Sri Mulyani: Reformasi Perpajakan Harus Dukung Iklim Investasi
A
A
A
JAKARTA - Untuk mendorong pendapatan negara, pemerintah akan meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap wajib pajak. Tercatat bahwa penerimaan pajak dalam RAPBN 2020 mencapai angka Rp1.861,8 triliun dari Rp1.643,1 triliun di Outlook 2019.
"Kami akan senantiasa melakukan reformasi di bidang perpajakan, tapi kami pastikan juga bahwa iklim investasi tidak akan terganggu," tegas Menteri Keuangan RI Sri Mulyani di Jakarta, Jumat(16/8/2019).
Sri menjelaskan bahwa kebijakan perpajakan nantinya akan memuat perbaikan kualitas layanan, penyuluhan, dan pengawasan melalui penguatan sistem IT dan administrasi perpajakan."Pemerintah juga akan menyetarakan level playing field, perbaikan proses bisnis khususnya dalam hal restitusi PPN, dan implementasi Keterbukaan Informasi Perpajakan," jelasnya.
Dalam hal bea dan cukai, lanjut dia, akan ada kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai dan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. "Penerimaan perpajakan ini akan menjadi instrumen untuk mendukung investasi dan daya saing melalui pemberian insentif fiskal," ungkap Sri.
Insentif ini terdiri dari insentif PPh, PPN, dan Kepabeanan dan Cukai. Insentif PPh mencakup super deduction untuk kegiatan vokasi dan litbang; mini tax holiday untuk investasi sampai Rp500 miliar; investment allowance untuk industri padat karya, dan PPh ditanggung pemerintah (DTP).
"Akan ada insentif PPN bagi impor dan penyerahan barang strategis, dan PPN tidak akan dipungut atas impor dan penyerahan jasa dan alat angkut tertentu seperti kapal, pesawat udara, dan kereta api," tambahnya.
Sementara itu, fasilitas kepabeanan akan diberikan kepada kawasan berikat, gudang berikat, kemudahan impor tujuan ekspor, dan kawasan ekonomi khusus(KEK). Bea Masuk ditanggung Pemerintah (BMDTP) juga akan diberikan kepada industri tertentu.
"Sejauh ini, dukungan perpajakan pada iklim usaha juga tercermin pada kebijakan belanja perpajakan (tax expenditure) pemerintah. Ditambah lagi, kebijakan perpajakan pemerintah menjadi salah satu faktor besar yang meningkatkan 11 peringkat daya saing Indonesia berdasarkan IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019 dari posisi 43 di tahun 2018 menjadi peringkat 32," tutur Sri.
"Kami akan senantiasa melakukan reformasi di bidang perpajakan, tapi kami pastikan juga bahwa iklim investasi tidak akan terganggu," tegas Menteri Keuangan RI Sri Mulyani di Jakarta, Jumat(16/8/2019).
Sri menjelaskan bahwa kebijakan perpajakan nantinya akan memuat perbaikan kualitas layanan, penyuluhan, dan pengawasan melalui penguatan sistem IT dan administrasi perpajakan."Pemerintah juga akan menyetarakan level playing field, perbaikan proses bisnis khususnya dalam hal restitusi PPN, dan implementasi Keterbukaan Informasi Perpajakan," jelasnya.
Dalam hal bea dan cukai, lanjut dia, akan ada kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai dan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. "Penerimaan perpajakan ini akan menjadi instrumen untuk mendukung investasi dan daya saing melalui pemberian insentif fiskal," ungkap Sri.
Insentif ini terdiri dari insentif PPh, PPN, dan Kepabeanan dan Cukai. Insentif PPh mencakup super deduction untuk kegiatan vokasi dan litbang; mini tax holiday untuk investasi sampai Rp500 miliar; investment allowance untuk industri padat karya, dan PPh ditanggung pemerintah (DTP).
"Akan ada insentif PPN bagi impor dan penyerahan barang strategis, dan PPN tidak akan dipungut atas impor dan penyerahan jasa dan alat angkut tertentu seperti kapal, pesawat udara, dan kereta api," tambahnya.
Sementara itu, fasilitas kepabeanan akan diberikan kepada kawasan berikat, gudang berikat, kemudahan impor tujuan ekspor, dan kawasan ekonomi khusus(KEK). Bea Masuk ditanggung Pemerintah (BMDTP) juga akan diberikan kepada industri tertentu.
"Sejauh ini, dukungan perpajakan pada iklim usaha juga tercermin pada kebijakan belanja perpajakan (tax expenditure) pemerintah. Ditambah lagi, kebijakan perpajakan pemerintah menjadi salah satu faktor besar yang meningkatkan 11 peringkat daya saing Indonesia berdasarkan IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019 dari posisi 43 di tahun 2018 menjadi peringkat 32," tutur Sri.
(fjo)