Menpar: Event Pariwisata di Daerah Harus Komersil
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya kembali menekankan kepada dinas pariwisata untuk memperhatikan nilai ekonomi atau komersil dari penyelenggaraan event pariwisata di daerahnya. Pasalnya, nilai komersil inilah yang akan menarik kunjungan wisatawan sehingga membuahkan pendapatan atau devisa bagi daerah.
Menurut Menpar, kesalahan fatal yang sering terjadi adalah manakala daerah punya anggaran untuk event, misalnya Rp1 miliar, lantas hampir 100% anggaran tersebut dihabiskan untuk penyelenggaraan event itu sendiri, yang pada akhirnya penontonnya juga masyarakatnya sendiri.
"Boleh saja, tapi kalau seperti itu hanya nilai budaya saja yang didapat. Padahal, pariwisata itu ada nilai budaya dan komersilnya," tegas menteri asal Banyuwangi itu saat Coaching Clinic Penyelenggaraan Calendar of Events di Sparks Luxe Hotel Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Idealnya, kata Menpar, anggaran event dibagi 50%:50% untuk promosi dan event, dan promosinya sendiri harus diperbanyak saat pre-event. Dengan demikian, wisatawan dari luar daerah atau bahkan mancanegara yang tertarik dapat merencanakan perjalanannya dengan baik. Manakala event banyak dikunjungi wisatawan, maka devisa pun akan mengalir ke daerah.
Sesuai arahan presiden Joko Widodo, setiap event pariwisata harus memenuhi standar dan kualitas, minimal tingkat nasional. Standardisasi tersebut yakni memiliki nilai kreativitas, nilai komersil, nilai komunikasi, serta didukung oleh komitmen/keseriusan kepala daerah dalam mengembangkan pariwisata daerahnya.
“Yang paling penting itu adalah komitmen dan keseriusan kepala daerah dalam suatu event. Sebab hipotesis saya, setiap daerah yang menyelenggarakan banyak event pendapatan per kapita daerah dan indeks kebahagiaan daerahnya akan tinggi. Seperti Banyuwangi sekarang pendapatan per kapitanya sudah nomor dua di Jawa Timur,” tuturnya.
Untuk itu, Menpar meminta kepada tim pengelola Calendar Of Events (CoE) Pariwisata di Kemenpar untuk mendorong studi nilai ekonomi atau komersial dari adanya event pariwisata seperti halnya yang sudah terbukti di Banyuwangi dan juga Thailand.
Mantan dirut Telkom itu juga mengingatkan para penyelenggara untuk membuat event sesuai pasar dan harus mengikuti petunjuk teknis dari kurator sehingga atraksi wisata yang digelar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa Indonesia harus memiliki event dimana market-nya adalah para milenial. Pasalnya, 51% wisatawan yang datang ke Indonesia adalah generasi milenial.
“Aneh kalau customer kita mayoritas milenial tapi tidak punya event pariwisata untuk milenial. Maka, harus dimulai. Ada 10 event yang dipilih langsung oleh generasi milenial,” katanya.
Berdasarkan survei, saat ini Millennial Events di Indonesia yang paling disukai adalah Soundrenalin, Djakarta Warehouse Project (DWP), Indonesia Color Run, Jogja Air Show, We The Fest, Hodge Podge, Super Adventure Monster Road, The 90s Festivals, Grebeg Suro dan Festival Nasional Reyog Ponorogo, dan Soundstations.
Menurut Menpar, kesalahan fatal yang sering terjadi adalah manakala daerah punya anggaran untuk event, misalnya Rp1 miliar, lantas hampir 100% anggaran tersebut dihabiskan untuk penyelenggaraan event itu sendiri, yang pada akhirnya penontonnya juga masyarakatnya sendiri.
"Boleh saja, tapi kalau seperti itu hanya nilai budaya saja yang didapat. Padahal, pariwisata itu ada nilai budaya dan komersilnya," tegas menteri asal Banyuwangi itu saat Coaching Clinic Penyelenggaraan Calendar of Events di Sparks Luxe Hotel Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Idealnya, kata Menpar, anggaran event dibagi 50%:50% untuk promosi dan event, dan promosinya sendiri harus diperbanyak saat pre-event. Dengan demikian, wisatawan dari luar daerah atau bahkan mancanegara yang tertarik dapat merencanakan perjalanannya dengan baik. Manakala event banyak dikunjungi wisatawan, maka devisa pun akan mengalir ke daerah.
Sesuai arahan presiden Joko Widodo, setiap event pariwisata harus memenuhi standar dan kualitas, minimal tingkat nasional. Standardisasi tersebut yakni memiliki nilai kreativitas, nilai komersil, nilai komunikasi, serta didukung oleh komitmen/keseriusan kepala daerah dalam mengembangkan pariwisata daerahnya.
“Yang paling penting itu adalah komitmen dan keseriusan kepala daerah dalam suatu event. Sebab hipotesis saya, setiap daerah yang menyelenggarakan banyak event pendapatan per kapita daerah dan indeks kebahagiaan daerahnya akan tinggi. Seperti Banyuwangi sekarang pendapatan per kapitanya sudah nomor dua di Jawa Timur,” tuturnya.
Untuk itu, Menpar meminta kepada tim pengelola Calendar Of Events (CoE) Pariwisata di Kemenpar untuk mendorong studi nilai ekonomi atau komersial dari adanya event pariwisata seperti halnya yang sudah terbukti di Banyuwangi dan juga Thailand.
Mantan dirut Telkom itu juga mengingatkan para penyelenggara untuk membuat event sesuai pasar dan harus mengikuti petunjuk teknis dari kurator sehingga atraksi wisata yang digelar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa Indonesia harus memiliki event dimana market-nya adalah para milenial. Pasalnya, 51% wisatawan yang datang ke Indonesia adalah generasi milenial.
“Aneh kalau customer kita mayoritas milenial tapi tidak punya event pariwisata untuk milenial. Maka, harus dimulai. Ada 10 event yang dipilih langsung oleh generasi milenial,” katanya.
Berdasarkan survei, saat ini Millennial Events di Indonesia yang paling disukai adalah Soundrenalin, Djakarta Warehouse Project (DWP), Indonesia Color Run, Jogja Air Show, We The Fest, Hodge Podge, Super Adventure Monster Road, The 90s Festivals, Grebeg Suro dan Festival Nasional Reyog Ponorogo, dan Soundstations.
(ind)