Kebijakan Sektor Energi Terbarukan Harus Menarik Investasi Swasta
A
A
A
JAKARTA - Indonesia telah menetapkan target bauran energi primer sebesar 23% dari energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2025. Namun, realisasi dari target tersebut diperkirakan tidak bisa tercapai apabila pemerintah tidak memperbaiki kebijakan di sektor energi terbarukan.
Laporan perusahaan konsultan manajemen global A.T. Kearney, dalam kemitraannya dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan perbaikan kebijakan diperlukan untuk mempercepat transisi energi negara, sehingga dapat mencapai target energi terbarukan pada tahun 2025 dan perubahan iklim pada tahun 2030.
Alessandro Gazzini, Mitra A.T. Kearney memaparkan, energi terbarukan hanya menyumbang 12% dari total listrik yang dihasilkan pada tahun 2018. Berdasarkan proyek-proyek yang saat ini sedang dalam pengawasan menunjukan bahwa penggunaan energi terbarukan kemungkinan akan tetap sebesar 12% pada tahun 2025 jauh dari target 23%.
Menurut Renewable Energy Maturity Index, Indonesia berada di peringkat ke empat dari 50 negara penghasil listrik tertinggi. "Banyak negara bergerak cepat melakukan pengadopsian teknologi energi terbarukan untuk pembangkit listrik, namun perkembangan di Indonesia dinilai masih lambat," ujarnya di Jakarta.
Meski begitu, Indonesia memiliki potensi yang signifikan dalam menerapkan energi terbarukan, termasuk memanfaatkan matahari dan angin. "Indonesia berpeluang untuk dapat mengejar ketinggalan dalam beberapa tahun ke depan jika kebijakan tersebut diberikan perhatian khusus," imbuhnya.
Investasi energi terbarukan Indonesia jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan. Berdasarkan penambahan kapasitas yang direncanakan sesuai dengan rencana ESDM, Indonesia membutuhkan investasi modal sekitar USD8 miliar per tahun. Sementara total investasi sekitar USD0,6 miliar pada tahun 2016 dan USD1 miliar pada tahun 2017.
Alessandro menuturkan, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang menguntungkan dan peraturan yang pasti agar energi terbarukan menarik minat investasi swasta. "Sebagai permulaan, perlu adanya penilaian kembali mengenai kelayakan batas tarif yang disepakati sebelumnya berdasarkan peraturan ESDM 12/2017, untuk memastikan bahwa pengembangan energi terbarukan menarik minat PLN dan juga para investor," tuturnya.
Laporan perusahaan konsultan manajemen global A.T. Kearney, dalam kemitraannya dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan perbaikan kebijakan diperlukan untuk mempercepat transisi energi negara, sehingga dapat mencapai target energi terbarukan pada tahun 2025 dan perubahan iklim pada tahun 2030.
Alessandro Gazzini, Mitra A.T. Kearney memaparkan, energi terbarukan hanya menyumbang 12% dari total listrik yang dihasilkan pada tahun 2018. Berdasarkan proyek-proyek yang saat ini sedang dalam pengawasan menunjukan bahwa penggunaan energi terbarukan kemungkinan akan tetap sebesar 12% pada tahun 2025 jauh dari target 23%.
Menurut Renewable Energy Maturity Index, Indonesia berada di peringkat ke empat dari 50 negara penghasil listrik tertinggi. "Banyak negara bergerak cepat melakukan pengadopsian teknologi energi terbarukan untuk pembangkit listrik, namun perkembangan di Indonesia dinilai masih lambat," ujarnya di Jakarta.
Meski begitu, Indonesia memiliki potensi yang signifikan dalam menerapkan energi terbarukan, termasuk memanfaatkan matahari dan angin. "Indonesia berpeluang untuk dapat mengejar ketinggalan dalam beberapa tahun ke depan jika kebijakan tersebut diberikan perhatian khusus," imbuhnya.
Investasi energi terbarukan Indonesia jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan. Berdasarkan penambahan kapasitas yang direncanakan sesuai dengan rencana ESDM, Indonesia membutuhkan investasi modal sekitar USD8 miliar per tahun. Sementara total investasi sekitar USD0,6 miliar pada tahun 2016 dan USD1 miliar pada tahun 2017.
Alessandro menuturkan, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang menguntungkan dan peraturan yang pasti agar energi terbarukan menarik minat investasi swasta. "Sebagai permulaan, perlu adanya penilaian kembali mengenai kelayakan batas tarif yang disepakati sebelumnya berdasarkan peraturan ESDM 12/2017, untuk memastikan bahwa pengembangan energi terbarukan menarik minat PLN dan juga para investor," tuturnya.
(akr)