Korporasi Makin Patuh pada Prinsip Kehati-hatian Utang Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Tingkat kepatuhan korporasi terhadap pemenuhan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) terus menunjukkan peningkatan sejak awal pengimplementasiannya. Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityaswara mengatakan, hal itu positif mengingat pentingnya pengelolaan utang luar negeri secara baik guna mendukung perekonomian.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia menyampaikan apresiasi kepada korporasi yang telah memenuhi ketentuan KPPK dengan baik," ujar Mirza di Jakarta, Jumat (19/7/2019).
BI mencatat, Kepatuhan terhadap kewajiban lindung nilai untuk periode kewajiban sampai dengan 3 bulan ke depan mencapai rata-rata 89,8% pada tahun 2018, melesat dibandingkan tahun 2015 (82,0%). Demikian juga kewajiban lindung nilai untuk periode 3 sampai dengan 6 bulan ke depan, mencatat tingkat kepatuhan rata-rata 93,3% pada tahun 2018, meningkat dari sebelumnya 87,7% di tahun 2015.
Pemenuhan kewajiban rasio likuiditas minimum juga sangat tinggi, yaitu rata-rata 87,8% pada tahun 2018, dibandingkan tahun 2015 yang mencatat rata-rata sebesar 83,4%. Sementara, tingkat kepatuhan terhadap kewajiban peringkat utang meningkat tajam dari rata-rata 26,5% pada saat awal implementasi menjadi rata-rata 74,7% pada tahun 2019.
Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap ketentuan KPPK merupakan hasil dari upaya Bank Indonesia menegakkan aturan secara konsisten dan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan. Sebagai langkah peningkatan kepatuhan, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan berbagai kreditur di luar negeri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepada kreditur di luar negeri, Bank Indonesia menyampaikan surat terkait korporasi yang telah tiga kali tidak mematuhi ketentuan kebijakan KPPK dalam satu tahun kalender. Sementara kepada OJK, Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai korporasi yang telah tiga kali melanggar ketentuan pelaporan KPPK dalam satu tahun kalender.
Dengan pemenuhan kepatuhan korporasi terhadap KPPK yang makin meningkat diharapkan berbagai risiko yang dapat timbul dalam pengelolaan ULN, termasuk risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang yang terlalu tinggi atau berlebihan (overleverage) dapat lebih dimitigasi, sehingga ULN dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan nasional.
Sosialisasi ketentuan KPPK kepada korporasi pemilik ULN Valas, Kantor Akuntan Publik (KAP), dan perbankan dalam negeri juga terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terkait pelaporan maupun kebijakan KPPK.
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) diatur oleh Bank Indonesia dalam PBI No 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non-Bank. Ketentuan tersebut bertujuan untuk menjaga pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank agar memberikan kontribusi yang optimal terhadap perekonomian nasional dan tidak menimbulkan gangguan pada kestabilan makroekonomi. Tiga kewajiban utama dalam KPPK adalah kewajiban lindung nilai, pemenuhan rasio likuiditas minimum, dan kewajiban peringkat utang.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia menyampaikan apresiasi kepada korporasi yang telah memenuhi ketentuan KPPK dengan baik," ujar Mirza di Jakarta, Jumat (19/7/2019).
BI mencatat, Kepatuhan terhadap kewajiban lindung nilai untuk periode kewajiban sampai dengan 3 bulan ke depan mencapai rata-rata 89,8% pada tahun 2018, melesat dibandingkan tahun 2015 (82,0%). Demikian juga kewajiban lindung nilai untuk periode 3 sampai dengan 6 bulan ke depan, mencatat tingkat kepatuhan rata-rata 93,3% pada tahun 2018, meningkat dari sebelumnya 87,7% di tahun 2015.
Pemenuhan kewajiban rasio likuiditas minimum juga sangat tinggi, yaitu rata-rata 87,8% pada tahun 2018, dibandingkan tahun 2015 yang mencatat rata-rata sebesar 83,4%. Sementara, tingkat kepatuhan terhadap kewajiban peringkat utang meningkat tajam dari rata-rata 26,5% pada saat awal implementasi menjadi rata-rata 74,7% pada tahun 2019.
Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap ketentuan KPPK merupakan hasil dari upaya Bank Indonesia menegakkan aturan secara konsisten dan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan. Sebagai langkah peningkatan kepatuhan, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan berbagai kreditur di luar negeri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepada kreditur di luar negeri, Bank Indonesia menyampaikan surat terkait korporasi yang telah tiga kali tidak mematuhi ketentuan kebijakan KPPK dalam satu tahun kalender. Sementara kepada OJK, Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai korporasi yang telah tiga kali melanggar ketentuan pelaporan KPPK dalam satu tahun kalender.
Dengan pemenuhan kepatuhan korporasi terhadap KPPK yang makin meningkat diharapkan berbagai risiko yang dapat timbul dalam pengelolaan ULN, termasuk risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang yang terlalu tinggi atau berlebihan (overleverage) dapat lebih dimitigasi, sehingga ULN dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan nasional.
Sosialisasi ketentuan KPPK kepada korporasi pemilik ULN Valas, Kantor Akuntan Publik (KAP), dan perbankan dalam negeri juga terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terkait pelaporan maupun kebijakan KPPK.
Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) diatur oleh Bank Indonesia dalam PBI No 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non-Bank. Ketentuan tersebut bertujuan untuk menjaga pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank agar memberikan kontribusi yang optimal terhadap perekonomian nasional dan tidak menimbulkan gangguan pada kestabilan makroekonomi. Tiga kewajiban utama dalam KPPK adalah kewajiban lindung nilai, pemenuhan rasio likuiditas minimum, dan kewajiban peringkat utang.
(fjo)