Kementan Ajak Pemda Sukseskan Program Serasi 2019
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian optimistis program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) atau yang disebut optimasi lahan rawa bisa berjalan sukses. Namun, semuanya tergantung peranan dari Pemerintah Daerah (Pemda) yang terkena program Serasi.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan sampai saat ini minat daerah untuk mengembangkan lahan rawa cukup tinggi.
"Pemda setempat sangat berperan menentukan keberhasilan optimasi lahan rawa yang dikembangkan Kementan. Jadi, kalau Pemdanya tidak berperan aktif atau tidak mendukung maka program Serasi ini tidak akan sukses," ujar Sarwo Edhy, Senin (22/7/2019).
Untuk kegiatan ini, Kementan menggelontorkan anggaran sebesar Rp3,7 triliun untuk optimasi lahan rawa melalui Program Serasi. Anggaran ini disiapkan Ditjen PSP sebesar Rp2,5 triliun untuk pengolahan lahan rawa.
Sarwo Edhy mengaku optimistis Program Serasi dapat terealisasi seperti yang diharapkan. Pasalnya, lahan rawa dianggap lahan masa depan untuk pangan di Indonesia.
"Tahun 2019 ini, kita programkan seluas 500.000 hektar di tiga provinsi. Kita sangat concern mengembangkan lahan rawa. Karena lahan rawa merupakan masa depan pangan Indonesia".
Kementan tahun ini akan menggarap pengembangan lahan rawa dan pasang surut seluas 500.000 hektar (ha) di enam provinsi. Namun, setelah divalidasi, ternyata hanya 400.000 ha yang siap CPCL (Calon Petani Calon Lokasi).
Lokasi seluas 400.000 ha tersebut berada di Sumatra Selatan seluas 220.000 ha, yang terletak di sembilan kabupaten, yaitu Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir, OKI Timur, Musi Rawas Utara, PALI, Ogan Komering Ulu (OKU) dan Muara Enim.
Sedangkan lokasi di Kalimantan Selatan seluas 148.000 ha berada di 9 kabupaten, yaitu Banjar, Batola, Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Balangan dan Tabalong.
Untuk Sulawesi Selatan, luasnya hanya 33.000 ha, yang terdapat di Kabupaten Bone, Wajo, Sopeng, Sidrap dan Kabupaten Pinrang.
"Potensi pengembangan lahan rawa untuk meningkatkan produksi pangan cukup besar. Dari hasil penelitian, potensi lahan rawa lebak di Indonesia mencapai 34 juta ha. Namun, kajian para ahli menyebut ada sekitar 10 juta ha yang dapat dijadikan lahan pertanian produktif," tuturnya.
Selain potensi lahan yang cukup luas, potensi peningkatan luas tanam (indeks pertanaman/IP) juga sangat besar. Selama ini, petani di lahan rawa hanya memanfaatkan lahan rawa satu kali tanam dalam setahun dengan masa tanam padi lokasi selama 6 bulan. Produktivitasnya juga hanya 3 ton per ha.
"Padahal dengan teknologi seperti rehabilitasi jaringan irigasi, perbaikan tanggul dan pintu air, lahan rawa bisa ditanam hingga 2-3 kali dalam setahun," tambahnya.
Selain itu, dengan menggunakan benih padi unggul seperti Inpara, potensi peningkatan produktivitas tanaman juga cukup besar.
Sarwo Edhy mencontohkan, saat panen padi di Desa Kandangan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan seluas 1.200 ha, produktivitas tanaman padi mencapai 6,5 ton gabah kering panen (GKP) per ha.
"Kita bantu benih dan alsintan, mulai dari pengolahan tanah dan alat tanam dan panen, sehingga petani senang," ujarnya.
Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati, menyampaikan Kalsel memiliki lahan rawa hampir 80% dan merupakan potensi besar. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut tidak mudah.
Menurut dia, bukan hanya tanahnya yang memerlukan waktu untuk proses perbaikan, Sumberdaya Manusia (SDM), juga menjadi kendala. Dia mencontohkan, lahan yang sebelumnya sudah pemerintah buka untuk budidaya padi, ternyata wilayah itu tidak ada penduduknya. Sehingga pemerintah kesulitan mencari yang akan bertanam.
Kendala pemanfaatan lahan di Kalsel, menurut Indah, tidak semudah lahan rawa yang dibuka di Sumatra Selatan yang kemudian dikelola pihak swasta. Di Kalsel, pemerintah berkeinginan masyarakat setempat ikut berperan mengelola lahan tersebut dengan dibantu pemerintah dan TNI.
Karena itu kemudian, pemerintah memberikan contoh cara mengelola lahan rawa dan memfasilitasinya hingga berjalan. Bahkan kini akses di lokasi Jejangkit sudah jauh lebih baik dan desanya pun terbangun.
"Awalnya akses jalanannya tidak bisa dilalui mobil karena hanya jalan kecil. Lalu dengan adanya optimalisasi lahan rawa tersebut akhirnya dibuat jalan untuk mobilisasi alat-alat berat. Jalannya sudah diaspal, listrik juga, pompa besar. Kini, lokasi ini juga ada integrasi ternak ayam, itik, ikan, juga komoditas pertanian lainnya seperti sayuran," tuturnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan sampai saat ini minat daerah untuk mengembangkan lahan rawa cukup tinggi.
"Pemda setempat sangat berperan menentukan keberhasilan optimasi lahan rawa yang dikembangkan Kementan. Jadi, kalau Pemdanya tidak berperan aktif atau tidak mendukung maka program Serasi ini tidak akan sukses," ujar Sarwo Edhy, Senin (22/7/2019).
Untuk kegiatan ini, Kementan menggelontorkan anggaran sebesar Rp3,7 triliun untuk optimasi lahan rawa melalui Program Serasi. Anggaran ini disiapkan Ditjen PSP sebesar Rp2,5 triliun untuk pengolahan lahan rawa.
Sarwo Edhy mengaku optimistis Program Serasi dapat terealisasi seperti yang diharapkan. Pasalnya, lahan rawa dianggap lahan masa depan untuk pangan di Indonesia.
"Tahun 2019 ini, kita programkan seluas 500.000 hektar di tiga provinsi. Kita sangat concern mengembangkan lahan rawa. Karena lahan rawa merupakan masa depan pangan Indonesia".
Kementan tahun ini akan menggarap pengembangan lahan rawa dan pasang surut seluas 500.000 hektar (ha) di enam provinsi. Namun, setelah divalidasi, ternyata hanya 400.000 ha yang siap CPCL (Calon Petani Calon Lokasi).
Lokasi seluas 400.000 ha tersebut berada di Sumatra Selatan seluas 220.000 ha, yang terletak di sembilan kabupaten, yaitu Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir, OKI Timur, Musi Rawas Utara, PALI, Ogan Komering Ulu (OKU) dan Muara Enim.
Sedangkan lokasi di Kalimantan Selatan seluas 148.000 ha berada di 9 kabupaten, yaitu Banjar, Batola, Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Balangan dan Tabalong.
Untuk Sulawesi Selatan, luasnya hanya 33.000 ha, yang terdapat di Kabupaten Bone, Wajo, Sopeng, Sidrap dan Kabupaten Pinrang.
"Potensi pengembangan lahan rawa untuk meningkatkan produksi pangan cukup besar. Dari hasil penelitian, potensi lahan rawa lebak di Indonesia mencapai 34 juta ha. Namun, kajian para ahli menyebut ada sekitar 10 juta ha yang dapat dijadikan lahan pertanian produktif," tuturnya.
Selain potensi lahan yang cukup luas, potensi peningkatan luas tanam (indeks pertanaman/IP) juga sangat besar. Selama ini, petani di lahan rawa hanya memanfaatkan lahan rawa satu kali tanam dalam setahun dengan masa tanam padi lokasi selama 6 bulan. Produktivitasnya juga hanya 3 ton per ha.
"Padahal dengan teknologi seperti rehabilitasi jaringan irigasi, perbaikan tanggul dan pintu air, lahan rawa bisa ditanam hingga 2-3 kali dalam setahun," tambahnya.
Selain itu, dengan menggunakan benih padi unggul seperti Inpara, potensi peningkatan produktivitas tanaman juga cukup besar.
Sarwo Edhy mencontohkan, saat panen padi di Desa Kandangan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan seluas 1.200 ha, produktivitas tanaman padi mencapai 6,5 ton gabah kering panen (GKP) per ha.
"Kita bantu benih dan alsintan, mulai dari pengolahan tanah dan alat tanam dan panen, sehingga petani senang," ujarnya.
Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati, menyampaikan Kalsel memiliki lahan rawa hampir 80% dan merupakan potensi besar. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut tidak mudah.
Menurut dia, bukan hanya tanahnya yang memerlukan waktu untuk proses perbaikan, Sumberdaya Manusia (SDM), juga menjadi kendala. Dia mencontohkan, lahan yang sebelumnya sudah pemerintah buka untuk budidaya padi, ternyata wilayah itu tidak ada penduduknya. Sehingga pemerintah kesulitan mencari yang akan bertanam.
Kendala pemanfaatan lahan di Kalsel, menurut Indah, tidak semudah lahan rawa yang dibuka di Sumatra Selatan yang kemudian dikelola pihak swasta. Di Kalsel, pemerintah berkeinginan masyarakat setempat ikut berperan mengelola lahan tersebut dengan dibantu pemerintah dan TNI.
Karena itu kemudian, pemerintah memberikan contoh cara mengelola lahan rawa dan memfasilitasinya hingga berjalan. Bahkan kini akses di lokasi Jejangkit sudah jauh lebih baik dan desanya pun terbangun.
"Awalnya akses jalanannya tidak bisa dilalui mobil karena hanya jalan kecil. Lalu dengan adanya optimalisasi lahan rawa tersebut akhirnya dibuat jalan untuk mobilisasi alat-alat berat. Jalannya sudah diaspal, listrik juga, pompa besar. Kini, lokasi ini juga ada integrasi ternak ayam, itik, ikan, juga komoditas pertanian lainnya seperti sayuran," tuturnya.
(ven)