Menjangkau Pembiayaan Keluarga Prasejahtera hingga ke Pelosok
A
A
A
BTPN Syariah sampai saat ini menjadi satus-atunya bank di Indonesia yang memfokuskan diri melayani keluarga prasejahtera produktif atau biasa disebut unbankable. Memiliki 25 cabang dan 41 kantor fungsional operasional di seluruh Tanah Air, BTPN Syariah mempunyai hampir 12.000 karyawan yang melayani langsung ke sentra-sentra nasabah di 70% total kecamatan seluruh Indonesia.
Pada semester I/2019, BTPN Syariah mencatatkan pertumbuhan pembiayaan sebesar 24% menjadi Rp8,54 triliun dari Rp6,87 triliun pada periode sama tahun lalu. “Ada tiga juta nasabah pembiayaan. Seratus persen pembiayaan kita untuk keluarga prasejahtera produktif dan perempuan,” ujar Direktur Bisnis BTPN Syariah Taras Wibawa Siregar di sela-sela pemberian hadiah umrah gratis kepada tiga nasabah BTPN Syariah di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhir pekan lalu.
Taras mengungkapkan, saat ini BTPN Syariah sedang menggenjot pembiayaan ultramikro yang disalurkan tanpa jaminan. Penyalurannya dilakukan melalui pendekatan komunitas, salah satunya dengan merangkul kalangan perempuan karena dinilai layak menerima pembiayaan. “Karena pada umumnya, apa yang dilakukan ibu-ibu ya untuk keluarganya,” ucapTaras memberikan alasan kenapa BTPN Syariah lebih memilih kalangan perempuan sebagai nasabahnya.
Kesuksesan menjaring nasabah unbankable ini tak luput dari kerja keras Community Officer (CO) BTPN Syariah atau biasa disebut Melati Putih Bangsa. BTPN Syariah memberikan kesempatan pada ribuan tamatan SMA terlatih untuk berkarier sebagai Community Officer. “CO ini menjadi role model dalam membangun perilaku unggul nasabah, yaitu berani berusaha, disiplin, kerja keras dan saling bantu,” kata Taras.
Nadya misalnya, wanita lulusan SMA di Bima ini, tak disangka berkat profesi sebagai CO yang dijalaninya ini bisa membantu keluarganya. Berkat profesi itu, anak pertama dari tiga bersaudara ini menjadi tulang punggung keluarga dan bisa membantu renovasi rumah maupun biaya pendidikan adik-adiknya. Ia pun berharap bisa melanjutkan pendidikan hingga kuliah.
“Saya ingin memperdalam studi akuntansi dan semoga meraih beasiswa dari BTPN Syariah,” ujarnya. Bagi Nadya, menjadi Community Officer mempunyai tantangan tersendiri. “Meyakinkan ibu-ibu yang memiliki usaha berbeda-beda dan cara mengelola usaha dengan baik itu tidak mudah. Namun, komunikasi yang baik dan memberikan pendampingan, bisnis yang dijalankan ibu-ibu menjadi maju,” katanya.
Lain lagi dengan cerita Fatimah. Teman seprofesi Nadya di Bima ini mengungkapkan bagaimana lika-liku pendampingan nasabah sebagai CO. Dirinya harus pandai mendekati dan memberikan wawasan untuk mengembangkan usaha kepada ibu-ibu yang ingin dijadikan nasabah.
Dengan pendekatan tepat, calon nasabah pun bisa dijaring. Saat ini Fatimah memegang 54 sentra nasabah. Setiap sentra terdiri atas 13 sampai 15 orang. Total ada sekitar 315 orang nasabah dipegang Fatimah. Bussines Coach Area Matabali 2 BTPN Syariah yang membawahi Pulau Sumbawa, Nurhaidah menjelaskan, menjadi seorang Community Officer memang tidak mudah.
Salah satu cara yang dilakukan dirinya adalah membuat saluran komuni kasi bagi para CO untuk saling berbagi cerita mengenai penga laman yang mereka dapatkan di lapangan. “Setiap hari mereka saling menceritakan persoalan yang ditemui di lapangan. Jadi, ilmu menghadapi nasabah yang mereka dapatkan terus bertambah,” katanya.
Nasabah Inspiratif
Di tangan seorang kreatif apa pun bisa menjadi produk bermanfaat dan bernilai ekonomis. Tak terkecuali dengan Fatmah (45), ketua kelompok pengrajin gerabah di Desa Waduwani, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, yang juga nasabah BTPN Syariah. Fatmah berhasil mengajak ibu-ibu di desanya mengisi waktu luang membuat aneka kerajinan gerabah, seperti tungku, celengan, vas bunga, priuk, penggorengan giling kopi, dan cobek.
Aktivitas pembuatan gerabah ini telah dilakukan turun-temurun, tapi tidak dilakukan serius. “Awalnya kami hanya membuat tungku saja. Setelah adanya pendampingan dari BTPN Syariah, kami bisa membuat berbagai macam produk gerabah,” ujarnya.
Berawal ditawari pinjaman dari BTPN Syariah, Fatmah merasakan banyak keuntungan. Selain proses cepat, Fatmah diajarkan bagaimana mengelola keuangan maupun bisnis yang benar. “Sebelum mendapatkan pinjaman. Saya disekolahkan dulu selama tiga hari,” ujarnya. Berkat ketekunannya, saat ini telah ada 30 ibu-ibu di desanya menggarap kerajinan gerabah yang menjadi nasabah BTPN Syariah dan menjadi anggota kelompoknya.
Dengan adanya kelompok usaha ini, Fatmah pun bangga selain bisa memberikan pendapatan tambahan ibu-ibu di desanya, pendapatan per bulan dari hasil usaha kelompok ini rata-rata mencapai Rp5 juta tergantung banyaknya pemesanan.
Berkat kerja keras dan keberaniannya dalam berusaha, dirinya mendapatkan pinjaman awal Rp2 juta dan kini menjadi Rp8 juta. “Di BTPN Syariah, kami diajarkan berani berusaha, disiplin, kerja keras, dan solidaritas,” ucapnya. (Hatim Varabi, wartawan KORAN SINDO)
Pada semester I/2019, BTPN Syariah mencatatkan pertumbuhan pembiayaan sebesar 24% menjadi Rp8,54 triliun dari Rp6,87 triliun pada periode sama tahun lalu. “Ada tiga juta nasabah pembiayaan. Seratus persen pembiayaan kita untuk keluarga prasejahtera produktif dan perempuan,” ujar Direktur Bisnis BTPN Syariah Taras Wibawa Siregar di sela-sela pemberian hadiah umrah gratis kepada tiga nasabah BTPN Syariah di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhir pekan lalu.
Taras mengungkapkan, saat ini BTPN Syariah sedang menggenjot pembiayaan ultramikro yang disalurkan tanpa jaminan. Penyalurannya dilakukan melalui pendekatan komunitas, salah satunya dengan merangkul kalangan perempuan karena dinilai layak menerima pembiayaan. “Karena pada umumnya, apa yang dilakukan ibu-ibu ya untuk keluarganya,” ucapTaras memberikan alasan kenapa BTPN Syariah lebih memilih kalangan perempuan sebagai nasabahnya.
Kesuksesan menjaring nasabah unbankable ini tak luput dari kerja keras Community Officer (CO) BTPN Syariah atau biasa disebut Melati Putih Bangsa. BTPN Syariah memberikan kesempatan pada ribuan tamatan SMA terlatih untuk berkarier sebagai Community Officer. “CO ini menjadi role model dalam membangun perilaku unggul nasabah, yaitu berani berusaha, disiplin, kerja keras dan saling bantu,” kata Taras.
Nadya misalnya, wanita lulusan SMA di Bima ini, tak disangka berkat profesi sebagai CO yang dijalaninya ini bisa membantu keluarganya. Berkat profesi itu, anak pertama dari tiga bersaudara ini menjadi tulang punggung keluarga dan bisa membantu renovasi rumah maupun biaya pendidikan adik-adiknya. Ia pun berharap bisa melanjutkan pendidikan hingga kuliah.
“Saya ingin memperdalam studi akuntansi dan semoga meraih beasiswa dari BTPN Syariah,” ujarnya. Bagi Nadya, menjadi Community Officer mempunyai tantangan tersendiri. “Meyakinkan ibu-ibu yang memiliki usaha berbeda-beda dan cara mengelola usaha dengan baik itu tidak mudah. Namun, komunikasi yang baik dan memberikan pendampingan, bisnis yang dijalankan ibu-ibu menjadi maju,” katanya.
Lain lagi dengan cerita Fatimah. Teman seprofesi Nadya di Bima ini mengungkapkan bagaimana lika-liku pendampingan nasabah sebagai CO. Dirinya harus pandai mendekati dan memberikan wawasan untuk mengembangkan usaha kepada ibu-ibu yang ingin dijadikan nasabah.
Dengan pendekatan tepat, calon nasabah pun bisa dijaring. Saat ini Fatimah memegang 54 sentra nasabah. Setiap sentra terdiri atas 13 sampai 15 orang. Total ada sekitar 315 orang nasabah dipegang Fatimah. Bussines Coach Area Matabali 2 BTPN Syariah yang membawahi Pulau Sumbawa, Nurhaidah menjelaskan, menjadi seorang Community Officer memang tidak mudah.
Salah satu cara yang dilakukan dirinya adalah membuat saluran komuni kasi bagi para CO untuk saling berbagi cerita mengenai penga laman yang mereka dapatkan di lapangan. “Setiap hari mereka saling menceritakan persoalan yang ditemui di lapangan. Jadi, ilmu menghadapi nasabah yang mereka dapatkan terus bertambah,” katanya.
Nasabah Inspiratif
Di tangan seorang kreatif apa pun bisa menjadi produk bermanfaat dan bernilai ekonomis. Tak terkecuali dengan Fatmah (45), ketua kelompok pengrajin gerabah di Desa Waduwani, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, yang juga nasabah BTPN Syariah. Fatmah berhasil mengajak ibu-ibu di desanya mengisi waktu luang membuat aneka kerajinan gerabah, seperti tungku, celengan, vas bunga, priuk, penggorengan giling kopi, dan cobek.
Aktivitas pembuatan gerabah ini telah dilakukan turun-temurun, tapi tidak dilakukan serius. “Awalnya kami hanya membuat tungku saja. Setelah adanya pendampingan dari BTPN Syariah, kami bisa membuat berbagai macam produk gerabah,” ujarnya.
Berawal ditawari pinjaman dari BTPN Syariah, Fatmah merasakan banyak keuntungan. Selain proses cepat, Fatmah diajarkan bagaimana mengelola keuangan maupun bisnis yang benar. “Sebelum mendapatkan pinjaman. Saya disekolahkan dulu selama tiga hari,” ujarnya. Berkat ketekunannya, saat ini telah ada 30 ibu-ibu di desanya menggarap kerajinan gerabah yang menjadi nasabah BTPN Syariah dan menjadi anggota kelompoknya.
Dengan adanya kelompok usaha ini, Fatmah pun bangga selain bisa memberikan pendapatan tambahan ibu-ibu di desanya, pendapatan per bulan dari hasil usaha kelompok ini rata-rata mencapai Rp5 juta tergantung banyaknya pemesanan.
Berkat kerja keras dan keberaniannya dalam berusaha, dirinya mendapatkan pinjaman awal Rp2 juta dan kini menjadi Rp8 juta. “Di BTPN Syariah, kami diajarkan berani berusaha, disiplin, kerja keras, dan solidaritas,” ucapnya. (Hatim Varabi, wartawan KORAN SINDO)
(don)