tujuan pasar ekspor ke negara-negara baru. Kemudian kita juga melakukan diplomasi untuk memperluas jenis komoditas dan tujuan pasar ekspor ke negara-negara baru,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman mendorong untuk peningkatan ekspor buah-buahan. Salah satu upayanya adalah mengikuti Fruit Expo 2019 di Guangzhou, China.
Peluang ekspor sangat terbuka mengingat China tidak memproduksi manggis, salak dan durian, padahal masyarakatnya sangat menyukai buah-buahan tersebut. “Beberapa buah tropis ada yang diproduksi sendiri seperti pisang, buah naga, dan lengkeng, tapi tidak sepanjang tahun karena merupakan negara empat musim. Pada saat produksi tidak ada, mereka membutuhkan impor dari negara lain,” tutup Kuntoro.
Sementara impor Januari–Mei juga turun 9,2%. Hal ini disampaikan dalam sidang kabinet paripurna di Ruang Garuda, Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7). Menurut Presiden, Indonesia punya banyak peluang untuk meningkatkan ekspor, seiring adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. “Saya minta agar izin investasi yang berkaitan dengan ekspor dan substitusi impor diberikan secepatnya,” ujar Presiden.
Ekspor Sektor Pertanian
Kementerian Pertanian (Kementan) selalu menyampaikan upaya peningkatan produksi berorientasi ekspor. Dalam 4,5 tahun terakhir terjadi peningkatan ekspor, terutama komoditas pertanian strategis. BPS mencatat neraca perdagangan hasil pertanian pada 2018 surplus Rp10 miliar atau setara Rp139,6 triliun kurs saat ini.
Nilai ekspor pada tahun yang sama juga mengalami peningkatan USD29 miliar atau hampir dua kali lipat dari nilai impor yang hanya USD19 miliar. Volume ekspor pada 2018 meningkat 42,5 juta ton, lebih tinggi jika dibandingkan 2017 yang hanya 41,3 juta ton.
“Dengan angka tersebut, artinya peningkatan kita sebanyak 1,2 juta ton,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri di Jakarta kemarin. Menurut Kuntoro, nilai ekspor ini jika diakumulasikan selama empat tahun (2015–2018) jumlahnya mencapai Rp1.764 triliun. Nilai ekspor 2018 juga meningkat 29,7% bila dibandingkan 2016 yang mencapai Rp384,9 triliun.
Surplus ke Pasar Negara Utama di Asia
Peningkatan kinerja ekspor pertanian ke beberapa negara besar di Asia dan Eropa berdampak positif pada neraca perdagangan pertanian Indonesia. Beberapa produk di antaranya berasal dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
“Ekspor produk pertanian ke China selama 2014–2018 meningkat tajam. Bahkan, angkanya sampai 33,63% atau rata-rata 9,27% per tahun. Artinya, dari 3,99 juta ton meningkat menjadi 5,34 juta ton,” kata Kuntoro. Peningkatan ini juga terjadi di semua ekspor produk pertanian Indonesia dengan posisi nilai yang sangat positif.
Ini bisa dilihat dari nilai ekspor hortikultura selama empat tahun terakhir yang tumbuh 27,98%. “Demikian juga dengan produk perkebunan dan peternakan. Kedua item itu masing-masing tumbuh 26,10% dan 16,15%. Indonesia juga tercatat mengalami surplus neraca perdagangan dalam bentuk volume maupun nilai,” katanya.
Periode 2014–2018, surplus perdagangan Indonesia ke China tumbuh 35,23% atau rata-rata 11,26% per tahun. Angka tersebut juga naik dari 2,84 juta ton pada 2014 menjadi 3,85 juta ton pada 2018. “Selama periode tersebut, rata-rata surplus neraca perdagangan ke China sebesar 3,61 juta ton atau setara Rp26,13 triliun,” tambahnya.
Untuk ke Jepang, secara keseluruhan nilai ekspor (2014–2018) meningkat tajam, yakni 24,58% hingga 24,27%. Total barang yang dikirim 744.300 ton atau setara Rp12,99 triliun. “Jumlah tersebut meningkat tajam pada 2014 menjadi 1,01 juta ton atau Rp16,14 triliun pada 2018,” kata Kuntoro.
Peningkatan ini juga diikuti dengan rangkaian hasil positif surplus neraca perdagangan produk pertanian Indonesia ke Jepang. Pasalnya, selama 2014–2018, produksi pertanian Indonesia dalam volume 24,98% kian meningkat dari 736.600 ton menjadi 994.300 ton. “Jika dirupiahkan, nilainya meningkat 23,84% dari Rp12,82 triliun pada 2014 menjadi Rp15,88 triliun pada 2018,” rincinya.
Contoh lainnya, ekspor-impor produk pertanian ke Malaysia, neraca dagang pertanian Indonesia selalu positif atau surplus dalam lima tahun terakhir. Untuk 2019 hingga Maret, neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan Malaysia, kita surplus 480,442 ton dengan nilai USD241 juta.
Menurut dia, berdasarkan data hingga Maret 2019, ekspor pertanian Indonesia ke Malaysia mencapai 513,917 ton, senilai USD287 juta. Sementara impor pertanian kita dari Malaysia sampai Maret 2019 hanya 33,476 ton atau senilai USD44 juta. Tren positif dan surplus juga dialami dalam kerja sama dagang dengan pasar utama lain di Asia, seperti India, Korea, dan Filipina.
Surplus di Pasar Eropa
Sekadar diketahui, peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan produk pertanian Indonesia tidak hanya terjadi pada negara-negara ASEAN saja, melainkan juga terjadi di negara Eropa seperti Belanda, Spanyol, Italia, Irlandia, Belgia, Finlandia, Luksemburg, Swedia, Denmark, Prancis, dan Yunani.
Ada lima produk pertanian yang menjadi andalan ekspor ke berbagai negara di Asia dan Eropa. Di antaranya kelapa sawit, karet, kelapa, produk hewan, dan kakao. Selain itu, beberapa produk baru juga mulai diekspor pada tahun ini, di antaranya buah-buahan tropis dan produk olahan pertanian.
Untuk Eropa neraca perdagangan mengalami status positif dan meningkat signifikan. Ini terlihat jelas pada data yang dihimpun Pusdatin Kementan, di mana lalu lintas ekspor produk pertanian ke Belanda selama empat tahun terakhir mencapai 1,84% dengan rata-rata ekspor sebesar 3,13 juta ton per tahun.
Begitu juga dengan periode berikutnya, Indonesia mengalami surplus pada level perdagangan produk pertanian ke Belanda dengan angka rata-rata 3,07 juta per tahun atau meningkat 1,68% per tahun. Pusdatin merilis sejak 2014 Indonesia mengalami surplus perdagangan produk pertanian yang berada pada level tinggi, utamanya dengan Spanyol, Belgia, Swedia, Denmark, dan Yunani.
“Indonesia juga tercatat mengalami surplus perdagangan produk pertanian dengan Italia yang mencapai rata-rata 1,18 juta ton per tahun. Kemudian, dengan Finlandia 22.100 ton per tahun, Irlandia 16.500 ton per tahun, Prancis 9.500 ton per tahun, dan Luksemburg 4.100 ton per tahun,” ujar Kuntoro.
Kemudahan Perizinan dan Akselerasi Ekspor
Menurut Kuntoro, peningkatan nilai ekspor ini didukung sejumlah terobosan Kementan dalam kebijakan ataupun program. Terobosan yang dimaksud antara lain deregulasi kebijakan dan perizinan. Kemudian melakukan pengendalian impor dan mendorong ekspor dengan sistem layanan karantina jemput bola (in line inspection).
Perbaikan proses perizinan dinilai menjadi faktor yang mendukung peningkatan performa ekspor komoditas pertanian. “Untuk mendorong ekspor, Kementan mengeluarkan kebijakan mempermudah perizinan ekspor dengan waktu pengurusan singkat, yakni sekitar 3 jam. Padahal sebelumnya 312 jam,” katanya.
Salah satu implementasi kebijakan itu adalah penerapan sistem layanan karantina jemput bola (inline inspection). Hal ini turut mendukung pembangunan kawasan pertanian berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif. “Sistem ini juga langsung mengatur registrasi kebun, sertifikasi packaging house, dan pembinaan mutu antara eksportir, petani, dan atase pertanian sebagai marketing intelligence,” ujarnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya peningkatan investasi pada sektor pertanian. Kementan menciptakan iklim kondusif bagi pelaku usaha domestik ataupun mancanegara yang berinvestasi di sektor pertanian.
“Di lingkungan Kementan, kemudahan ini sudah terealisasi melalui sistem layanan berbasis Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Perizinan Pertanian secara elektronik. Sistem ini memperpendek waktu layanan perizinan sehingga lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, Kementan juga sudah membentuk satgas kemudahan berusaha di sektor pertanian,” kata Kuntoro.
Negosiasi Dagang
Peluang peningkatan ekspor komoditas juga dibuka melalui pertemuan bilateral maupun multilateral. Contohnya pertemuan multilateral tingkat menteri G20 ataupun pertemuan bilateral. Dalam berbagai kesempatan, delegasi Indonesia mendorong negara mitra membeli berbagai produk pertanian dari Indonesia.
“Pemanfaatan peluang ekspor ini harus terus dikejar supaya neraca perdagangan kita tidak defisit. Sebaliknya, kita harus mampu membuat neraca perdagangan kita meningkat,” ujar Kuntoro.
Keberhasilan ini merupakan kerja keras semua pihak, terutama yang berkaitan dengan penerapan program terobosan pemerintah untuk akselerasi ekspor produk pertanian Indonesia. Program tersebut antara lain kebijakan penyederhanaan prosedur ekspor hingga percepatan layanan karantina di pelabuhan.
Melalui berbagai upaya ini diharapkan posisi pertanian akan menjadi semakin penting dan strategis sebagai sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. “Kita lakukan diplomasi untuk memperluas jenis komoditas dan tujuan pasar ekspor ke negara-negara baru. Kemudian kita juga melakukan diplomasi untuk memperluas jenis komoditas dan tujuan pasar ekspor ke negara-negara baru,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman mendorong untuk peningkatan ekspor buah-buahan. Salah satu upayanya adalah mengikuti Fruit Expo 2019 di Guangzhou, China.
Peluang ekspor sangat terbuka mengingat China tidak memproduksi manggis, salak dan durian, padahal masyarakatnya sangat menyukai buah-buahan tersebut. “Beberapa buah tropis ada yang diproduksi sendiri seperti pisang, buah naga, dan lengkeng, tapi tidak sepanjang tahun karena merupakan negara empat musim. Pada saat produksi tidak ada, mereka membutuhkan impor dari negara lain,” tutup Kuntoro.
(don)